Menulis status facebook?
Mengirim comment?
Klik tanda jempol?
Atau memeloti judul dan kerangka karangan yang tidak kelar-kelar ujungnya?
Bolak balik ke toko buku untuk -katanya- mencari referensi tetapi justru semakin resah : semakin banyak buku aneka ragam mulai penerbit indie hingga reguler, fiksi non fiksi, anak-remaja-dewasa, dalam luar negeri, komik hingga novel, buku biasa –elektronik-digital. Tapi dimana bukuku diletakkan? Berapa lama akan dipajang di toko buku sebelum di sweeping petugas karena 2 minggu hanya bertengger manis di rak, kalah oleh penerbit besar dan buku yang didahului pemutaran filmnya atau sebaliknya- buku itu diklaim akan segera diubah ke layar lebar.
Energi menulis yang meledak itu perlahan memudar.
Berganti kekecewaan, penantian panjang, frustasi –mungkin- atau putus asa.
Jangankan penerbit besar, penerbit indie pun memasang harga tak kira-kira. Majalah, koran bahkan media dunia maya pun menolak. Lalu bagaimana cara eksistensi diri jika bahkan tulisa kita pun dianggap tak cukup ’ada’ di dunia literasi?

Numerical
Dunia seringkali dikacaukan angka. Maaf, bukan bicara uang. Meski fakta angka juga mengacu beberapa hal penting. Demi Lovato, sebelum lolos Camp Rock harus melewati audisi 200an. Super Junior, DBSK, SNSD, Wondergirl, Shinee harus melewati ratusan bahkan ribuan hari dalam training sebelum memulai debut. BoA –salah satu penyanyi OST Inuyasha, dibawah SM Entertaiment juga- meghabiskan sekian jumlah hidupnya sejak kecil dengan bermain musik.
Gerah, melihat kesuksesan orang lain.
Apalagi kultur Indonesia, beranggapan deret angka adalah senilai dengan uang dan berapa banyak relasi. Padahal numerical bisa juga berapa kali sudah berusaha? Berapa kali berdoa? Berapa kali melakukan perubahan?
Jika numerical kita masih dibawah 10, yah…
Jika numerical kita kisaran 100, hm…
Jika numerical usaha, doa, perubahan berkisar ribuan….ingatlah. Equivalent Exchange, apa yang kau upayakan, itu yang kau dapat ( Fullmetal Alchemist- Hiromu Arakawa).

Fulus
Uang adalah hal penting.
Tapi sebagaimana Jessie J dalam Price Tag :

Why is everybody so obsessed?
Money can’t buy us happiness

Ketika keberuntungan berupa sukses ( yang seringkali ditakar dengan numerical pula berupa uang) kita lupa pada hal-hal yang teraih, dan terobsesi pada yang luput. Pengalaman, pertemanan, kebesaran hati, bahkan rasa sakit hati kita yang insyaAllah justru akan melambungkan doa-doa ke ‘ArsyNya adalah harga yang tak setara dengan uang.
Berapa lama JRR Tolkien menuliskan The Lord of The Ring? 25 tahun. (Maka Takudar Muhammad Khan yang baru 10 tahun belum lagi mencapai separuhnya). Rata-rata tulisan kita selesai cepat, yang memang, kita butuhkan untuk memenuhi beberapa keperluan. Itupun tak salah. Bukankah menulis adalah kasab alias pekerjaan yang halal dilakukan? Ketika bekerja maksiat berdosa, maka kasab yang halal pun bernilai pahala, insyaAllah.
Menghargai penuh rasa syukur setiap rupiah yang dihasilkan dari menulis, menyisihkanya untuk sedekah adalah hal-hal kecil yang mungkin akan melambungkan doa. Koran / majalah local yang hanya beroplah kecil dan memberi harga 50 ribu untuk tulisan kita, honor 100-200 ribu untuk cerpen yang mati-matian
diupayakan di depan computer, novel seharga 3-5 juta jika flat putus yang menguras seluruh energi kemampuan. Tetapi yang sedikit, penuh berkah, jika disyukuri.
Maal (tunggal) dalam Quran disebutkan 25x, Amwal (jamak) disebut 61 x.
Harta dalam agama adalah hal penting yang tak boleh diabaikan, sebab Islam adalah agama fitrah. Tetapi perlu disadari bahwa harta tidak melulu berupa uang. Kesehatan, kesempatan, persaudaraan, network dll yang diupayaka optimal, insyaAllah akan membuka peluang-peluang yang melancarkan rizqi – termasuk uang pula.

Another Chance
Kesempatan lain apa yang diperoleh dengan menulis?
Ilmu Pengetahuan.
Tanyakan pada setiap penulis manapun, apakah dengan menulis mereka semakin bodoh, tolol ataukah semakin bijak dan berpengetahuan? Jawaban yang terakhir adalah fakta. Seorang pemulung menulis, seorang remaja miskin menulis, seorang guru menulis, seorang ibu rumah tangga menulis, seorang pedagang kecil menulis. Mereka yang awalnya hanya orang biasa-biasa saja, semakin luarbiasa ketika sedikit demi sedikit wawasan terasah. Rasanya mustahil menulis terus tanpa menambah kapasitas keilmuan.
Secara pribadi, saya akan terus berkomitmen menulis, insyaAllah. Baik fiksi maupun non fiksi. Dunia kepenulisan pula yang kini mengantarkan saya menekuni ilmu psikologi yang semoga bisa tuntas hingga S2 dan S3. Adian Husaini mengatakan, 10-20 tahun ke depan Indonesia butuh santri yang berwibawa; yang akan memajukan Indonesia secara akademik, praktik dan semua aspek yang dibutuhkan umat.
Di ranah psikologi sendiri, terapis dan novelis bukan hal yang aneh.
Jean Piaget yang sangat dikenal dengan teori sensorimotorik, praopersional, operasional kokrit, operasional formal adalah seorang novelis. Frank Thallis, terapis klinis, melahirkan novel-novel macam Death in Vienna & Vienna’s Blood. Jonathan Kellerman , Ph.D melahirkan Dr. Death dan Over the Edge.
Lebih dari sekedar novelis, tentunya saya berharap para psikolog muslim mampu membuat madzhab sendiri seperti madzhab ke 4 Psikologi Transpersonal yang lebih dikaitkan ke dunia Timur.
Menulis membuka banyak kesempatan yang tidak terduga sebelumnya.
Menit demi Menit
Meluangkan menit demi menit setiap hari untuk membaca lalu menulis, tidak susah sebetulnya, jika sudah menjadi habit- kebiasaan & komitmen. Banyak waktu bisa diluangkan untuk membaca & menulis –kembaran yang harus terus dibiasakan bagi warga Indonesia jika ingin maju & bermartabat. Mengantri kamar mandi, menunggu bis, menunggu jaringan internet yang lemot, menunggu masakan matang, menunggu waktu sholat…banyak sekali kesempatan yang dapat dicuri untuk menghasilkan sebuah karya.
Jangan khawatir, dengan sempitnya kesempatan.
Dia Mencitpakan langit & bumi, Yang Menggilirkan malam & siang, Yang Melayarkan kapal di lautan,Yang Menurunkan air….Yang Mengatur pergerakan angin…..( 2 : 164)…mustahil tak mampu memberikan kesempatan berharga bagi hambaNya yang ingin berkomitmen & menegakkan eksistensi.

Bergabunglah bersama salah satu kapal layar yang mengangkut para pejuang pena di dalamnya. Kapal ini kadang terhantam badai, ombang, terkena puting beliung, koyak layarnya. Kapal ini secara regular berganti nahkoda, kapal ini mungkin tidak menyediakan harta karun berharga . Tetapi kapal ini menyediakan teriakan-teriakan semangat para awak kapal yang tiada lelah saling mengingatkan, saling mendorong dalam kebaikan, saling mengukir prestasi ,saling berbagi, saling mengkritik & mengevaluasi.
Bergabunglah bersama Forum Lingkar Pena.
Songsong Indonesia yang Bermartabat.
Sisihkan waktu menit demi menit penuh makna, rasakan hidup yang energik dan penuh vitalitas dengan selalu menulis!
Barakallah fii umriik FLP- Forum Lingkar Pena yang ke 15.
(mohon maaf lebih awal memposting yg seharusnya jam 11-12, sebab ada acara yang tidak bisa ditinggalkan)

Sinta Yudisia
Wakil Ketua FLP Jatim, Mahasiswi Psikologi UNTAG Surabaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *