Rumah nenekku, hanya dipisahkan oleh pagar-pagar seng dengan sebuah areal pemakaman yang luas. Sejak kecil, bila pulang ke rumah nenek, aku tidak pernah takut – bahkan bila malam- untuk tinggal di rumah nenek. Perlu diketahui, ruman zaman dulu tidak seperti rumah zaman sekarang yang hanya berukuran 90, 100, 115 m2. Tetapi luaaas sekali. Halaman belakang rumah nenek yang luas dipenuhi tanaman pisang, mangga dan aneka ragam perdu.
Bagi sebagian orang, makam atau kuburan, terasa menakutkan.
Bagiku yang saat itu masih kecil, tidak. Tetapi aku terbiasa mendengar kisah-kisah yang luar biasa dari orang-orang, tentang orang yang memulai hari-hari mereka sebelum masa keabadian : hari transisi di alam kubur. Semoga , ini menjadi pelajaran untuk disimak.
Tulang Putih orang sholih
Kisah ini, mungkin mirip dengan puluhan kisah yang anda dengar : sebuah makam yang terpaksa dibongkar, karena penuh atau memang akan direnovasi oleh keluarga besar. Maka dibongkarlah sebuah kuburan tua. Semua yang meninggal sama, tinggal tulang belulang, kecuali sebuah mayat yang memang tinggal tulang , tetapi warna tulangnya sangat berbeda : berkilau seperti mutiara!
Selidik punya selidik, orang yang tidak pernah kukenal itu, konon kabarnya dikenal masyarakat sebagai salah satu orang sholih dan berakhlaq baik. Hm, bahkan, jejak usai kematiannya pun berbeda ya antara orang baik dan buruk?
Tulang hitam, Makam yang luas
Sebut namanya pak Untung. Ia orang yang sangaaaat baik, tak pernah marah. Tak pernah mencela. Sangat sabar, dengan semua ujianNya. Satu lagi, sangat suka menolong orang. Tak pernah ada orang yang minta pertolongan dan nasehatnya, tanpa mendapatkan jalan keluar. Sayang, pak Untung tak suka….sholat. Ia bahkan nyaris mengabaikan sholat Jumat, meski tercatat sebagai seorang muslim.
Maka, entah bagaimana, makamnya terpaksa digali.
Sungguh, makam pak Untung, terlihat demikian luas bagi orang-orang yang hadir, jauh lebih luas dari makam-makam yang biasa. Konon kabarnya, itu disebabkan pak Untung selalu melapangkan semua kesulitan orang yang datang padanya. Tetapi, …tulang pak Untung, berwarna hitam. Naudzubillahi min dzalik.
Jasad yang Utuh
Kisah tentang seorang lelaki, yang karena banjir, makamnya terpaksa dipindah. Subhanallah, jasadnya hanya kisut, dengan ujung-ujung jemari melengkung. Jasadnya tidak membusuk, kecuali seperti diawetkan seperti mummy. Pak Ali, sebut saja demikian namanya, ternyata semasa hidup selalu menjaga “kesucian”. Konon kabarnya, ia sangat berhati-hati bila beristinja’ (cebok) dan…..tak pernah mengghibah/ membicarakan orang lain. Subhanallah, masyaAllah….ingin ya seperti itu?
Ular di pemakaman
Mungkin, ini pelajaran berharga bagi saya pribadi untuk menjauhi sikap kasar, brutal, ugal-ugalan. Konon, pernah ditemukan seekor ular melingkar di makam, saat menunggu jasad yang mati untuk dikebumikan. Si mayat, dikenal sebagai orang yang sangat kasar, tak pernah bersikap lemah lembut pada orang lain, sehingga tak terhitung jumlah mereka yang mengelus dada karenanya. Naudzubillahi mindzalik.
Anjing melolong dan situasi mencekam
Suatu malam, anjing melolong di pemakaman.
Lolongannya panjang, melengking, tak berhenti-henti. Situasi pun malam itu mencekam, tak seperti biasanya. Aku yang masih kecil saat itu, bertanya pada tante.
“Kenapa ya , Tante…anjingnya seperti itu?”
“Biasanya, anjing melolong seperti itu, bila ada orang yang barusan meninggal,” kata tanteku, yang seumur hidupnya tinggal bersama di rumah nenek. “Dan….juga yang dimakamkan, bukan orang baik. Anjing-anjing itu seperti melihat sesuatu. Tante sendiri merasa aneh dan takut, bila di makam belakang, barusan dikebumikan orang yang sepanjang hidupnya dikenal tidak baik. Kalau orang sholih yang meninggal, rasanya gak ada perasaan takut.”
Orang yang tidak percaya kehidupan sesudah mati
Suatu ketika, ada seorang pemuda yang tidak pernah percaya agama, tak percaya hidup sesudah mati. Sebut namanya, Ari. Ari, berteman dengan Galuh, anak seorang juru kunci. Maka Galuh, suatu kali mengajak Ari bermain ke rumah yang bersebelahan dengan pemakaman.
“Kutunjukkan Bapakku menggali makam.”
“Koq digali?” Tanya Ari.
“Ya, kadang karena masa sewanya habis, atau harus ditumpuk, atau tanah itu punya keluarga besar, jadi kaplingnya harus dibagi-bagi.”
Ari mengikuti Galuh. Beberapa kali melihat makam terbuka.
“Lihat bedanya nggak?” Galuh bertanya .
Mulanya Ari tak terlalu melihat perbedaan, tetapi setelah seksama, dilhatnya macam-macam perbedaan. Galuh menjelaskan,
“…kata bapakku, semua mayat dimasukkan dalam kondisi sama. Semuanya membujur. Setelah dibongkar, masing-masing berbeda : ada yang berkumpul di kepala, di lambung, di kaki. Ada yang tetap utuh membujur kaku, seperti sedia kala.”
Ari bergidik, ketika Galuh menceritakan secara singkat sebuah hadits, yang meriwatkan secara panjang ucapan Rasulullah Saw tentang perjalanan orang dicabut nyawa hingga dimakamkan. Galuh menceritakan secara singkat, bahwa setelah mayat dikebumikan, ia betul-betul mati, tetapi bumi tidak mati. Bumi ganti berbicara dan menyambut mayat tersebut, persis seperti apa yang ia lakukan ketika masih berjaya berjalan di atas bumi.
Sejak itu, Ari lebih baik dalam menjalani agamanya.
(disadur ulang dari kisah-kisah nyata)
Subhanallah..