Lagu cinta apa yang paling kamu suka?
Waktu masih zaman SMP SMA dulu, aku paling suka lagu Nikka Costa.
It’s my first love
Seems that I am too young
He doesn’t even know
Wish that I could show him what I’m feeling
Mengingat cinta, seperti membuat rasa penuh bunga bermekaran. Udara semerbak, bulan bersinar terang, semua orang tersenyum. Manusia bergerak dalam slow motion. Persis seperti ketika Pia jatuh cinta pada Rancho di 3 Idiots! Geli-geli sendiri bila ingat kita pernah jatuh cinta dengan teman sekelas, kakak kelas, teman lain fakultas atau bahkan yang usianya jauh lebih tua : asisten dosen atau guru/dosen!
Para filsuf punya sejuta kata-kata sihir untuk menggambarkan cinta.
“Yang jatuh cinta, tidak akan merasakan gravitasi,” kata Einstein.
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,” kata Sapardi Djoko Damono.
Ribuan kata mutiara menjadi penghias buku harian, catatan sekolah, diktat kuliah, quote manis yang diunggah ke media social sembari membuat versi pic-art nya. Setiap kali membayangkan wajah orang yang membuat hati berdesir, rasanya dunia dipenuhi mimpi indah. Duh, kapan ketemu dia, ya? Duh, andaikan bisa ketemu sebentar, berduaan sebentaaar aja. Kalau boleh waktu berhenti sesaat ketika ada kesempatan berdua dengannya.
Cinta, dianalogikan seperti coklat. Legit, manis, lezat, memikat. Kata cinta, memunculkan satu persepsi yang sama di benak hampir setiap orang : gambar jantung hati.
Begitu banyak kisah di dunia ini yang menggambarkan kekuatan cinta. Nabi Ibrahim as sukses karena cinta Sarah dan Hajar. Nabi Muhammad Saw sukses karena cinta Khadijah ra. Buya Hamka sukses karena dukungan Siti Raham. Einstein sukses karena didampingi Mileva Maric. Mahathma Gandhi sukses karena dukungan Kasturbai. BJ Habibie sukses karena dukungan luarbiasa dari bunda Ainun.
Pertanyaannya : apakah cinta yang demikian indah itu, merupakan anugerah atau ujian?
Cinta : awalnya anugerah
Bayangkan dunia tanpa cinta!
Tidak ada anak-anak, tidak ada keindahan, tidak ada produk-produk ekonomi, tidak ada kegairahan hidup.
Konon, ekonomi digerakkan karena cinta. Lho, ini bukan sok filosofis. Segala produk yang bersumber dari ‘cinta’ menuai untung : film, musik, makanan, kosmetik, otomotif, elektronik, pariwisata dll. Film romance disukai. Music yang mengandung unsur cinta, digandrungi. Makanan seperti coklat, meraup profit luarbiasa. Café-café yang menawarkan sudut romantisme, laku keras. Kosmetik yang menjanjikan perempuan/ lelaki akan lebih dicintai karena fisik yang makin menarik; laku keras. Otomotif yang menggambarkan mobil bisa dikendarai berdua, atau bisa dikendarai sekeluarga; laris manis. Elektronik yang bisa memudahkan seseorang menghubungi kekasihnya di seberang sana, terjual habis.
Konon kabarnya, cinta itu dari Tuhan.
Sementara, kebencian dari setan.
Jadi, segala sesuatu yang menimbulkan rasa cinta, berawal dari Tuhan. Cinta pada orangtua, cinta pada pasangan jiwa, cinta pada anak-anak, cinta pada sesama manusia dan seterusnya. Kebencian adalah perwujudan dari nafsu syaithoni, sehingga kebencian pada manusia adalah wujud terkutuk.
Kalau cinta dari Tuhan, apakah semua bentuk cinta merupakan pesan Ilahiyah?
Bagaimana jika manusia merasakan cinta –yang konon dititipkan olehNya- dan cinta itu tertuju pada subyek-subyek yang bertentangan dengan garis hukumNya? Apakah itu anugerah, ujian; ataukah kita salah memaknai salah satunya?
