Malang, 16 Mei 2009
Mengapa karya harus diterbitkan?
Setelah melewati proses panjang menulis yang menghabiskan waktu berminggu, berbulan, bahkan bertahun-tahun; seorang penulis dihadapkan pada proses perjuangan yang berikutnya : menerbitkan karya. Mengapa sebuah karya harus repot-repot diterbitkan?
Sastra terlahir lewat proses rumit (bukan berarti sulit) yang menghabiskan seluruh energi penulis, terkadang menghabiskan pula seluruh sumber dananya untuk menggali referensi J. Bukan itu saja, saat menulis seringkali penulis harus menyingkirkan sekian banyak agenda agar tulisannya dapat diselesaikan tepat waktu ; agar idenya yang masih segar & actual secara tepat waktu disebarkan ke tengah masyarakat.
Sastra berisi kegelisahan pengarang, ada tujuan, pretensi (tuntutan), visi, harapan ideal yang menyuarakan kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang ada. Sastra melembutkan sebuah makna agar esensinya sampai ke tangan para pembaca. Sebagai contoh, membangkitkan kesadaran tentang keharusan muslimah berjilbab seringkali tak dapat dilakukan secara dogmatis. Sastra, baik fiksi dan nonfiksi dapat menggiring pemahaman, penafsiran, kesadaran lalu memunculkan titik balik penting dalam kehidupan seseorang.
Sastra yang ditulis, diterbitkan, dibaca, dikritik sendiri bisa disebut narsistis : sang penulis bangga & cinta pada diri sendiri. Ia enggan dikritik dan direspon oleh pembaca luas, merasa nyaman dengan zona produksi yang diibaratkan katak dalam tempurung : merasa sukses padahal belum berbuat jauh untuk dirinya dan ummat.
Sebuah karya diterbitkan agar menjadi artefak bermakna. Bayangkan jika di masa lalu para imam madzhab enggan menulsis, para warraq (penyalin) enggan bersusah payah menggandakan karya para ulama.
Proses kreatif boleh jadi subyektif & individual memerlukan kerja sendiri dan kontemplasi yang panjang. Ia sejenak menjadi makhluk asosial yang harus mengurung diri di area pemikirannya sendiri agar bisa fokus menuliskan gejolak hati. Uniknya; ketika karya akan terbit berarti si penulis bersiap diapresiasi, ditafsirmaknai, disanjung, dicacimaki; seorang penulis berubah dari makhluk asosial menjadi makhluk sosial. Ia membutuhkan dukungan dari banyak orang : teman-teman penulis, editor, ilustrator teman komunitas bahkan keluarga dan masih banyak lagi. Semakin banyak apresiasi atas karyanya, semakin bagus pula.
Menurut pak Maman S. Mahayana dalam 9 Jawaban Sastra di Indonesia , karya akan membawa nasibnya sendiri. Kita tak perlu takut karya dicacimaki jika sebelumnya telah mempersiapkan secara maksimal. Jikapun kritik tetap muncul insyaAllah dalam rangka perbaikan karya penulis di waktu yang akan datang.
Ada beberapa alas an penulis memasukkan karyanya ke penerbit:
•Publikasi
•Distribusi
•Pengalaman berharga
•Belajar untuk berkembang
•Meningkatkan kualitas
Tetapi harus disadari bahwa ketika karya masuk ke dapurpenerbit, akan muncul beragam masalah dalam penerbitan karya
vKesastraan : kritik sastra menyangkut ide, diksi, gaya bahasa, tema, dsb
vDiluar teks : mekanisme pasar, editing, cover, distribusi, dsb
……….menuju penerbit!
Intern
•Siap mental, sholat istikharoh, banyak berdoa di waktu istijabah
•Yakinkah diri bahwa karya kita adalah yang terbaik
•Jangan mudah terpengaruh input yang buruk, terkadang ada masukan yang justru tidak membangun keyakinan diri kita misalnya : ah saat ini novel bersetting local tidak digemari, atau, fiksi sudah sangat menurun pasarannya dan seterusnya. Yang pasti seorang penulis berarti merangkap menjadi da’i – daiyah sebab ia tengah berupaya menyampaikan kebenaran dengan bahasa sastranya. Seorang penyeru tidaklah pantas lekas berputus asa.
Ekstern
•List nama penerbit :
•Penerbit profesional yang berpengalaman atau penerbit baru?
•Gali info & sharing : MOU/SPP, royalti, hak-hak penulis, distribusi, promosi, dsb
MOU/SPP
•Tercantum nama Penerbit dan Penulis
•Penulis memberikan soft copy
•3 bulan setelah perjanjian karya yang sudah di acc harus terbit
•Berapa lama naskah kita dimiliki penerbit?
•Berapa eksemplar cetakan pertama dan maksimal eksemplar dicetak?
Royalti
•8%, 10% per 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan
•Flat putus : 3 juta – 12 juta (tergantung kualitas buku & penulisnya)
•DP (down payment)
Distribusi & Promosi
•Ada yang punya badan usaha sendiri (Gramedia, MMU)
•Ada yang tersambung langsung ke penerbit
•Promosi ditangani penerbit atau penulis?
Bagaimana melakukan kerja sama dengan penerbit?
ØList penerbit
ØKontak editor atau kontak nomer yang tertera di buku penerbit ybs
ØKontak dengan telpon, sms, imel-facebook
ØJika di acc kirimkan naskah dalam bentuk softcopy ( hardcopy jika diminta)
•Pastikan editor menerima naskah kita ( ingat! Kadang lebih dari 3x kita mengirim , data terselip)
•Pastikan editor :
vMenerima naskah
vMembaca sinopsis
vMembaca sekilas
vMembaca detil
vMelakukan editing (penerbit/outsources)
v
Jika outsource
•Penerbit atau kita yang harus mengontak editor?
•Pastikan kita punya hubungan baik dengan editor/outsource sebab ia-lah yang akan menggarap naskah kita
Naskah di acc
•Revisi atau tidak
•Persiapan Cover : minta agar cover kita maksimal, cek terus bagian lay out
•Bersiap mencari endorsment
•Terus pantau dari bulan ke bulan,kapan terbit ?
Alhamdulillah…karya telah terbit!
•Kontak teman-teman via sms
•Buat promosi kecil-kecilan
•Bedah buku
•Terus promosikan sekalipun sudah lewat berbulan-bulan
•Ingat! DP atau royalti harus disisihkan untuk promosi
Bagaimana jika tidak tembus penerbit manapun?
•Revisi ulang, edit, rekonstuksi
•Jangan putus asa jika ditolak! Perbaiki dan coba penerbit lain
•Jika sudah tak mampu menembus semua penerbit sementara kita yakin naskah itu bagus , mengapa tidak mencoba indie label?
Jazakumullah Khoiron Katsiron
euh mending ribet ya jadi penulis. its ok jadi tambah ilmu neeh. makasih ya mba.
duh… makasih, Bun!
mending lebih baik bunda jadi Motivator ja, gmana?
Bunda juga suka kok jadi motivator. Bunda yakin, banyak adik-adik FLP itu yang luarbiasa tulisannya, hanya belum PD. Ayo sama2 berjuang! Biar Islam makin berjaya
ThanQ banget n puuoollL Bunda