Puasa dari jam 3 pagi hingga jam 8 malam butuh tantangan tersendiri. Bagi saya bukan puasanya yang berat,tapi bagaimana mengisi malam yang pendek dari jam 8 PM ke 3 AM. Apalagi Isya sekitar jam 10 malam.
Hari ke-4 Ramadan kegiatan saya melebihi hari-hari biasa. Nyuci nyeterika. Oho, kalau bab ini harus turun gunung ke kantor Seoul Art Space Yeonhui di bawah, sementara paviliun saya Deullim Building paling mencit di ujung, di puncak bukit. Hosh –hosh-hosh.
Ujian kedua adalah komputer di ruang komunal Kkeullim Building sedang direparasi, jadi ternyata saya harus mondar mandir ke Hollim Building, tempat 8 penulis Korea bermukim dan meminjam komputer serta printer di gedung #2. Komputer dan printer serta dapurnya adalah milik bersama, jadi nggak masalah saya mau pakai komputer yang mana. Mondar mandirnya itu…
Seoul Art Space Yeonhui berada di dataran mirip gunung jadi antara satu area dengan area lain turun naik, dengan tangga atau jalan beraspal.
Acara pertemuan dengan para penulis Korea berlangsung jam 2 PM sampai jam 4 PM. Kami selaku International Writers harus presentasi di depan peserta dan melayani tanya jawab terkait sekian ragam perkembangan literasi di negeri masing-masing.
Sesudah acara masih ada yang harus didiskusikan antara saya dengan pak Pankaj Dubey dari India dan Profesor Batkhuyag dari Mongolia. Dan saya masih harus mengerjakan sesuatu di komputer Hollim Building.
Maka, tiba di paviliun sendiri jam 6 PM. Rasanya sudah mau tidur aja sampai maghrib. Tapi nanti makan apa? Alhasil cuci piring dulu sambil masak nasi, oseng lombok ijo dan memanaskan rendang. Jemur-jemur baju yang tadi pagi belum terurus. Dan tibalah adzan Maghrib. Saking capeknya, hanya sanggup makan kurma beberapa biji, makan nasi serta minum air . Sudah nggak sanggup ngunyah apa-apa lagi.
Ya Tuhan, Isya masih jam 10 kurang. Mata dan tubuh sudah nggak mau kompromi. Bahkan meletakkan piring di dapur udah sambil nyeret kaki hiks…hikss….. Nyuci piring satu aja udah gak ada energi.
Saya nyungsep ke kasur yang nyaman. Gak sanggup lagi nahan kantuk. Jauh di lubuk hati, terselip keinginan, tarawih bagaimana ya? Masa Ramadan tarawih bolong. Belum lagi nanti kepotong haidh. Keinginan ada, namun tenaga tak tersedia. Alarm yang biasa saya setel jam 2.30 karena Subuh sekitar jam 3.15; saya coba geser jam 2.15.
Biasanya malam masih bangun untuk BAK, tapi ini sama sekali pulas.
Alarm jam 2.15 berbunyi. Tubuh masih lunglai banget. Kali ini, makan lebih sedikit dari buka. Hiks….capeknyaaa. 2.30 bawaannya udah pingin tidur lagi. Teringat semalam bahkan saking capeknya nggak sikat gigi , maka sahur harus sikat gigi. Karena nggak kuat ke kamar mandi, saya sikat gigi di tempat cuci piring.
Eh, ada rasa takut, ntar Subuh gimana kalau tidur lagi? Bablas dong. Apalagi meski musim panas, saya nggak kuat sama hawa dinginnya Seoul di waktu malam. Jadi sekalian wudhu pas sikat gigi.
Entah mengapa, ketika melihat jam masih 2.30, seketika pikiran dan hasrat menyatu. Aha, masih bisa tarawih nih meski hanya menggunakan surat-surat pendek. Dan alhamdulillah banget, malam itu bisa menyempurnakan tarawih di hari ke 4 Ramadan. Subuh pun tak telat .
Kalau ingat betapa lelahnya fisik kemarin, rasanya nggak sanggup tarawih. Apa rahasianya?
Ah, mungkin Allah masih memberikan kenikmatan ibadah dan suntikan tenaga, sebab di saat-saat menjelang jatuh tertidur semalam, saya sempatkan menggeser jam yang biasanya 2.30 jadi 2.15.
Pelajaran berharga : niat baik sekecil apapun, akan dibantu olehNya untuk diwujudkan.