Jika bukan karena da’wah, Sinta Yudisia bukanlah siapa-siapa.

Hanya ibu rumah tangga biasa, seperti ribuan perempuan yang lain.

Bersama da’wah, Allah SWT membantuku menemukan jati diri sebagai ibu yang istimewa, perempuan yang special, penulis dan juga penjelajah tempat & waktu. Karena da’wah, dipermudahNya aku sampai ke Jakarta,  Jombang,  Malang, Solo, Probolinggo, Bondowoso, Pasuruan, Pamekasan, Sumenep, dan berikutnya Banjarmasin.

Da’wah di FLP memperkenalkanku dengan rekan-rekan pejuang dari Banjarmasin, pak Khairani (kembaran pak Tifatul Sembiring !), Murni dan Ni’mah. Murnilah yang mengundaku ke acara Salam Muharram : jalan cinta para Muslimah yang diadakan UNLAM, Banjarmasin.

Aku sampai di bandara Syamsudin Noor sekitar pukul 17.00 WITA.

Kalimantan, salah satu kekayaan Indonesia yang tak ternilai harganya baik hasil bumi maupun sejarah. Aku menempuh jalan yang coba kuingat : Banjarbaru, Veteran, masjid Sabilul Muhtadin yang masih tahap renovasi.

Kami menginap di hotel Palm, jalan S Parman. Padahal aku sudah wanti-wanti ke adik-adik agar tidak mengeluarkan biaya banyak untuk penginapan, menginap di kos-kosan pun jadi.  Aku mudah tidur di mana saja, malah susah tidur di kamar yang terlalu bagus.

Sebetulnya, pagi hari kami berencana ke Pasar Terapung tetapi karena panitia pastilah sangat sibuk, kami hanya bisa ke Masjid Sultan Suriansyah dan Makan Sultan Suriansyah. Foto-fotonya yang eksklusif aku sertakan J.

Antasari & Mayangsari

Dua tokoh ini dekat dengan masyarakat Banjarmasin.

Antasari adalah nama IAIN di sana, sekaligus pahlawan nasional yang terkenal.

Sultan Suriansyah semula penganut Hindu, dengan nama asli Ragabuana. Ia meninggal tahun 1546. Sang Sultan adalah penguasa Kerajan Kuin, beliaulah penganut Isam I dan dengan pengaruh beliau Islam menyebar ke seluruh  Kalimantan. Sultan hanya memiliki satu istri, Permaisuri Mayangsari. Permaisuri yang cantik sholihah ini menurunkan anak-anak yang banyak.

Tokoh terkenal lainnya adalah Syaikh Arsyad al Banjari, yang menyusun kitab terkenal Sabilul Muhtadin, semacam kitab fiqih.

Sepak terjang Sultan Suriansyah dalam menyebarkan Islam sungguh luarbiasa. Sayangnya , nyaris semua artefak yang mengaitkan perjuangan beliau dengan Islam musnah dalam masa peperangan melawan Belanda (konon kabarnya memang sengaja dimusnahkan Belanda agar jejak Islam sama sekali tak tercium lagi di Banjarmasin).

Orang Banjarmasin bertabiat lemah lembut.

Beberapa bahasanya sempat membuatku bingung.

Pian (anda), ulun (saya), pun (semacam ungkapan maaf).

Aku, Mona, Tia dan Murni berjalan-jalan mengikuti sungai Kuin Jerujuk. Masjid yang indah, masjid Sultan Suriansyah menjulang dengan ornamen yang unik (berbeda dengan ornamen Asta Tinggi Sumenep yang pernah kukunjungi). Banyak sekali tiang kayu dengan pahatan bunga dan daun, mungkinkah ini sebagai simbol kesuburan tanah mereka?

Salah satu yang istimewa dari kompleks pemakaman Sultan Suriansyah, dahulunya tempat ini merupakan istana lengkap dengan pemadian dan sumber air. Sekarang berdiri juga musem di sana terpampang di dinding lukisan para Sultan dan silsilah keluarga bangsawan. Kendi-kendi, guci, pakaian raja juga masih tersimpan lagi.

Pada pemakaman Sultan, terdapat 4 penutur sejarah yang mampu mengingat sejarah tentang Banjarmasin. Penutur kami adalah bapak Ahmad Fauzi. Kita tak akan menemui kesulitan jika ingin bertanya tentang segala sesuatu sejarah lama Banjarmasin, mereka juga tak menuntut bayaran. Infaq yang seikhlasnya saja.

Aku takjub juga menyaksikan jajaran rumah yang umumnya didominasi kayu, berdiri berjajar di sungai. Konon dulu airnya jernih, sekarang hiiiii…. Majis Sultan Suriansyah juga didominasi kayu termasuk lantainya. Memasuki areal masjid, aku terkagum-kagum dengan ornamen istimewa yang menghiasi seluruh penjuru termasuk pahatan kaligrafi.

Usai itu kami sarapan nasi kuning.

Acara bertempat di aula Dekranasda Pemprov Kalsel jalan Sudirman. Sekalipun sempat diguyur hujan deras, peserta sangat antusias. Wajah mereka yang berkerudung, jernih murni, kurasakan detak ketulusan yang terdengar hingga ke batinku. Mereka belajar, berjuang mencari ilmu.

Seperti biasa aku bawa doorprize.

Ada kisah istimewa terkait 3 doorprize terakhir.

Mereka diminta membuat simulasi tentang penggunaan waktu sehari-hari. Umumnya memang muslimah supersibuk dengan segudang kegiatan kampus dan dakwah, tetapi ada yang spesial, menurutku. Setumpuk kertas yang harus kunilai cepat-cepat rata-rata menggambarkan hal yang sama selama 24 jam. Yang istimewa :

      peringkat ke 3 (dapat buku Rival2 Istri & satu paket cantik pin-batasbuku-stiker) : suka mengontrol air & lampu, setiap hari berusaha membuat catatan kecil, kumpul dengan anak kost dll

      peringkat 2 (dapat buku lafaz Cinta & paket cantik) : punya kebiasaan istimewa kumpul dengan tetangga, walau sekedar berucap ’hai’

      peringkat 1 (dapat The Road to The Empire & paket cantik) :

bagiku, muslimah bernama Rizky Amelia ini istimewa. Sampai-sampai kuminta kertas tulisannya untuk kubawa pulang ke Surabaya. Ia menuliskan program kerjanya selama 24 jam dan agendanya diwaktu pagi dalam rentang waktu jam 5-7 pagi sebelum berangkat kuliah adalah :

membangunkan adik-adik

memandikan adik-adik

menyuapi adik-adik

memakaikan baju adik yang masih kelas 1 SD

menyapu rumah

lalu ia kuliah, bertanya pada dosen hal yg tak dimengerti

Siang hari menjemput adiknya dari sekolah

ia aktif pula berda’wah di kampus.

Rasa hatiku tak dapat kupungkiri, aku menangis, begitupun Rizky. Alangkah istimewanya gadis ini, membantu pekerjaan orangtuanya sekalipun setumpuk tugas kuliah menyita perhatin. Kupikir ia pastilah muslimah yang lembut, penyayang, trampil, tak hanya memikirkan diri sendiri, mau bertanggung jawab meringankan beban orangtuanya.

            Tentunya masih banyak muslimah hebat diluar sana, semoga suatu saat aku bertemu dengan mereka..

            Aku juga berkesempatan bertemu sebentar dengan FLP Banjarbaru.

            InsyaAllah, aku akan ke Banjarmasin lagi tanggal 17 Januari.

            Melanjutkan perjalanan.

            Menikmati kebahagiaan, manisnya persaudaraan, membawa misi dalam buku-bukuku. Banyak yang bertanya, terutama masalah kepenulisan.

Aku hanya bisa menjawab singkat, sebagaimana sebuah pepatah Mesir mengatakan : رِحْلِة الأَلْف مِيل تَبْدَأ بِخَطْوَة

riHlit il-alf miil tabda’ bixaTwa

“From small beginnings come great things” (literally, “The journey of a thousand miles starts with one step”)

0 thoughts on “Liputan acara di Banjarmasin; Da’wah , The Thousand Miles of Journey”
  1. Assalamu’alaikum Wr. Wb…

    Apa kabar mba Sinta?

    semoga mba masih ingat dengan saya yang bukan siapa-siapa ini… hehehe…

    saya bangga pernah bertemu seorang penulis seperti mba… semoga sosok mba Sinta dapat memotivasi saya untuk menjadi seorang muslimah sejati…
    Insya Allah, mohon do’a ya mba…

    1. Wassalamwrwb.
      Dek, justru mbak terbayang sosok Rizky. Mb awa kertas adek ke Surabaya, mb simpan baik2 sebagai bahan cerita untuk putra putri mb. Mb terharu dengan kesabaran adek. Tersulah berbakti kepada orangtua, itulah kunci menuju kesejahteraan dunia akhirat. Makasih ya…mb juga senaaaang sekali bertemu adek, doakan mb istiqomah dalam diin ini. InsyaAllah tgl 17 Januari kita ketemu ya

  2. Assalamualaikum…

    bunda sinta….

    alhamdulillah akhirnya bisa foto dan minta tanda tangan juga dengan bunda….

    ana Agusrini…

    Ana menjadi editor dalam blog ksi ulul albab yang ada di program studi pendidikan matematika…

    doakan rini ya bunda…

  3. air mata saya jatuh tumpah ruah membaca ini,,, rindu terselip disana,,, mungkin bunda sinta tidak ingat saya, saya hanya peserta biasa di 3 acara bunda yng di banjarmasin, tanda tangan bunda di buku reinkarnasi membuat saya ingin menadi penulis seperti bunda..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *