Tak banyak yang kuingat tentang Habibie. Ia presiden ke 3, bertubuh mungil, dengan mata besar dan cerdas. Aku pernah membaca sekilas biografi dirinya ,tapi banyak pula yang lupa. Satu yang masih melekat di ingatanku :
….suatu ketika, ketika ia menjabat presiden Indonesia, Habibie menyarankan agar rakyat Indonesia berpuasa Senin Kamis. Ia menghitung berapa ton beras yang bisa dihemat dari gerakan berpuasa tersebut. Aku melihat berita ini di televisi.
Sungguh, banyak yang mencemooh huuuu.
Tapi bagiku luarbiasa! Ia mencari jalan keluar permasalahan bangsa dengan upaya mendekatkan diri pada Tuhan.
Dua putra Habibie, Ilham Akbar dan Thariq Kemal, juga bukan orang sembarangan.
Suatu contoh keluarga terpandang, pejabat tinggi, yang seharusnya kita lihat sebagai teladan karena selain terlihat mengedepankan nilai-nilai religiusitas, mereka menimba keilmuan dan tak terpancing menjadi pengusaha – khas anak-anak para pejabat di negeri ini. Dan, tentunya di balik Habibie, Ilham dan Thariq; berdiri tulang punggung yang menjadikan mereka semua tetap berjalan dengan dagu tegak, lurus menapaki jalan.
Membaca ulasan sebuah Koran nasional tentang bagaimana Habibie mencintai istrinya, sungguh romantis. Usai sebuah acara kenegaraan dimana media telah mengerubungi laksana semut, Habibie justru sibuk mencari, “..mana Ainun? Mana Ainun? Saya belum pernah berpisah darinya.” Habibie menepis publisitas, sebaliknya, lebih mencari istrinya.
Ah, jika mau, Habibie bisa mencari seribu macam perempuan saat menjadi orang terpandang di negeri ini. Tapi hanya Hasri Ainun –si mata indah yang tetap menemaninya menembus belantara kehidupan. Dan kita pun bangga pernah memiliki seorang ibu Negara yang cantik, baik, pintar, seorang dokter pula.
Usai ajal menjelang, Habibie dan putranya mempeerbanyak shalat, mungkin demi meredam dukalara yang terasa demikian dalam menggores.
Tak mungkin ia hanya perempuan biasa, seperti perempuan kebanyakan. Ia pasti telah meninggalkan jejak dan bekas yang begitu berarti hingga suami dan anak-anaknya demikian kehilangan, pun bangsa ini. Ia pasti perempuan istimewa. Pasti perempuan berbudi. Pasti perempuan luarbiasa.
Dalam sms ku pagi tadi, ke tempat suamiku yang jauh di Jakarta aku berkata : ah, aku ingin mas pun seperti Habibie kelak yang demikian sayang kepada istri, bahkan ketika sakitnya.
Selamat jalan, bu Ainun, wahai mata yang indah.
Pak Habibie, sekalipun jauh di negeri orang, kami mendamba orang-orang sepertimu di negeri yang memiliki hutang Rp.1588 T ini. Di negeri yang apapun bisa menjadi kerusuhan : sepakbola, pilkada, penertiban PKL, perebutan harta warisan. Pulanglah pulanglah ke negeri kami. Negeri kita bersama. Kami yakin, cintamu pada Hasri Ainun dan Indonesia, tak akan pernah tergantikan.
sama mbak, akupun berharap suamiku juga setia seperti bp Habibie pada istrinya sampai ajal menjelang ^_^
Sama-sama berdoa mba Wiwid 🙂
hehee…mengamankan posisi kedua..
aq jg berharap bs setiaaaaaaa trusssss… 🙂
Smoga setia, mas Julius 😀
Wa, aq baru tau kalo di zaman kepresidenan Habibie, Beliau menyarankan kita untuk berpuasa senin kamis. Wa luar biasa!!! Patut ditiru tu……….., Hehehe, setuju gak?