Menggagas Sekolah Pra Nikah (Republika, 21 Desember 2011~Sinta Yudisia)

ACARA SINTA YUDISIA Catatan Perjalanan mother's corner Psikologi Islam


Melihat angka perceraian yang fantastis sebesar 320.788 perkara di penghujung 2010 –sebagian besar memiliki usia pernikahan di bawah lima tahun-, pertanyaan muncul. Jika masing-masing keluarga memiliki dua atau tiga orang anak, berapa jumlah generasi muda ke depan yang memiliki mental tidak stabil akibat perpisahan orangtua di masa golden age? Bukan hanya perceraian, KDRT muncul bagai gunung es di permukaan : tampak menyembul sedikit dengan akar karang yang masih tersembunyi asal muasalnya. Ditambah ketidak cocokan dan perselingkuhan, cukuplah Indonesia mewariskan kehancuran dalam dua tiga dekade di masa depan.
Keluarga yang masih terikat sendi pernikahan pun belum menjamin akan mewariskan generasi yang jauh lebih baik dari orangtua mereka, mengingat minimnya pemahaman masyarakat terkait seluk beluk pendidikan anak, baik yang berbasis agama maupun pengetahuan aplikatif lainnya. Pernikahan sebagai gerbang terbentuknya keluarga yang merupakan intisari masyarakat dan pondasi sebuah Negara, lebih kepada seremonial formal yang semakin kehilangan makna dan fungsi. Diperkaya dengan pemberitaan media yang mengungkap sisi negatif kehidupan pribadi keluarga artis, semakin kokohlah kognisi buruk masyarakat awam bahwa begitulah pernikahan dan keluarga : mudah dibentuk, mudah pula digugurkan.

Anak-anak dan remaja yang tumbuh dalam keluarga bermasalah, dapat dipastikan memiliki ego strength yang rapuh. Mudah putus asa, mengekspresikan dengan cara yang keliru kebutuhan akan kasih sayang, juga melarikan diri pada sosok atau benda yang mampu memuaskan rasa haus afeksi.
Penyebab keretakan rumah tangga sangat beragam. Tahun 2010 penyebab pertama perceraian, sekitar 23,8% disebabkan permasalahan ekonomi. Urutan kedua sebesar 7,08% akibat perselingkuhan. Sisanya akibat kekerasan fisik 0,77%; akibat cemburu 3,52%; serta akibat lainnya seperti pernikahan lintas agama, pernikahan lintas Negara, nikah di bawah umur hingga menikah tanpa cinta.

Salah satu yang dapat diupayakan untuk memperbaiki kondisi masyarakat adalah memberikan edukasi dan pengetahuan memadai terkait seluk beluk pernikahan. Bukan hanya bagi mereka yang ingin menikah, tetapi bagi remaja yang memasuki masa akil baligh perlu pula diberikan pembelajaran. Mengapa remaja yang oleh Havigurst dikatakan ‘masa badai’ pun perlu mendapatka pengetahuan dini tentang berkeluarga? Sebagian besar permasalahan manusia berasal dari kognisi yang salah. Memahami cinta dan hubungan seksual secara terpisah dari konteks keluarga adalah salah. Remaja yang tidak punya pandangan menyeluruh tentang konsep keluarga akan beranggapan cinta dan hubungan intim hanyalah permainan masa muda, padahal bila terjadi sex pranikah dan menghasilkan keturunan, dapat dipastikan kualitas keluarga macam apa yang akan dihasilkan. Perceraian dan anak yang ditelantarkan kembali menghadang.

Pre marriage course sejak 1980 sudah digagas di barat menghasilkan sekitar limabelas ribu alumni dari satu lembaga kursus saja. Kabar membahagikan, sebesar 79% mereka yang menempuh pendidikan singkat ini berhasil menyelamatkan pernikahan. Orang mungkin bertanya-tanya, apa perlunya sekolah pranikah? Menikah adalah perilaku alamiah yang dapat dipelajari dari waktu ke waktu, dari nasehat rekan atau para tetua.
Mengambil analogi sebuah institusi, diperlukan lulusan strata satu hingga tiga untuk menangani derajat kesulitan yang berbeda. Masyarakat siap menyisihkan waktu dan dana seberapapun besarnya untuk menempuh pendidikan, demi dapat bekerja di institusi bergengsi dan mendapatkan penghasilan yang layak. Bukan hanya sekedar ijazah; pengetahuan dan ketrampilan yang didapat selama bertahun-tahun menempuh jalur akademis diharapkan mampu menghasilkan lulusan bertalenta. Pernikahan yang hampir dimasuki setiap manusia, adalah institusi yang digeluti sejak usia early adulthood atau masa dewasa awal hingga usia tua atau mati. Bayangkan, sebuah institusi yang dijalani selama lebih dari duapuluh lima tahun, dimasuki para pekerja yang sama sekali buta terkait institusi tersebut, menjalankan roda tugas hanya berdasarkan mitos, kearifan lokal, nasehat-nasehat yang terkadang jauh dari nilai akurasi dan kebenaran!

Pre marriage course atau Sekolah Pra Nikah mewadahi berkumpulnya para ahli yang diharapkan mampu memberikan solusi bagi kebuntuan pernikahan. Jika mengacu pada kurikulum di barat; pendidikan singkat atau kursus ini melibatkan kaum agamawan, dokter atau paramedis, financial planner, juga terapis. Para pakar di bidang tersebut akan membantu remaja atau usia dewasa awal , mempersiapkan ilmu memasuki gerbang pernikahan.

Peran agamawan sangat penting. Para ulama akan menguatkan sendi pernikahan dari sisi spiritualitas. Hubungan lelaki perempuan yang disahkan dalam akad yang suci selain melegalkan kenikmatan dan memberikan catatan pahala bagi curahan kasih sayang; pesan ilahiah tertitipkan. Sebuah generasi baru terbentuk, generasi yang diharapkan jauh lebih baik dari pendahulunya baik dari sisi fisik, akal maupun ruhani. Setiap permasalahan bila dikembalikan dan dikokohkan oleh nilai-nilai Qurani akan menghasilkan persepsi yang berbeda. Anak, ekonomi, hubungan suami istri, hadirnya orang ketiga dan yang lainnya; akan senantiasa ditimbang sebagai amanah dan fitnah yag harus dihadapi penuh rasa optimis. Kesabaran mutlak diperlukan, hubungan transedental menjadi kunci. Tentu, bukannya menegasikan kemungkinan terburuk seperti perceraian. Kalaupun perceraian mejadi satu-satunya jalan keluar , setiap pihak terkait menempuh dengan cara ihsan sehinga anak –lagi-lagi- tidak menjadi korban.

Dokter tidak hanya menyampaikan bagaimana kerja alat reproduksi. Mereka dapat menyampaikan bagaimana kerja tubuh dan otak lelaki perempuan dapat berbeda. Mengapa otak lelaki dan perempuan merespon dengan cara yang sama sekali bertentangan terhadap obyek yang sama? Hormon, kromosom, ataukah neurotransmitter tertentu yang menyebabkan reaksi dua insan berlainan jenis ini tak sama? Pengetahuan tentang fisik manusia akan mampu memberikan pemahaman bahwa lelaki dan perempuan terkadang dapat berselisih faham akibat proses biologis tubuhnya. Pemahaman ini akan mengurangi stigma sebelumnya di tengah masyarakat bahwa lelaki cenderung tidak peduli sementara perempuan sangat cerewet. Stigma buruk yang diwariskan seringkali membentuk pemikiran stereotipe sehingga setiap orang cenderung menerima begitu saja dan tak memahami bahwa sesuatu dapat diubah hanya dengan cara meggeser sedikit arah sudut pandang.

Financial planner akan membantu mengurai kekusutan permasalahan perekonomian. Setiap tahun terjadi pernikahan sekitar dua juta pasangan dengan jumlah sekitar duaratuslimapuluh ribu menggugat cerai. Sebagian besar, sekitar 70% pengaju gugatan adalah pihak istri dengan aduan permasalahan ekonomi. Keyakinan rizqi di tangan Allah harus didukung upaya riil. Perencana keuangan akan memberikan softskill berupa kemandirian dan perilaku yang adaptif terhadap peluang-peluang ekonomi. Dengan indeks kemiskinan kota dan desa sebesar 13,33% di tahun 2010, perlu kewaspadaan tinggi bahwa permasalahan ekonomi akan merambat lebih jauh kepada persoalan sosial dan ketahanan keluarga.

Terapis yang terdiri dari psikolog, psikiater atau konselor memberikan masukan terkait modifikasi perilaku. Banyak perilaku yang buruk seperti merokok atau boros, egois atau suka berkata menyakitkan, dapat diubah dengan bimbingan yang terprogram. Seorang konselor pernikahan dibutuhkan sesuai tahap perkembangan manusia, termasuk pernikahan, dari waktu ke waktu. Konselor pernikahan khusus menangani segala hal yang diharapkan pasangan tentang pernikahan. Psikolog akan membantu lebih luas, terkait elemen-elemen yang biasanya mengikuti perjalanan hidup manusia seperti karir, keluarga, anak hingga permasalahan traumatis. Psikolog pendidikan akan membantu anak-anak dengan permasalahan akademis, psikolog klinis membantu manusia secara individu atau komunal agar tetap sehat secara mental, psikolog perkembangan akan membantu agar manusia mampu mencapai perkembangan optimal di tiap masa perkembangan. Psikiater akan membantu secara farmakologis bila salah satu anggota keluarga mengalami gangguan berat atau berkelanjutan seperti kecemasan akut, anak spesial hingga kasus ekstrim macam schizofren.

Para peneliti mengungkapkan predictor of happiness manusia ditentukan oleh cinta dan pernikahan, pekerjaan dan struktur kepribadian mereka sendiri. Myers di tahun 1999 melaporkan sebanyak kurang lebih 42% perempuan bahagia dengan menikah sementara lelaki lebih sedikit, 37%. Tetapi Daniel Gilbert, Phd dari Harvard University mengungkapkan, bahwa bukan hanya sekedar pernikahan yang membuat seseorang meraih kebahagiaan dalam hidupnya. Pernikahan, anak dan uang merupakan kunci kebahagiaan. Lebih lanjut Gilbert memperjelas, happy marriage lah yang membuat hidup seseorang lebih bermakna, bukan sembarang pernikahan. Sementara tak semua anak mendatangkan kebahagiaan tetapi anak-anak yang dididik dengan cara pantas dan tepat serta uang yang dibelanjakan secara proporsional lah yang mampu membuat hidup seseorang jauh lebih bahagia.

Persoalan ekonomi, perselingkuhan akibat banyak faktor, kecemburuan atau kekerasan berikut sederet persoalan pernikahan bukanlah harga mati bagi ketok palu perceraian. Pendampingan bagi keluarga-keluarga yang telah menikah sangat perlu agar mereka mampu mencari jalan keluar yang akurat bagi setiap permasalahan. Tak cukup setelah menikah, sebelum menikah pun pemuda perlu dibekali dengan ilmu memadai terkait segala elemen yang menyangkut pembentukan keluarga. Ke depannya, Sekolah Pra Nikah diharapkan mampu menghasilkan pemuda-pemuda dengan wawasan cukup sehingga persoalan pernikahan bukan hanya sekedar permasalahan hubungan intim atau percekcokan keluarga, tetapi bagaimana keluarga-keluarga Indonesia mampu menghadirkan generasi unggul yang tangguh secara mental, siap menghadapi era perubahan cepat dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai Robbaniyah dan Quraniyyah.

Sinta Yudisia
Penulis,
Mahasisiwi Psikologi Untag-Sby,
Kontributor Rumah Keluarga Indonesia & Sekolah Pra Nikah

Referensi :
1. Weiten, Wayne; Psychology Themes& Variation, 2007, University of Nevada, Las Vegas
2. http://bimasislam.kemenag.go.id/informasi/berita/93-dirjen-bimas-islam-sayangkan-perceraian-meningkat.html
3. http://www.bps.go.id/
4. www.apa.org.id
5. http://www.marriageeducation.com.au

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *