Adik-adikku, rekan-rekan FLP tercinta…
betapa terharunya hatiku menjadi tempat curhat bagi kalian tentang kepenulisan. Semoga aku bisa menjadi kakak, teman, bunda yang baik untuk memberi masukan. Apa yang membuat kalian sedih, membuatku sedih pula. Ucapan-ucapan semacam ini,
”Mbak, naskah saya akhirnya ada kejelasan. Ditolak.”
”Mbak, saya sudah teken kontrak, tapi dibatalkan.”
”Mbak, bagaimana bisa seperti Mbak, mudah menerbitkan karya?”
”Mbak, kenapa nggak bikin penerbitan sendiri lalu menerbitkan karya saya?”
Lalu, apa yang membuat satu tulisan bisa diterbitkan sementara yang lain ditolak berkali-kali? Semoga saja tulisanku ini bisa memberikan kalian motivasi kembali untuk bangkit dan tak lelah berkarya.
Antara Jakarta-Surabaya
Perjalanan kita mencapai cita-cita, bukan nguplek di Jakarta saja atau Surabaya saja. Ibaratnya, kalau sekarang Mbak di Surabaya, nguplek antara Wonokromo, Keputih, Kertajaya. Bukan! Cita-cita itu panjang jaraknya, ibaratkan jalan antara Jakarta –Surabaya. Melewati kota-kota besar, melewati perhentian dan halte, singgah di kota kecil (kalau kita naik bis atau kereta). Perjalanan mbak Sinta menulis entah sudah melintasi berapa kota : Medan, Jakarta, Tegal, Yogya, Surabaya. Sekarang masih terus berjalan dan masih harus banyak belajar.
Kalau adik baru berangkat dari terminal Pulogadung dan keluar tol (benarkah? he..he..) atau baru naik bis di Bungurasih, terguncang, baru keluar dari tol dan sudah bertanya…kok nggak sampai-sampai Malang sih? Panas banget, haus, teguncang, macet di Porong…duh, bisa kita bayangkan betapa berat perjalanan itu.
Antara TK-Universitas
Tidak ada satupun cita-cita yang miskin kendala. Sekolah TK-SD-SMP-SMA ingá S1,S2, S3 pun melewati sekian banyak waktu dan pengorbanan. Mungkinkah gelar psikolog atau dokter bisa diraih sementara kita hanya mau sekolah 1-2 tahun di playgroup?
Banyak berdiri sekolah menulis, FLP pun bunya beragam aktivitas.
Namun kita mulai belajar menulis, entah dari tingkatan berapa. Baru belajar diksi, menggabungkan kalimat. Orang lain mungkin sudah mengeksploarsi ide dan setting. Eh, yang lain bingung cari penerbit.
Kalau mbak sekarang kuliah Psikologi, apa bisa iri dengan Tika Bisono dan Bu Nalini (yg ini tenar di Surabaya…) yang diundang kemana-mana, menulis di banyak media massa? Tentu tidak. Karena mbak baru belajar Psikodiagnostik I, sementara untuk selesai S1 harus belajar PD I, II, III, dst. Baru belajar 3 paradigma psikologi : psikoanalisa, behaviouristik, humanistik. Masih baru teori, belum aplikasi. Baru tadi pagi dapat kuliah Psikologi Forensik. Bagaimana menyatakan orang sbg penjahat? Bagaimana menjadi saksi ahli, dst-dst?
Capek? Tentu. Sesekali bolos untuk memilih aktivitas lain.
Tapi kita harus sadar, cita-cita kita masih jauuuuuuuuh berada di ujung kaki langit sana.
Dalam dunia menulis, ibaratnya, mbak sudah lebih dulu dari adik-adik. Kalau adik-adik masih TK, mbak sudah kelas 3 SD. Sedikit lebih baik karena pengalaman J
Antara murid dan guru
Adik-adikku…carilah guru sebanyak-banyaknya.
Tiap kali ada hal-hal yang meningkatkan kapasitas menulis, ayo belajar. Tidak hanya sekolah menulis, pelatihan, buku-buku, apa saja! Baru2 ini mbak Sinta mendapat modul untuk FLP Kids. Itu modul untuk anak-anak, tapi dari situ saya kembali belajar. Oh, ternyata begini cara bikin awalan, tengah dan akhiran?
Untuk di facebook atau blog, mbak banyak melihat tag atau tulisan orang lain terkait resensi buku. Buku ini lebih di sana sini, kurang disana sini. Buku ini kuat penokohannya, lemah settingnya. Buku ini lemah logika cerita, dst.
Tanya, tanya, tanya.
Baca, baca, baca.
Belajar, belajar, belajar.
Dan….
jangan dipikir belajar hanya dari yang pintar saja.
Belajar dari sesama penulis awalan, dari sesama rekan FLP, dari adik-adik kecil kita, itu akan memberikan nuansa baru dan kecerdasan yang lain.
Antara bumi dan langit
Adik-adikku, rekan-rekan FLP…sebetulnya malu mau menuliskan ini. Takut riya dan sombong. Tetapi kadang….ah, bagi mbak Sinta, justru ini ruhnya menulis. Justru ini sumber inspirasi, kekuatan, samudra tiada tara dalam kita mengarungi kesulitan hidup.
Menulis, membutuhkan energi yang luarbiasa dahsyat. Bukan hanya disiplin, ulet, kecerdasan, keahlian, kesabaran…sederet kamus kemuliaan sebagai manusia harus kita miliki. Tapi juga, menulis membutuhkan kedekatan kepada sumber energi.
Suatu saat, saat mbak sedang asyik menulis di tengah malam, sebuah sms masuk. Intinya begini.
”Sinta,
kamu lagi nulis? Jangan hanya mencari ketenaran di anatar penduduk bumi. Carilah nama baik dan ketenaran di antara penduduk langit.”
Sms ini membuat hati mbak basah.
Ya.
Kadang kita lebih mementingkan nama kita disebut sekian ratus, sekian ribu manusia. Padahal, alangkah mulia dan tinggi derajatnya jika kita ternyata tenar dan disebut-sebut di kalangan penduduk langit : para malaikatNya.
Adik-adikku…
jika orang lain cukup dengan sholat qiyamul lain 2 rakaat atau 5 rakaat (plus witir) kita harus bisa 11 rakaat, meski tidak bisa tiap hari
jika orang lain sholat Dhuha 2 rakaat, kita coba lebihkan menjadi 4 rakaat, meski tidak tiap hari
jika orang lain hanya membaca Ma’tsurot; kita coba hafalkan surat-surat lain seperti al Mulk, al Waqiah, Yassiin, dsb. yang punya keistimewaan luarbiasa
jika orang lain hafal juz 30, kita coba hafalkan juz 29,28
jika orang lain infaq seribu, kita coba seribu limaratus atau lebih
jika orang lain menolak mengisi pengajian di tempat-tempat kumuh, kita coba menerimanya
jika orang malas menjadi pengurus FLP, malas capek, males susah-sudah memikirkan segala pernak pernik da’wah; kita coba untuk menjadi salahs atu prajuritNya yang menolong agamaNya
jika orang lain putus asa 1,2,3, 10 kali ditolak naskahnya. Kita yakin, menangis di sajadah, tersungkur di hadapan Allah SWT : semoga ujian ini akan dibalas dengan kebaikan yang jauh lebih dahsyat
jika orang lain tenar dari dunia menulis, kita doakan dalam sujud malam kita : ya Allah, barakahi, rahmati, lindungi saudara2ku yang terlibat dalam parlemen, dalam kepenulisan, di Palestina, siapapun mereka yang berjuang di jalanMu- termasuk berjuang di da’wah kepenulisan.
jangan abaikan beramal meski amat sangat kecil. Tersenyum pada tukang rujak, membalas sms, membantu tanpa diminta, dst.
Antara 1000,100,10, dan 1
Sejak pertama kali menulis, mbak sudah camkan pada diri sendiri.
Untuk mencapai angka 1000, saya harus mulai dari 1, 2, 3 dst. Untuk mencapai derajat demi derajat yang lebih tinggi, kita harus melalui serangkaian proses. 1 buku, butuh perjuangan tersendiri. 2 buku pun demikian. Terus dan terus berkarya tanpa kenal lelah; tanpa kenal menyerah meski dikritik sana sini (tentu , kritik ini sarana untuk memperbaiki tapi jangan sarana untuk menghentikan)
Adikku…
mbak prihatin kalau ada yang bilang : aku pingin jadi penulis seperti mbak Sinta.
Duh, dek, jangan sekecil itu cita-citamu!
Yang harus ada dalam cita-cita kita adalah : jadilah penulis seperti Hasan Al Banna, Sayyid Quthb, Said Hawa, Ibnu Sina, Al Khwarizmi, Ibnu Rusyd, Ibnu Batutah dst! Itulah cita-cita kalian dan cita-cita kita semua! Tulisan mereka menjadi cahaya, amal jariyah, pemberat timbangan.
Dalam diri mbak pribadi, selalu terpatri hal seperti ini :
suatu saat, meski aku mati, orang-orang tetap mengenang siapa Takudar Muhammad Khan. Namanya sedikit tercatat dalam sejarah, ia bahkan tak boleh menyandang gelar Khan, hanya mendapatkan sedikit kekayaan, bahkan terbunuh di akhir hidupnya. Tapi orang harus mengenangnya, bahwa ia, sangat berbeda dengan pendahulunya Jenghiz Khan. Karena itu hingga sekarang, saat mbak menyusun Takudar yang berikut; mbak bekerja keras mencari referensi Mongolia, Bukhara, Samarkand, Jalur Sutra, Persia, China dan seterusnya.
Itulah sumbangsih kita bagi ummat ini : memberikan tulisan terbaik yang mencerahkan.
Meski , dek, nama kita dalam jajaran penerbit berada dalam urutan ke 1000; di mata Allah SWT dan para malaikatNya, kita berada di urutan pertama.
Antara doa, harapan, kenyataan
Dek, berdoalah.
Berdoalah di waktu istijabah : saat hujan turun, puasa, sholat malam, seusai sholat, atau minta doa dari siapa saja.
Itupun yang mbak lakukan pada karya-karya mbak :
ya Allah..barakahi, rahmati, lindungi karya2 saya Lafaz Cinta, the Road to The Empire, Reinkarnasi, dan yang lainnya. Bantu saya untuk dapat terlus menulis, menemukan ide, bantu agar tulisan hamba cemerlang dan dapat mencerahkan pembaca. Bantu agar Existere (naskah mbak yang insyaAllah mau terbit) terbit dengan bentuk sesempurna mungkin; dengan cover dan back cover yang indah, dengan endorsment yang baik.
Atau ketika bertemu seseorang saat sedekah :
”dongake nggih Bu, rejekinipun lancar…”
(doakan biar rezekinya lancar ya Bu)
Adik-adikku, rekan-rekan FLP…
sebuah buku dan tulisan ketika terbitnya, ia mungkin telah melalui ratusan doa-doa kita. Jadi, tak ada kata untuk menyerah, bukan?
Ayo, kalian semua adalah penulis nomer satu!
Assalaamu’alaykuum.. Serasa mba sinta menggandeng tanganku dan menuturkanny dsini 🙂 blh ngopy modul flp kids mba? Buat diskusi sama adek2 sd dsini..
Boleh dek..cuma buanyak banget..mungkin habis 150 ribuan. Salam buat adek2 ya….
salam kenal mbak, saya cuma blogwalking ^_^
Senang kenalan dengan mb Indah…saling mendoakan ya 🙂
Gpapa mbak,bsk ismi k sby insyaalloh.. Blh mampir?
Boleh…boleh!
Bunda , perkenalkan saya pak Pur sering dipanggil yangkung, salah satu guru SMP/PNS jika Allah mengijinkan 2 taun lagi pensiun. Saya tertarik kiat panjenengan menulis /memberi semangat kepada anak-anak yang dilaksanakan tadi siang 31 Maret 2010 di ITC.Saya senang menulis bunda, tapi mengingat usia yang semakin tua, kira-kira masih mampu atau tidak ya bunda? Matur nuwun.
Pak Purwito, senang sekali saya bisa mengenal Bapak. Melihat sosok Bapak dan raut wajah Bapak…hati saya langsung bisa memberi penilaian. Pak, tidak ada kata terlambat untuk menulis. Banyak orang menulis di usia yang sudah sangat matang seperti Bunda Iffet yang menuliskan pengalaman hidupnya mendampingi anak2 yg kena narkoba. Harper Lee sejak muda hingga tua hanya menulis 1 buku novel : To kill a mockingbird. Novel yang mampu menyentak kita akan nilai2 humanisme yg berbenturan dengan rasialisme. Sebagai seorang guru -apalagi yg sudah mengalami pahit manis asamnya dunia akademis- Pak Pur insyaAllah bisa menuangkan kembali kelucuan2, kesedihan, kegagalan, kebahagiaan dan keberhasilan hari-hari Bapak sbg seorang guru.
Ayo menulis, Yangkung! Banyak orang di luar sana, para guru2 yg sekarang antri sertifikasi, membutuhkan pencerahan dari orang2 seperti Yangkung!
Mb Sinta Yudisia… salam kenal..
Saya suka dengan cerita Takudar “Sebuah janji”..
Subhanalloh ternyata perjuangan menulis sebuah novel itu panjang dan berliku ya..
Terus terang, nasehat-nasehat mb Sinta untuk terus belajar menulis penuh dengan ruh motivasi, membuat saya sadar, terharu, bahwa saya baru keluar dari rumah, bertemu kerikil kecil sudah goyah.. =))
Moga mb Sinta dalam kesuksesan dan keberkahanNya. amiin
Jazakumullah dek….saling menddoakan ya semoga kita bisa tetap tangguh dan teguh menjalani hidup ini.
Sebetulnya bukan hanya profesi penulis yang membutuhkan ketekunan. Semua profesi juga kok…pedagang, guru, dosen, PNS, dsb. Selamat berjuang, saling mendoakan ya dek…..;-)
subhanallah…
di luar lagi hujan, eh kok airnya malah merembes sampai hati sini ya? hehe.
salam kenal, mbak… eh, mungkin lebih cocok saya panggil bunda ya..
saya baru bergabung di flp, beberapa bulan lalu. Saya mendapat banyak ibrah dan makin hari makin jatuh cinta sama dunia menulis.
tertohok pas dibilang bercita-citalah menjadi spt ibnu sina, dll. Habisnya sy ini memilih bunda sbgai penulis Indonesia favorit sy. lah, yg lain memang bukan Indonesian kan? hehe.
Semoga nanti dikasih kesempatan oleh Allah untuk bertemu dengan bunda secara langsung.
#FestivalSastraIslami2015 di Makassar datang tidak ya, bunda? 😀
Saling mendoakan, sama-sana belajar dan selalu berbagi pengalaman. insyaallah datang ke Makassar November 2015. Doakan yaaaa 🙂
BAru tau ada blog mbak Sinta yang keren gini. Salam kenal mbak..