Buku, Empek-Empek, Bros ~ Kunci Menulis (1) : Konsisten

Hikmah Jepang Karyaku Kepenulisan KOREA Oase Perjalanan Menulis WRITING. SHARING.

 

 

Apa persamaan buku, empek-empek dan bros?

Seorang sahabatku, mbak Yulyani namanya, bertahun-tahun membuat empek-empek. Memilih ikan sendiri, menguliti ikan, memisahkan daging ikan dari durinya, menggiling daging lalu dicampur dengan tepung sagu dan bla-bla-bla sampai jadi empek-empek yang menurutku terenak di lidah. Kuah cukonya? Wuah, jangan tanya. Aku kalau beli empek-empek Yenna, mesti beli tambahan kuah cuko. Anak-anakku akan makan kuah itu dengan teman krupuk, pilus, mie, atau apa aja yang bisa dicampur.

Kalau dengar mbak Yulyani cerita tentang empek-empeknya, aku bengong. Kok bisa orang secantik itu betah di dapur?

“Saya memang suka masak, Dek,” itu ungkapnya.

Memangnya orang cantik nggak boleh identik dengan dapur?

Empek-empek.JPG
Keripik ikan endesss punya mbak Yulyani

Pendek kata, bisnis empek-empeknya luarbiasa. Dari bisnis itu sekarang melebar menjadi keripik ikan yang rasanyaaaa…aduh, gak berhenti cheating-day. Bikin gagal diet hahaha. Pokoknya, endesss. Dari bisnis empek-empek ini, beliau merambah usaha yang lain seperti garmen. Apa hubungannya? Konon kabarnya, pengusaha pandai melirik pasar. Jadi, ketika bisnis empek-empek sukses, mbak Yulyani melihat pangsa pasar pakaian yang sangat besar. Branding Carmey-nya melesat. Dan bukan itu aja. Beliau juga motivator andal yang mampu menggerakkan orang. Kalau habis ketemu mbak Yulyani, bawaannya gak betah duduk. Pingin bikin ini, pingin buat itu, pingin jualan ini. Anakku yang pernah ikut pelatihannya bilang,

“Ummi, kata bunda Yulyani, kita boleh jadi apa aja. Mau jadi guru, dosen, pegawai negeri, anggota dewan dan lain-lain, boleh. Tapi semua profesi itu harus diiringi dengan jadi pengusaha. Aku pingin kayak bunda Yulyani.”

Begitu.

Nah, kalau bros?

2007 saat pindah pertama kali ke  Surabaya, aku tahu ada toko pakaian kecil dekat rumah. Namanya daerah Pandugo. Tokonya bernama Ashanty ( ini bukan punya Anang dan istrinya, lho). Pemiliknya, suka membuat handmade bros dan dijual ke teman-temannya. Brosnya cantik, unik dan beda dengan yang lain. Pokoknya gak ada kembarannya, deh! Lambat laun, dari bros ia buat dompet, tutup toples, tempat tissue dan seterusnya. Lalu buka stand kalau ada bazaar.

Terus?

Bros Ashanty.JPG
Cantik-cantik ya?

Nah, karena pesanan makin banyak, akhirnya kulihat toko Ashanty ini buka pengiriman barang : JNE (aku nggak promosi yaaa). Awalnya kecil, dan gak banyak dikenal. Di sekelilin Rungkut ada Pos, Tiki, JNE, Wahana. JNE punya Ashanty semula hanya punya 1 karyawan yang mendobel  sebagai karyawan jaga toko Ashanty butik yang jual pernak perik bros. Lama-lama, nambah 2, 3 karyawan.

Kenapa? Karena JNE Ashanty buka Senin- Minggu. Jam 08.00- 20.00. Jadi fleksibel banget buat emak-emak kayak aku yang kadang ngos-ngosan bagi waktu. Kalau kirim paket buku termasuk novelku yang baru , Sirius Seoul, aku pakai JNE Ashanty selain pos dan wahana, sesuai permintaan pelanggan.

Terus?

Berhubung orang lalu lalang ke JNE dan toko handmade, maka Ashanty gelar lapak di depan toko…lapak kue. Kue-kue titipan orang-orang. Risoles, sus, lumpia, cucur, gethuk,  aneka minuman dan segala macam. Ashanty membidik para orangtua yang pasti, paginya gak sempat masak dan kepingin beli jajan sehat untuk anak-anak yang sekolah.

Sekarang, Ashanty semakin banyak menambah bisnisnya seperti tour and travel dan buka toko kue. Asyik banget ya kalau dengar success story nya? Aku aja ngiler. Padahal siapa yang tahu perjuangan sukses di belakang Ashanty butik.  2007 Ashanty hanya toko kecil. Sekarang, masyaallah…

 

Kunci Menulis (1) : Konsisten

Aku lihat, mbak Yulyani dan toko butik Ashanty punya ciri mirip dengan penulis :

konsistensi.

Orang mungkin akan nanya-nanya kalau buat empek-mepek atau bros : emang laku?

Nanti kalau jual ada yang mau? Kalau nggak laku, malu banget kali ya? Trus modalnya gak balik? Trus kalau ketahuan tetangga sama teman…alamak, mau ditaruh di mana mukaku? Apalagi kalau orang cuma nanya, gak jadi beli. Mending nanya, ini mah cuma melengos. Bla bla bla. Banyaklah alasan kita.

 

Mbak Yulyani dengan empek-empek Yenna dan toko Ashanty mengajarkan pada kita bahwa konsisten melakukan sesuatu, insyaallah akan berbuah positif di tahun ke-3, 5 dan seterusnya. Di tahun ke-10 dan seterusnya, semakin membuahkan hasil.

Begitupun menulis.

Ketika konsisten menulis 1 halaman, 2 halaman, 3 halaman maka akan selesai 100 halaman. Dari 1 buku antologi menjadi 2, 3, 4 buku antologi. Pada akhirnya akan menjadi buku solo dan seterusnya. Kapan menikmati hasil royalty dan honor dimuat di media? Mungkin di tahun ke-3, 5 atau 10.

Konsisten berjalin kuat dengan kesabaran.

“Jadikan sholat dan sabar sebagai penolongmu, “ Al Baqarah  (2) : 45

Ayat ini benar banget!

Kalau nggak sabar dalam menjalani sesuatu,maka nggak akan ada hasilnya. Nggak akan ada buahnya. Nggak akan ada nikmatnya.

Cover Sirius Seoul dll.jpg
Sirius Seoul, Polaris Fukuoka, Lafaz Cinta, Reem

Koreografer Korea yang menyiapkan penari untuk penari latar boyband atau girlband, melatih trainee secara konsisten bisa sampai 20 jam sehari. Mbak Yulyani, konsisten mencoba membuat keripik ikan sampai habis 200 kg tepung! Dan akhirnya beliau menemukan resep yang ciamik banget.

Kamu mau jadi pengusaha dan pebisnis seperti mbak Yulyani atau toko Ashanty, atau jadi penulis dunia seperti Najib Mahfudz dan JK Rowling?

Konsisten adalah salah satu kuncinya.

Mbak Yulyani pernah memberiku nasehat, “kalau usaha baru sedikit, baru sebentar, sudah menyerah dan mau pindah ke bidang lain; kapan menuai hasil?”

Iya, juga. Jualan kue, 2 minggu udah capek dan malu. Ganti jualan minuman. 1 minggu gak ada hasil, pindah percetakan. Sebulan gak ada hasil, pindah ke tour travel. Kapan bisnis itu diberikan kesempatan merangkak, berdiri, berlari kalau kita sendiri gak mau menyirami?

Penulis pun demikian. Buat 1, 2, 3 cerpen dan dikirim ke media, ditolak; sudah bilang ,” kayaknya aku nggak bakat.”

Buat 1 novel, terbit, pasar nggak merespon bagus, udah mundur, “kayaknya menulis bukan duniaku.”

Lalu kapan tulisan-tulisan kita bisa terasah semakin bagus, memikat, mempesona dan mencerahkan kalau penulisnya tak ingin konsisten dalam kesabaran?

Keabaran itu bukan hanya ketika mengumpulkan niat, menyelesaikan tahap satu sampai tahap tuntas pekerjaan tersebut, tetapi juga sabar ketika orang tak satupun menoleh ke arah karya yang sudah kita torehkan susah payah. Mbak Yulyani dan butik Ashanty sudah menjalani itu semua. Kamu dan aku mau nggak jadi orang konsisten yang akan menuai hasil memadai di satu waktu?

 

#siriusseoul  #polarisfukuoka #kitakyushu #jepang #korea #novel #remaja #friendship #lovestory

#adventure

 

0 thoughts on “Buku, Empek-Empek, Bros ~ Kunci Menulis (1) : Konsisten

  1. Assalamualaikum Mbak Sinta. Saya udah baca Reem. Dari dialognya Kasim saya dapat info soal novel-novel Palestina seperti Bola-Bola Mimpi-nya Elizabeth Laird dan Moonlight on The Holy Land. Terus komik jurnalis Joe Sacco sebelumnya udah pernah denger juga. Kira-kira bisa dapet bukunya lewat mana ya Mbak? Sampai sekarang belum nemu di toko buku soalnya. Lewat olshop juga blm dapet.

    nadhiraangkasa.wordpress.com

  2. Masya Allah, suka sekali dengan tulisan Mbak Sinta yang ini. Memang harus konsisten ya jika ingin mencapai sesuatu. Semoga kita semua (khususnya saya) bisa menerapkannya. 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *