Pernah nggak sih menangkap pesan yang berbeda dari apa yang dilontarkan suami/istri?
“Adek di rumah ngapain?”
Itu pertanyaan singkat suami ketika sore pulang ke rumah.
Pertanyaan yang membuat airmata meloncat dan menjawab panjang lebar :
“Aku tuh belum sempat seharian istirahat sama sekali! Cucian baju masih numpuk-numpuk karena beberapa hari banyak acara. Setrikaan gak ada yang urus. Mau ke laundry gak sempat. Belum lagi cucian piring! Kenapa nggak masak? Itu rice cooker bahkan masih direndam! Coba deh, Mas kalau akhir pekan sekali-kali di rumah. Ngerasain apa yang aku rasakan. Jangan main bola, keluar sama teman-teman. Nanti akan merasakan beratnya ngerjakan semua pekerjaan rumah. Enak kalau ke kantor, masih sempat duduk , buka facebook, minum kopi!”
Suami melongo, mencoba sabar. Meski jengkel keluar juga pertanyaan, “kan aku tadi cuma nanya : adek di rumah ngapain? Lha kok…?!”
Setelah mengusap airmata, menarik nafas panjang, menenangkan diri.
Barulah pikiran perempuan bekerja.
Lha iya, sih. Tadi suami kan cuma nanya : di rumah ngapain?
Indera dan Persepsi
Panca indera itu pintu masuknya persepsi alias pemikiran, pertimbangan, kesimpulan, sudut pandang, cara pandang. Informasi yang masuk lewat indera akan diolah otak dulu. Kalau otak perempuan lagi capek, ya gitu deh.
Pertanyaan suami : “Adek di rumah lagi ngapain?”
Kedengarannya : ”adek di rumah ngapain aja sih? Kok seharian urusan ruang tamu sampai dapur gak beres-beres. Di kantorku ada banyak perempuan bekerja yang sambil ngasuh anak, urus suami juga. Mereka bisa tuh bagi waktu. Adek seharian di rumah tapi nggak ada makanan, cucian piring dan baju numpuk nggak karuan.”
Padahal belum tentu ini yang ada di pikiran suami!
Begitupun, suami bisa melakukan kesalahan yang sama.
Ketika istri nanya, “Mas, pegang HPnya masih lama?”
Karena pikiran suami lagi jutek, eneg, empet dengan banyak agenda; jawaban yang keluar adalah : “Aku tuh lagi rapat online, Dek. Aku nggak pernah ganggu lho kalau kamu pegang HP. Aku ngertiin kamu lho kalau kamu lagi buka medsos! Lagian aku nggak sering-sering kayak gini. Lebih seringan kamu!”
Nah!
Istri pun senewen.
Nanya 1 kalimat. Jawabannya 5 kalimat! Kalimat negatif lagi.
Kalau soal matematika kayak penjumlahan, perkalian, pangkat , eksponen!
Padahal kalau situasi adem, atau orang luar yang kayak lihat sinetron ini paling-paling bilang : harusnya dijawab gini yaaa, Bapak Ibu Terhormat .
+ Suami : “Adek, di rumah ngapain?”
~ Istri : “Seharian tidur. Aku capek banget beberapa hari ini. Beli makan di luar aja ya. Rasanya badanku udah mulai meriang, panas dingin , mau sakit.”
+Suami (jatuh iba) : “Ya ampun…kamu kasihan banget. Udah kubelikan, mau makan apa?”
Itu bayangan penonton!
Atau seharusnya demikian…
~ Istri : “Mas, pegang HPnya masih lama?”
+Suami : “Bentar lagi. 2 menit lagi. Habis itu kutaruh. Aku juga kangen kamu.”
Jiaaah.
#gombal
Tapi begitulah hidup.
Mau tahu gimana mengatasi kendala komunikasi.
Pertama
Penonton selalu lebih pintar dari pemain.
Menilai suami istri yang lagi bertikai lebih mudah, daripada kita menjalani pertengkaran itu sendiri. Ih, harusnya si istri sabar sedikit, kek. Atau : dasar lelaki! Maunya menang sendiri.
Demikianlah yang namanya komunikasi. Pasti ada salah-salahnya. Pasti ada buntu-buntunya. Pasti ada sumbatan-sumbatannya. Dan yang paling bisa melihat korelasi itu semua biasanya penonton. Penonton bisa jadi orangtua, kakak adik, teman, konselor dan seterusnya.
Kenapa penonton lebih pintar?
Karena melihat gambaran utuh.
Kalau dengar suami istri bertengkar, kita seperti melihat televisi. Tayangan slide maju mundur. Dan kita bisa menilai : Naah, ini ini bagian kalimat yang buat suami tersinggung. Ini bagian gesture suami yang buat istri marah.
Tapi pemain, pelakon? Belum tentu.
Karena dia tidak mendapatkan gambaran utuh informasi.
Makanya jawabannya pun tidak tepat. Nilainya separo/ gak komplit/ malah negatif, alias jawaban yang cacat.
Suami : “Adek di rumah ngapain?”
Si istri hanya melihat sekilas bayangan suami yang keningnya berkernyit, dahinya berkerut, wajahnya penuh tanya. Seolah suami mempertanyakan keseluruhan aktivitasnya. Padahal suaminya barangkali sedang menumpahkan perhatian : ngapain aja Say seharian di rumah? Aku ingin tahu aktivitasmu lho selama kutinggal dari pagi sampai sore.
Begitu juga istri ketika bertanya HP.
“Mas, masih lama pegang HP?”
Wajah istri yang bertanya-tanya ingin tahu seolah interview, interpretasi, lebih parah interogasi! Padahal bisa aja sebetulnya –andai dijabarkan- si istri akan menambahkan : “Kalau masih lama ku tinggal dulu aja. Aku ngurusi setrikaan bentar. Nanti kalau udah gak pegang HP, barulah kutemani makan sembari ngobrol-ngobrol.”
#senikomunikasi
#pasangan
#suamiistri
Serasa ikutan sekolah pranikah nih. Hehe makasih Mbak Sinta :))
Sama-sama, Kak ^_^
Bukan pernah lagi, sering. wkwkwk, kadang sama orang lain, kita seperti memiliki frekuensi yang berbeda.