Waktu nulis untuk beberapa platform (kwikku, karyakarsa), judulnya adalah Mata Astral, sekitar 25 chapter
Premisnya kurang lebih begini :
Cewek SMA yang ingin hidup hepi ala anak remaja umumnya, tapi terpenjara oleh kemiskinan dan ibu yang abusive.
Konflik muncul ketika dia bisa melihat hal-hal yang ghaib. Bisa merasakannya. Selalu ketakutan dan tertekan dengan kondisinya. Dia berusaha cari jalan keluar positif untuk kondisi yang tidak lazim buat anak seusianya.
Laris maniskah ceritaku?
Silakan tebak sendiri.

Sebagai penulis, aku memutuskan punya gaya sendiri.
Salah satunya, meski berksiah horror-comedy, Mata Astral harus bagus secara teknis. Bagus settingnya. Bagus pendalaman karakternya. Walau tampil di platform, aku gak mau asal-asalan. Kaidah-kaidah seperti KBBI kuperhatikan betul. Gak tau kenapa. Aku merasa, setiap karya tulis seorang penulis adalah karya masterpiece-nya.
Beberapa naskahku tampil di platform.
Ada pembaca setia. Ada yang hanya berkunjung sesekali saja ketika dibuka gratis. Semua gak menyurutkan langkahku buat nulis sesuai keinginan diriku.
Pernah tergelitik buat nulis yang hot-hot gitu, tapi memang gak ada waktu. Tulisannya yang mature atau dewasa ada di novel Dinasti Perak, itupun dengan bahasa metafora. Hasilnya? Tentu gak terlalu narik pembaca untuk berkunjung.
Btw, itu perjalanan singkatku menulis.
Aku punya buku doa yang isinya karya-karya yang kutulis.
- Nona Jepun.
- Mata Astral.
- Half of Lemon.
- Dinasti Perak.
Dll .
Bagiku, melantunkan doa adalah kewajiban dan kenikmatan. Menanti hasilnya adalah kerinduan.
Siapa sangka bahwa 2 naskahku, Mata Astral dan Half of Lemon dipinang oleh penerbit Syab Publishing, imprint dari GIP. Aku selalu suka dengan produk2 GIP. Cover2 bukuku yang jadul seperti Sebuah Janji, Bulan di Atas Grotte Markt, dll…merupakan buku2 dengan cover yang indah.
Berjalan bersama Syab, aku menelusuri kembali kerinduan dan rasa jatuh cinta pada dunia literasi. Berdiskusi bersama editor. Kritikan-kritikan atas karakter, alur, ending dan lain-lain. Kurevisi sesuai arahan mereka karena ada beberapa plot hole yang perlu diperbaiki. Cerita sama sekali tak berubah, hanya ditambahi 1-2 bab dan revisi detail karakter yang kadang terbaca ‘gak nyambung’ oleh pembaca awal (kalau penulisnya tentu nyambung2 aja karena aku udah baca bolak balik. Tapi, justru kita berharap kesan awal dari pembaca pertama, kan?)
Ada hal yang kupelajari betul dari perjalananku di dunia literasi ini :
Jangan menganggap remeh jejak menulis di platform. Tetapkah berkarya sebaik mungkin
Bila karya di platform ternyata minim tanggapan, bukan berarti jalan tertutup. Bisa jadi, pihak lain menganggap karya kita potensial untuk diterbitkan
Kalau karya telah ditulis sebaik-baiknya; mau alih-wahana ke manapun, insyaallah lebih mudah.
Banyak hal2 non teknis perlu kita miliki : kesabaran, merawat silaturrahim, reading stamina, writing stamina, motivasi kuat dll.
Selalu semangat belajar hal-hal baru. Karena, hal-hal baru akan menambah khazanah kekayaan pengalaman dan pengetahuan yang telah lampau.
Ada hal menarik ketika menentukan cover Mata Keramat (judul pengganti Mata Astral)
Ketika itu aku pernah buat polling-nya. Pilihan pertama banyak sekali yang memilih A (gambar mata satu besar di angkasa, memandang gadis lari ketakutan). Aku pun suka yang ini.
Lalu, aku bertanya pada adik2 ilustrator yang kebanyakan genZ. Mereka ngasih masukan terkait filosofi, makna, ruang kosong dll. Aku belajar banyak tentang ilustrasi meski aku gak bisa menggambar buat ilustrasi buku & cover. Dengan tim Syab hal-hal tersebut kami bahas, dan akhirnya jatuh pada pilihan B yang tak kurang banyaknya memilih demikian.
Obrolan ttg cover Mata Keramat
Bagiku, itu adalah hal baru yang penting untuk kupelajari.
Silakan membaca Mata Keramat, genre horror-comedy yang segera terbit, ya!
Cover Mata Keramat https://www.instagram.com/reel/DJ6TZbdJbmD/?igsh=MXF3NGNlYmJma2V0dQ==
pilihan audiens & ilustratorHorror