FLP Mengajari, Mendidik, Membantuku Menjadi Penulis Seperti Sekarang
Seperti yang sudah lazim diketahui orang. Bakat 1 %, sisanya kerj keras. Menjadi penulis pun begitu. Banyak orang bertanya : saya gak punya bakat tapi suka nulis, bagaimana caranya? Sama seperti para penulis lain, saya pun kebingungan. Gimana sih cara nulis yang baik, yang bisa tembus media, yang memberi kesan mendalam pada pembaca? Saya emang suka nulis, tapi kan cuma diary. Trus corat coret di kertas atau buku bekas. Waktu itu masih ada majalah Annida. Rasanya pasti…..bangga kalau nama kita dan cerpen tertera di situ. Bangga bahwa dalam hidup ini, jejak kita, pemikiran, memberi manfaat buat orang lain. Harap-harap cemas, saya rajin mengirim ke Annida baik cerpen ataupun lomba. Alhamdulillah menang 2x, beberapa cerpen pun dimuat. Lalu sesudahnya? Timbul pertanyaan-pertanyaan. Mending nulis kumpulan cerpen atau kirim cerpen-cerpen ke majalah/media? Mending nulis puisi? Mending nulis novel? Mending nulis non fiksi atau fiksi? Sebetulnya…..saya itu bisanya nulis apa siiiiih?
Akhirnya…bergabunglah di FLP. FLP, tempat saya bergabung karena disitu berisi para penulis capable, ternyata memberi banyak pembelajaran.
Pembelajaran pertama.
Rendah hati dan tidak sombong (kaya lagunya anak-anak ya?). Siapalah Sinta Yudisia. Tapi suatu ketika bertemulah saya dengan Teh Pipiet, mb Helvy TR, mb Asma, Mas Boim dan Mas Gol A Gong , Mb Izzatul Jannah, mb Titaq(waktu dan tempat terpisah). Dan mereka bertanya tentang saya, mendengar ketika saya bicara. Saya melongo. Aahh…indahnya FLP. Mereka para senior ramah dan mau berbagi. Rasanya nyaman bergabung di gerbong FLP.
Pembelajaran kedua.
Proses dan kesinambungan. Mas Gong dengan satu tangan selalu berkarya. Mb Asma dan mb Helvi juga. Mas Boim juga. Mereka terus dan terus menulis. Kritik tentu ada, mana ada produk yang sepi kritik?
Pembelajaran ketiga
Konsisten dan mencari branding. Mas Boim adalah penulis kocak. Mb Helvy sastrawan. Mbak Asma selalu menyentuh dengan kisah rumahtangga. Aku menulis apa ya…:-)?
Pembelajaraan keempat.
Tak bisa besar sendiri. FLP mengajarkan organisasi. Memberi pembelajarn berharga bahwa saat menulis, penulis bekerja solitaire. Tapi saat dilempar ke pasar : semua mengambil peran. Editor, ilustrator, promosi, komunitas, kritikus, resensor. FLP nyaris membantuku dalam semua hal. Editorku orang FLP. Kritikusku kebanyakan orang FLP. Resensorku kebanyakan orang FLP. Yang membantu karyaku di promosikan adalah teman-teman, adik-adik dan organisasi FLP. Yang mengudanku bedah buku, bedah karya, talkshow , seminar dll – meski tidak berkaitan dengan dunia kepenulisan adalah berkat jaringan dan network FLP. Misal, mengundang mb Sinta untuk acara Muslimah, acara talk show parenting. Siapa sih Sinta? Oh, ia ketua FLP Jawa Timur. Posisi di FLP inilah yang memberikan bargaining lebih bagiku sehingga aku diizinkan duduk di depan, di podium, memegang mike, berdiri di depan ratusan orang dan aku boleh bercerita banyak hal di saat orang lain mendengarkan… FLP bagiku membantuku menjadi penulis. Menjadi Sinta Yudisia yang baru. Yang lebih berkarya, memberikan kesempatan untuk punya peran lebih banyak di tengah ummat manusia.
Pembelajaran kelima
Dakwah, dakwah dan dakwah kepenulisan. Siapa yang tidak kecewa cerpennya tertolak? Siapa tidak kecewa ketika tak menang lomba? Siapa tak sedih ketika naskahnya ditolak penerbit? Siapa tak marah dan sakit hati ketika karyanya dikritik? Siapa yang tak sedih, berduka..karyanya ternyata terbit, menghialng begitu saja, tak laku di pasaran? Bergabunglah dalam gerbong FLP, maka kau akan kuat menghadapi setiap macam tikaman, hantaman, gulungan dan hempasan terhadap karya dan kadang, menunjuk langsung ke pribadimu. Di gerbong FLP ada Teh Imun, mb IJ, bang Hal, kang Irfan, Ganjar, mb Afifah, Asa Mulchias, Nurbaiti, Kokonata (maaf nama yg lain kalau lupa…) Di jajaran Jawa Timur sendiri ada Lutfi Hakim alias Adam Muhammad alias Jarwil Pusat, ada ustadz Fathoni, ada mb Ummu, mb Titaq, Lukman Hadi, Arif Lutfi, Veru, Fauziah, Gesang Sari, Syahrizal……baik petinggi, pembesar, tetua, senior, hingga pemula, ketua cabang dan ranting yang semuanya selalu memberikan semangaat……ayo mb Sinta, ini adalah dakwah kepenulisan. Tak penting penilaian manusia. Percayalah, tulisan yang diniatkan mencari ridhoNya pasti akan mendapat tempat di kursi kemuliaan. Tak penting FLP dianggap tidak punya muatan sastra, yang penting kita berdakwah….berdakwah dengan cara hikmah sehingga membuat orang makin mengenal dan mencintai Islam. Mencintai kebajikan. Itulah maka, menulis bersama FLP tak pernah kehilangan daya. Tak pernah surut meski kritik terus berhamburan. Tentu, bukannya tak memperbaiki diri. Tapi bergabung bersama FLP membuat kita selalu ingat dan waspada untuk terus memperbaiki niat, memperbaiki kualitas diri dan tulisan, bermohon kepadaNya untuk dimudahkan segala urusan. FLP membantu mengingatkan bahwa penulis bukan selebritis. Jauuuh! Kita mungkin dimintai foto, dimintai tanda tangan…tapi lebihd ari itu, kita harus meninggalkan jejak bermakna hingga suatu saat nanti, ketika tinggal nama yang dikenang….maka mengalirlah pahala amal jariyah sebab tulisan-tulisan kita membuat orang kembali lurus di jalanNya. Bersemangat bergabung dalam barisan yang bersatu padu, teratur rapi.
Di bawah ini beberapa kritik yang membuatku amat sangat belajar. Semoga bermanfaat buat siapapun yang tengah belajar menulis ( isinya kurang lebih demikian…)
Helvy Tiana Rosa : Lafaz Cinta novel yang bagus. Tapi kamu kurang menggalinya dengan dalam. Coba dibuat detail sehingag lebih ”menukik”.
Asma Nadia : Sinta kalau menulis cerpen kurang fokus ya? Coba deh, fokus ke satu tema, dalam cerpen jangan semua tema mau dikembangkan.
Ali Muakhir : mb Sinta itu kalau nulis panjang-panjaaaang bagnet ya…lebh cocok menulis novel dibanding cerpen.
Gol A Gong : aku lebih suka judul “Singa di Padang Kekuasaan” dibanding “Sebuah Janji” . Kayak judul lagu dangdut …(membuatku belajar bahwa “Judul” adalah sesuatu yang sangat penting)
M. Arief Lutfi : apa yang membedakan para ulama padahal mereka menulis hal-hal yang sama (bab sholat, bab jihad dl)? Adalah karena mereka punya bashiroh, punya ruhiyah yg kuat sehingga meski tulisan sama, tetap punya kecemerlangan. Meski tulisan kita sama dengan yang lain, tapi kekuatan ruhiyah akan punya daya cemerlang yang beda.
Rahmadiyanti Rusdi alias mb Dee : coba baca buku X, Y mbak…sebagai bahan pembanding (karena saya suka menulis novel sejarah)
Aferu Fajar : sastra sejarah muncul untuk menonjolkan tokohnya, kejadian penting. Teh Imun : dalam menulis bukan hanya butuh diksi indah, pembaca dibombardir dengan kalimat-kalimat dengan kosa kata yang kya. Perlu digiring agar tulisan lebih bermakna.
Bang Hal & Kang Irfan : (mereka seperti siapa ya? Ooo…seperti para suhu Takudar yang lebih banyak di belakang layar ;P)
Ganjar Widhiyoga : ayo mbak …kita lomba menulis…hehe..
Afifah Afra : (meski lebih muda, tapi saya lebih suka memanggil Mbak sebagai bentuk penghormatan. Mb Afra dengan sosoknya selalu mengingatkan bahwa menulis adalah kerja dakwah dan dakwah…saya sering menceritakan beliau ke anak saya, terutama Inayah ..;P)
Maka…..bagi yang pernah membaca karyaku 10 tahun lalu dan tertawa lucu, itulah karya yang masih sangat mentah. Yang masih harus terus diperbaharui. 10 tahun menulis masih belum cukup matang, sebab para ulama…terus menulis hingga akhir hayat mereka 😉
Semakin memantapkanku untuk bergabung ^^
Jazakillah Mbak…
Saya sewilayah juga loh…
Semoga kalau kelak diterima jadi anggota FLP Blitar khususnya, dan Jatim pada umumnya…
Semoga daku diberi kesempatan oleh Allah, utk bertemu Mbak Sinta ^^
Mau da TFT & Muswil FLP Jawatimur dek…., Juli, silakan kontak mb Gesang Sari untuk bisa hadir 🙂
menulis , …. membuat kita menjadi banyak berkembang boitier électronique voiture , … karenadengan menulis, apa yang kita kuasai manjadi lebih mantap …
Oki doki Mbak… Jazakillah ya, saya sudah bergabung dg FLP Blitar ^^