Milad ke-20 FLP yang berlangsung di Bandung berjalan sukses, hangat dan meriah.
Parade penulis senior hingga junior di panggung, memberikan orasi 15 menit yang sangat memperkaya peserta yang hadir, termasuk saya. Rasa-rasanya ilmu kepenulisan kita masih jauh dari cukup untuk menghadapi tantangan di era global.
Hadir di acara-acara FLP membuat saya semakin bersemangat untuk terus menulis, berorganisasi dan menambah wawasan keIslaman. Bagaimana tidak?
Di era digital, bukan hanya niat yang harus terus menerus diperbaharuai agar senantiasa ikhlas dan tawakal kepada Allah Swt. Kadang, niat baik kita tidak selalu bak gayung bersambut dengan arus pasar. Akibatnya, tulisan (fiksi atau non fiksi) yang telah susah payah dituangkan tidak laku di pasaran. Bahkan, jeblok, begitu cepat write off. Padahal tulisan tersebut kita tulis susah payah dengan referensi yang banyak sekali. Sementara mereka yang menulis asal-asalan, mengikuti selera pasar, terkesan menulis apa adanya justru laris manis. Menuai keuntungan material yang besar.
Lantas, apa yang harus dilakukan oleh seorang penulis?
Tanpa mengurangi niat awal dakwah bil qolam, senantiasa menebar kebaikan dan pencerahan dengan pena yang digoreskan, penulis-penulis FLP harus siap go international. Bukan hanya go local dan go national saja.
Simak apa saja yang disampaikan oleh para suhu dunia literasi ini. Jangan lupa untuk terus mengasah kemampuan dan tidak lupa, mental baja!
Masyarakat Sastra (Irfan Hidayatullah)
FLP telah membentuk masyarakat sastra sendiri yang saling memengaruhi satu sama lain. Masyarakat sastra terdiri dari :
- Pembaca
- Penulis
- Penerbit
- Pasar
- Kritikus
FLP (Forum Lingkar Pena) awalnya adalah masyarakat pembaca. Setelah menjadi pembaca rutin dan kritis, timbullah keinginan untuk menciptakan karya sastra sendiri. Masyarakat pembaca ini lambat laun menjadi masyarakat penulis. Beberapa anggota FLP pun duduk di penerbitan seperti Ali Muakahir, Koko Nata, Benny Rhamdani. Rahmadiyanti Rusdi, Afifah Afra dan masih banyak lagi. Pasarnya sudah jelas, yaitu orang-orang yang suka membaca buku-buku dengan genre tertentu : genre yang mencerahkan, religius dan tidak meninggalkan gaya khas anak muda. Dari lingkaran ini muncul pula kritikus sastra yang tumbuh dari kalangan aakdemisi dan sastrawan/ budayawan seperti Taufik Ismail, Joni Ariadinata, Irfan Hidayatullah, Topik Mulyana, dkk.
Masyarakat sastra ini sungguh luarbiasa sebab telah membentuk mata rantai ekosistem tersendiri yang akan saling memberdayakan satu sama lain. Penulis FLP insyaallah tidak akan mati, sebab telah memiliki pangsa pasar tersendiri. Meski demikian tetap saja, setiap penulis harus terus mengasah dirinya akan semakin berkualitas. Apa sumbangsih FLP selain dunia perbukuan? FLP juga memberikan kontribusi secara langsung maupunt idak alngsung kepada dunia sinema. Para penulis yang tergabung di FLP seperti Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Habiburrahman el Shirazy dan banyak lagi rekan-rekan FLP yang giat mennulis scenario film; menjadikan dunia sinema tanah air semakin berwarna.
Industri film yang dikuasai Hollywood (Amerika), sesungguhnya cukup tersaingi oleh industry film dari negara-negara yang ingin maju ke pentas dunia. 5 negara yang menjadi kompetitor Hollywood adalah India, Perancis, Singapur, Korea Selatan dan Thailand. Pemerintah Perancis mensubsidi film-film Perancis agar dapat bersaing dengan film-film lain. Sementara India memasang strategi, para sineas disekolahkan di Amerika untuk kembali ke India membuat film sendiri yang tak kalah menarik dan mewah. Bollywood adalah salah satu industri film yang memiliki warna terendiri, tidak kalah dari Hollywood.
Catatan untuk FLP (Helvy Tiana Rosa)
Bunda kandung FLP ini memberikan beberapa catatan penting terkait FLP setelahh memasuki usia 20 tahun. Point penting tersebut antara lain :
- Kaderisasi
- Kemampuan menguasai media
- Kemampuan “menjual diri”
Helvy TR mengutip ungkapan Jamal D. Rahman bahwa FLP telah mampu membuat lingkaran sendiri. Lingkaran itu adalah para pembaca, penerbit, para penulis dan juga pasar. Lingkaran ini merupakan simbiosis mutualisme yang akan saling menguntungkan satu sama lain.
FLP harus mampu mengakder penulis-penulis baru dan tidak hanya memunculkan penulis senior. Penulis FLP harus terus mengasah diri untuk mampu menguasai media. Meski demikian, banyak penulis FLP yang bagus tidak mampu “menjual diri” karena rasa malu atau terlampau tawadhu. Maka menjadi kewajiban organisasi untuk mampu memoles penulis-penulis berbakat ini agar mampu muncul ke permukaan.
Kiat Penulis Masa Kini (Benny Rhamdani)
Penerbit sesungguhnya terus membutuhkan penulis dan karya-karya mereka. Apa saja syaratnya agar mampu bersaing di era digital?
- Penulisnya terkenal
- Contentnya bagus
Yang dimaksud penulisnya terkenal bukan selalu penulis senior. Tetapi penulis yang rajin terus mempromosikan karya-karyanya di media sosial. Penulis yang rajin memposting bahwa ia sedang menulis buku berjudul dan bertema X. Penerbitan adalah industry content jadi contentnya tentu harus bagus. Banayk contoh content yang menarik untuk dijual.
Puisi pendek yang dulu tidak laku, belakangan laku dijual. Buatlah quote-quote dari halaman tersebut untuk mempromosikan karya terbaru.
Ada juga penulis yang beralih profesi menjadi pekerja seni lettering yang karyanya terpampang di dinding –dinding rumah atau bangunan sebagai karya seni.
Penulis seharusnya menjadi trendsetter. Bukan follower.
Follower akan cepat laku namun juga cepat pudar. Sementara penulis trendsetter akan selalu establish, sayaratnya ia harus banyak membaca.
Bagi Benny Rhamdani, gadget tidak selalu bermakna negative bagi penulis bila ia tahu memanfaatkan. Ia bercerita, pernah menemui anak-anak muda yang seolah-olah tenggelam dalam gagdetnya namun sesunggunya tengah menulis di wattpad. Untuk media sosial jangan malu untuk memfollow seseorang agar dapat saling belajar dan saling mempromosikan.
Sangat menginspirasi..
Menjadi semangat untuk terus menulis.
Terima kasih.
Masya Allah…
sangat menginspirasi…