Sejak gadis berprestasi, punya cita-cita tinggi.
Berkali-kali pula mendapatkan beasiswa ke luar negeri.
Lulusan Fukuoka dari universitas bergengsi.
Apakah ia sekarang kehilangan motivasi?
—–
Kak H , sebut aja demikian. Cantik dan lemah lembut, pintar dan penuh sopan santun. Perjalanan menjadi relawan LMI kali ini mempertemukanku dengan seorang perempuan yang unik. Mahir berbahasa Jepang karena bertahun tinggal di sana (ya iyalah! 2010-2017). Ikut AFS tahun 2003-2004 di Tokyo dan diterima di Universitas Kyushu yang bergengsi di Fukuoka. We-o-we!
Mengambil S2 jurusan Bisnis dan Teknologi dengan penelitian tentang Karakteristik Halal Market di Jepang. Sempat menjadi dosen di sebuah universitas di Bandung tapi kemudian memutuskan : tinggalkan semua dan jadilah ibu rumah tangga.
Whaaat?
Trus, mengandalkan pemasukan 100% dari suami?
Membuang sia-sia bertahun ilmu di Jepang dan berkubang dengan permasalahan rumah?
Apakah kak H ini sebetulnya sedang kelelahan dengan tuntutan beasiswa, kuliah, penelitian, akademis, pekerjaan, plus urusan RT sehingga ujung-ujungnya ingin istirahat dari semua tuntutan itu dan beristirahat dengan dogma “menjadi ibu rumah tangga itu mulia?”
Baiklah.
Jepang dan Ibu
Apa yang anda kenal tentang Jepang? Bunga Sakura, mata uang yen, anime, manga, cosplay? Sebutan otaku atau wibu yang tenar di Indonesia; bagi anak muda. Rata-rata, yang ingin ke Jepang memang membayangkan keserbateraturan kota megapolitan, dan membayangkan mencicipi makanan khas yang restorannya bertebaran di Indonesia.
Menghormati budaya leluhur adalah ciri khas bangsa ini.
Membayangkan perempuan Jepang akan terbayang AKB 48 , penyanyai YUI atau Utada Hikaru. Tetapi, bukan itu sosok yang ditemui kak H dalam kehidupan sehari-harinya di Jepang. Ia melihat, bahwa di Jepang perempuan sangat bangga menyebutkan dirinya sebagai seorang ibu rumah tangga. Salah satu yang dikenal banyak orang adalah, bagaimana IRT di Jepang menyiapkan bento yang cantik bagi anak-anaknya. Rata-rata tidak ada yang memiliki ART sehingga pekerjaan rumah dikerjakan sendiri. Gak ngebayangin deh; belanja masak nyuci sendiri. Belum ngurus anak-anak dan lain-lain. Walau orang bilang, “ah, di Jepang mah enak! Segalanya serba teratur, serba mudah.”
Emang bener juga sih. Tapi tetap aja, jadi IRT itu di belahan dunia manapun selalu melelahkan. Bagi Kak H, ia terkesan sekali selama tinggal di Jepang. Menjadi istri dan ibu itu dengan label di KTP – Ibu Rumah Tangga bukanlah sesuatu yang pantas membuat hati kecil tak bangga.
Transisi Wanita Karier ke Stay at Home Mom
Satu yang kutanyakan ke kak H saat ia memutuskan tinggal di rumah : bagaimana dengan cashflow keluarga? Apakah finansial cukup? Di satu sisi kita percaya rizki urusan Allah Swt, tapi di sisi lain tentu ada kecemasan terutama bagi seorang istri dan ibu : apakah gaji suamiku cukup? Setelah diposkan ke berbagai tempat ternyata secara nominal emang gak bakal cukup!
Apakah masih bisa pasrah : ah, itu urusan Allah?
Bukankah kita harus berupaya maksimal dengan bekal taqwa dan bertawakal di akhir usaha?
Ternyata, ilmu yang didapat kak H sepanjang ia berkelana ke negeri Jepun tak sia-sia. Apalagi bisnis dan teknologi menjadi keahliannya. Ia tahu, meninggalkan dunia kerja pasti punya resiko keuangan. Ia tahu, walau berupaya pasrah, pasti ada resah. Apalagi, ada anak-anak yang butuh dukungan materi immateri.
Jurus kak H ini bisa banget dipelajari adik-adik Muslimah yang kelak ingin berprestasi di dalam dan di luar rumah. Apakah akan menjalani karir di luar atau di dalam rumah, semua kembali pada pribadi masing-masing. Tapi jika seorang perempuan memutuskan full time Mom, kak H ini bisa dicontoh
- Sejak kuliah sudah merintis bisnis. Kak H ini emang kayaknya suka bahasa. Ia merintis lembaga bahasa asing bernama Hikari Language Center. Tampaknya ini menjadi tonggak yang bagus bagi siapapun (khususnya perempuan) bahwa merintis usaha apapun sejak dini, terutama masa sekolah/kuliah akan membuat masa depan lebih cerah. Kelak mau punya pilihan ngantor, part time job, full time mom gak masalah. Karena sejak single udah punya tabungan skill, syukur-syukur tabungan finansial.
- Ketika sudah menikah, punya anak, lulus S2; kak H ini melanjutkan secara online kursusnya dengan nama baru Hikari Bridge. Bahasa yang ditawarkan adalah Inggris dan Jepang. Siswanya 400 orang dari berbagai belahan Indonesia (mau ikutan daftar juga ah!)
- Ketika ada hambatan finansial, berusaha sedekah meski kondisi sempit. Alhamdulillah…ada aja bantuan dari Allah Swt (setuju, kak H!)
- Memantapkan hati bahwa kembali ke rumah bukanlah sebuah bentuk dendam, sekedar ingin istirahat, melemparkan tanggung jawab bahwa : “ah, yg wajib nyari duit kan suami!” Bukan seperti itu. Pendidikan al Quran, golden age yang berharga, ingin menjaga tumbuh kembang anak-anak dengan baik adalah cita-cita kak H untuk kembali ke rumah
- Ada salah satu quote menarik dari kak H : skill dan ilmu yang bertahun-tahun dipelajari selama ini hanya untuk mempersiapkan diri bekerja dan menjadi karyawan. (Hm, bener juga. Padahal setelah menikah kita bukan karyawan siapapun tapi justru majikan bagi diri sendiri. Gimana punya mindset jadi pemimpin perusahaan yang memajukan semua stakeholder dan mengatur semua sumber daya baik human resources dan financial resources. Kita kan gak selamanya bisa jadi buruh atau karyawan buat pihak lain, kan? )
Makasih banget atas ilmunya ya, Kak H yang Cantik!
Jadi belajar banyak nih, apalagi kita punya kesukaan yang sama : bahasa 😊
————–
#kisahunik #kisahajaib #relawanLMI #silaturrahim #3
Sedekah mudah, sedekah berkah, semoga harta berlimpah.
Infaq dan wakaf bisa dimulai dari 10K saja, lho!
👉 E-wallet atau transfer bank, klik ini aja https://pay.imoneyq.com/laz/lmi/XW1VX