Misal, jatuh cinta pada suami/ istri orang.
Bukankah manusia tak bisa merekayasa hati, sehingga bisa punya kecenderungan sesuai pilihan benaknya? Lalu salah siapa ketika tiba-tiba seorang manusia jatuh cinta pada orang lain sementara dirinya sudah terikat janji, dan orang yang membuatnya jatuh hati juga telah terikat sumpah setia?
Bagaimana pula, bila manusia jatuh cinta pada sosok seperti : saudara kandung ( insest), anak kecil (pedofil) , cinta kepada rekan sesama jenis (homo/lesbi), tokoh anime, idol, dll ?
Nasihat Victor Frankl
Si penemu logoterapi yang menerbitkan karya legendaris Man’s Search for Meaning mengatakan: patung Liberty di pesisir Timur Amerika harusnya dilengkapi dengan patung Responsibility di pesisir Barat.
Ya, seringkali manusia yang dianugerahkan fisik, ruh dan akal sempurna tidak siap untuk membangun patung Responsibility.
Siapkah kalau berselingkuh dan merebut pasangan orang lain? Siapkah dengan pasangan yang kecewa dan anak-anak yang berantakan; serta kelak, teman selingkuhan itu berpotensi akan berselingkuh pula dengan orang lain? Belum lagi cibiran social dan banyak hukuman social yang harus dipikul. Yang dibayangkan adalah indahnya cinta bersama orang yang tengah menjadi tambatan hati.
Siapkah menikah dengan Idol yang super ganteng atau super cantik?
Hal-hal yang dilakukan sasaeng terhadap idol K-pop mereka terkadang sungguh di luar batas. Cinta seorang fan kepada Taecyeon (2 PM), Baekhyun (EXO), Jonghyun (CNBlue), Taeyang & G-Dragon (Bigbang); perlu direnungkan. Sasaeng rela melukai diri dan menuliskan surat menggunakan darah haidh kepada sosok yang sangat digandrungi dan dicintai. Apakah ketika pada akhirnya bisa berpacaran dan menikah dengan Taeyang atau G-Dragon; maka kebahagiaan akan menaungi? Bagaimana pula jika jatuh cinta pada salah satu tokoh anime seperti Kamen Rider, atau pemerannya, Satou Takeru? Tokoh-tokoh rekaan penulis cerita yang tidak ada di dunia nyata dan diharapkan benar-benar ada di dunia nyata.
Demikian pula, cinta yang dianggap sebagai preferensi seksual seperti cinta pada anak kecil, cinta pada saudara kandung dan cinta pada sesama jenis. Benarkah patung Responsibility sudah kita bangun, berdampingan dengan patung Liberty?
Cinta : Anugerah sekaligus Ujian
Cinta pada uang wajar, namanya manusia. Itu anugerah. Dengan cinta pada uang, maka manusia giat bekerja dan hal itu menimbulkan perputaran roda ekonomi dan gairahnya kehidupan seantero dunia mulai kehidupan rumah tangga hingga kehidupan bernegara.
Cinta yang di luar batas, itu yang harus dikendalikan dengan patung Responsibility. Kalau cinta terlalu hebat pada uang hingga menabrak batas haram apakah sudah siap dengan Responsibility? Yang penting cinta uang, dapat uang, pakai uang. Padahal, Resposibility yang harus ditanggung adalah : kehidupan tidak berkah, pasangan yang tidak setia, anak-anak yang pembangkang, rumah yang tidak nyaman ditinggali, mobil yang selalu sial, teman-teman yang oportunis dst. Saat manusia mencintai uang berlebihan; ia inginnya tetap bebas merdeka memilih semuanya termasuk : dapat pasangan baik, anak-anak penurut dan berprestasi, hidup tanpa kendala.
Tidak ada manusia yang berkata.
“Aku milih cinta uang saja. Nggak papa pasangan nggak setia, anakku jadi amburadul, temanku pengkhianat semua. Yang penting duitku banyak.”
Nggak, kan?
Manusia ingin semua.
Liberty ya iya, Responsibility-nya tidak dikalkulasi.
Cinta pun demikian.
Cinta yang sah, antara suami istri pun adalah anugerah, pada awalnya.
Tapi kalau suami atau istri tidak bisa membangun patung Responsibility, bagaimana jadinya? Hanya cinta saja, tidak diikuti komitmen. Seperti salah satu skala dari 8 skala Zick Rubin tentang macam-macam pola cinta. Cinta yang hanya cinta melulu tanpa komitmen, tanpa punya visi misi, hanya akan nabrak sana sini. Istri yang cinta setengah mati sama suaminya, bisa jadi obsessive luarbiasa. Suaminya nggak boleh kemana-mana, nggak boleh reuni, nggak boleh meeting di luar kota. Pun nggak boleh mengunjungi orangtua, nggak boleh lagi dekat sama kakak adiknya, nggak boleh puunya hobi, nggak boleh senang-senang sendiri.
Cinta pada uang, pada jabatan, pada kedudukan, pada suami atau istri, pada anak-anak awalnya merupakan anugerah. Tapi bila manusia tidak bisa mengelolanya dengan baik; akan menjadi fitnah.
Bila Liberty tidak dibarengi Responsibility, manusia hanya mau memilih hal yang mudah, enak, memikat, tanpa mau menimbang bahwa semua punya tanggung jawab. Konsekuensi. Perhitungan.
Cinta yang Perlu Dipertimbangkan
Cinta pada suami atau istri orang.
Cinta pada teman sejenis.
Cinta pada anak di bawah umur.
Awalnya, mungkin anugerah.
Ah, cinta dan sayang pada suami/istri orang, awalnya karena rekan bisnis. Bukankah mencintai saudara itu ajaran agama yang mulia? Bukankah memberi perhatian & hadiah, adalah bagian dari persahabatan? Bukankah kata Rasulullas Saw : tahaddu tahabbu, memberi hadiahlah agar kalian saling mencintai?
Lalu suami atau istri orang yang tadinya hanya sahabat, tempat berkonsultasi, rekan bisnis, rekan organisasi, rekan sejawat lama-lama menjadi rekan sehati. Pertimbangkanlah, bahwa Tuhan Maha Melihat.
Maha Menghitung.
“Aku jatuh cinta pada teman sekelasku di kelas Magister. Ia begitu pintar dan mempesona. Aku telah punya istri dan anak-anak. Tetapi bayangan temanku yang memikat, begitu mendominasi. Aku sering menangis di masjid, sembari membaca Quran. Ya Allah…aku nggak mau ini. Kenapa hatiku tergoda untuk berselingkuh?
Aku tahu hatiku sakit. Karena kutahu istriku demikian baik. Maka aku rajin ke masjid, baca Quran dan kuminta teman-teman menasehatiku. Lambat laun hatiku menjadi netral. Tiap kali melihat temanku di kelas Magister, aku merasa bersalah. Aku menyayanginya dan menghormatinya sebagai teman sekarang. Betapa, beruntungnya aku punya istri yang setia melayaniku di rumah.”
Demikianlah pengakuan seorang lelaki.
Cinta pada teman sejenis.
Ah, bukankah ini boleh?
Ia yang merupakan teman, sahabat, sosok yang selalu ada ketika kita sekolah dan kuliah. Ketika kerja. Ia yang sigap mendengarkan keluh kesah. Ia yang tidak pernah mematikan koneksi internet dan mau jam berapapun dianggu. Ia bahkan rela menyisihkan uangnya demi kepentingan kita. Tidakkah sahabat semacam ini adalah belahan jiwa yang sesungguhnya?
Mencintai teman sejenis, sungguh tidak terlarang, ketika masih dalam batas persahabatan. Tetapi ketika melampaui batas persahabatan, tidakkah perlu mengobati hati kita yang tengah terluka itu seperti sosok lelaki si pembaca Quran di masjid dalam kisah di atas?
“Aku selalu jatuh cinta pada perempuan, meski aku juga perempuan. Tetapi ketika aku berjilbab, aku belajar agama, aku tahu Tuhan melarangku dmeikian. Aku menangis. Hatiku sakit. Aku jatuh cinta pada sahabatku. Dan apapun bisa kulakukan, kalau mau. Ya siapa yang mencurigai dua anak gadis yang tinggal satu kamar? Orang lebih curiga cowok cewek tinggal seatap.
Tetapi, aku rasa Tuhan tidak mengizinkan ini.
Maka aku berjuang setengah mati mencoba mencintai lelaki.
Aku maskulin, maka aku mencoba lebih feminine. Dan aku mencoba untuk memikirkan lelaki, jatuh cinta pada lelaki dan membayangkan kelak suamiku lelaki. Ternyata kau bisa jatuh cinta pada seorang lelaki temanku! Horeee! Alhamdulillah. Aku nggak mau pacaran, tetapi hatiku bahagia. Ternyata aku pun bisa jatuh cinta pada lawan jenis.
Semua tergantung bagaimana cara kita mengelola hati.”
Cinta, ah…
Aku yakin, kita semua pernah mengalami cinta rahasia.
Cinta yang tidak seorangpun boleh tahu. Hanya antara diri kita dan Tuhan saja.
Entah itu jatuh cinta pada teman sekelas, pada kakak kelas, pada pacar orang lain, pada tunangan orang lain, pada pasangan hidup orang lain. Pada anime, idol, atau sahabat sejenis. Perempuan dan perempuan, lelaki dan lelaki.
Cinta itu indah, apapun bentuknya.
Cinta itu pada akhirnya akan membuat ketagihan, ingin memiliki (dalam kadar tertentu menjadi obsessive), ingin mencicipi, ingin bersama berdekatan dan seterusnya dan seterusnya. Sebagai manusia dewasa kita dapat mengkhayalkan, bahwa bagian dari cinta adalah eros. Nafsu. Itulah bagian dari cinta. Bila nafsu ini tidak dikendalikan, ia bagaikan naga dengan mulut api yang akan menghanguskan segala.
Jatuh cinta pada pasangan orang, perlu dikendalikan agar kita tidak hanya mencecap Liberty dan tunggang langgang dari Responsibility.
Jatuh cinta pada Idol, K-Pop, tokokh anime; harus segera dikendalikan agar diri bisa segera berpihak pada realita. Sejelek-jeleknya pasangan hidup, masih lebih mending yang real daripada yang imajinatif.
Jatuh cinta pada rekan sejenis, perlu dipertimbangkan. Ditelaah, direnungkan. Diluruskan. Meski DSM V sudah tidak mencantumkan cinta sejenis sebagai bagian dari disorder.
Siapkah kita membangun patung Responsibility menghadapi segala kendala kehidupan, ketika memilih cinta yang tidak biasa? Celaan manusia, hinaan orang, hukuman social, tidak berarti apa-apa. Tetapi manusia tak akan sanggup menghadapi keputusanNya.
Seorang kiai berkata kepada santrinya.
“Hati-hati ya, Nduk, Le, ketika berbuat dosa. Segera mohon ampun. Nanti kamu nggak kuat bayarnya.”
Medengar nasehat itu, hatiku tercabik.
Kita bukan orang suci.
Hanya Nabi yang ma’shum.
Kita juga tidak berhak menghakimi dan melabeli orang, kecuali memang ia memiliki keahlian sebagai halim peradilan,hakim agama atau professional di bidang keilmuan yang terkait. Tetapi perkataan pak Kiai itu patut direnungkan. Perkataan yang sama dengan nasehat Victor Frankl.
Ketika kita melakukan satu tindakan Liberty, kuatkan membayar Responsibility nya?
———————
Tentang cinta sejenis, kutuliskan dalam novel Lafaz Cinta dan Seksologi Pernikahan Islami. Cinta romansa dengan setting Korea dan K-Pop kutuliskan dalam Sirius Seoul.