Ibu Farida atau Moon Hyun Joo, cukup lancar berbahasa Indonesia. Beliau pernah bekerja di kedutaan Indonesia dan menjadi istri orang Indonesia.
Bagi orang Korea, agama tidaklah penting.
Berbeda dengan Jepang , kuil dan candi ditemukan hampir di setiap kota. Maka di Korea Selatan, nyaris tak ada tempat peribadatan warga setempat yang menunjukkan ciri religiusitas. Ajaran khas Konfusianisme masih dipegang teguh terkait kesederhanaan dan kedisplinan namun ajaran agama yang merasuk di relung hati, tak banyak diyakini masyarakat Korea Selatan.
Setelah suaminya meninggal, ibu Farida atau Moon Hyun Joo merasa kehilangan pegangan. Ia mencari pegangan dari satu demi satu agama yang dipelajarinya. Ucapan bismillah dan alhamdulillah dilakukannya ketika mengendarai mobil.
Lalu kami bertemu dengannya, ketika saya dan Feby menghadiri acara Profesor Koh Young Hun di gedung Asean Korea Centre, Press Centre, Junggu – Seoul City Hall. Kami lalu mencari tempat nyaman untuk diskusi.
Ada hal-hal yang membuat Moon Hyun Joo tertarik pada Islam :
Adzan
Setiap kali mendengar adzan, hatinya merasa sangat senang, bahkan beliau berkespresi sambil mengatakan, “hati saya senaaaaang….sekali setiap dengar adzan!” sembari tangannya melekat di dada. Seolah-olah menggambarkan ekspresi kebahagiaan luarbiasa tiap mengingat ucapan adzan yang magis. Ingat tulisan saya tentang muallaf Maryam Itaewon ?
Prosesi penguburan.
Ketika suaminya meninggal, hanya selembar kafan yang menyelimuti. Moon Hyun Joo masih ingat, ia sempat marah dengan prosesi penguburan itu. Mengapa tidak ada barang yang boleh dibawa? Bahkan putrinya, Diana, ingin menyelipkan sebuah surat berisi ungkapan cinta kepada ayahnyapun tak diizinkan?
“Masa sih bawa sebuah surat aja nggak boleh?” kata Moon Hyun Joo.
Ada ungkatan unik darinya, “tapi entah mengapa ya, setelah kematian suami, kita seperti dilahirkan kembali. Kita seperti berada di kehidupan yang kedua. Setiap ajaran suami, setiap kata-katanya terngiang.”
Prosesi penguburan yang sederhana membekas di benak Moon Hyun Joo dan ia menyadari memang tidak ada yang perlu dibawa manusia ketika mati nanti. Bagi Moon Hyun Joo, hanya Islamlah satu-satunya ajaran yang ia kenal, memperlakukan mayat dengan cara sangat berbeda. Hampir semua agama yang dikenalnya dan saat ini ia coba untuk pelajari; memperlakukan mayat seperti manusia hidup. Didandani, diberikan bekal pakaian dan harta. Seolah-olah kehidupan di alam kubur menyerupai alam dunia yang serba berdimensi materi.
Islam berbeda. Islam mudah.
Begitu seorang manusia berstatus sebagai mayat, tak ada lagi bahan kecil berdimensi materi yang dapat menyertai, apalagi menyelamatkannya. Hanya entitas-entitas ruhani, ukhrawi dan keghaiban yang menyertai perjalanan rahasia manusia menemui TuhanNya.
barakallahufiik mb shinta.. senang membaca tulisannya selama dikorea
Terimakasih, mbak Widuri 🙂
“Setelah suaminya meninggal, ibu Farida atau Moon Hyun Joo merasa kehilangan pegangan. Ia mencari pegangan dari satu demi satu agama yang dipelajarinya.”
Dari kutipan di atas, apakah Ibu Farida sempat pindah-pindah agama atau sekedar pengembaraan spiritual?
*kepo 🙂
Saya trenyuh bacanya. Islam mencerahkan. Islam mudah 😀
Betul. Islam mudah, meski tentu tidak memudah2kan ya….
He he… Itu jelas