Membahas Palestina , baik Tepi Barat atau Jalur Gaza, memunculkan polemic tiada habis. Ideologi, agama, aqidah, hingga kepentingan politik dan ekonomi mewarnai. Tetapi membincang Palestina, rasa yang sama muncul mulai anak-anak, remaja hingga golongan dewasa. Tanpa bermaksud memperuncing friksi, inilah rangkuman perjalanan Bedah Buku #Rinai yang banyak diwarnai diskusi seru dan kisah-kisah menarik
1. Naik apa ke Gaza? (Baitul Quran, Sragen)
2. Bagaimana cara membuat bom? (Baitul Quran, Sragen)
3. Bagaimana anak-anak Gaza? (Nuruzzaman, UNAIR)
4. Apa yang paling menginspirasi dari Gaza? (Nuruzzaman, UNAIR)
5. Bagaimana cara perempuan mendidik anak? (Gema Muslimah, UNS)
6. Apa yang dapat kita lakukan untuk Gaza? (Gema Muslimah, UNS)
7. Bagaimana menceritakan Palestina pada anak-anak? (ICMI, Jatim)
8. Bagaimana kode etik jurnalistik? (ICMI Jatim)
9. Israel VS Palestine : Who is becoming loser? (ICMI Jatim)
10. Bagaimana pendidikan dan karir perempuan Gaza? (Temu Muslimah Kampus Swasta, Sby)
11. Tentang Nasionalisme (ICMI, Jatim)
Simak hasil diskusi kami, semoga bermanfaat.
1. Naik apa ke Gaza? (Baitul Quran, Sragen)
Perjalanan ke Palestina bukan main melelahkan. Tim BSMI 2010 saat itu harus menembus Rafah di era rezim Mubarok. Sejak di Indonesia persiapan barang-barang, fisik, tekanan mental untuk “tidak bisa menembus Rafah” yang berarti tidak berhasil memasuki Palestina, sudah harus disiapkan. Check point berkali-kali, asykar Mesir (saat itu) seringkali tidak ramah. Juga, visa kami yang sempat jadi bulan-bulanan di Rafah Mesir. Secara singkat ini rutenya.
* Surabaya – Jakarta : pesawat
* Jakarta –Singapur (transit) – Abu Dhabi (transit) – Cairo : pesawat
* Cairo-Ismailiyah-Sinai-El Arish-Rafah : mobil
* Rafah Mesir – Rafah Palestina : bis, beberapa menit saja
* Khan Younis- Deir al Balah- Gaza City- Jabaliya : mobil dinas
Sekilas, seperti perjalanan biasa-biasa. Di atas SQ yang membawa tim selama belasan jam, persendian serasa kaku, panggul dan tulang ekor panas bukan main. Belum lagi melintasi Sinai yang berjam-jam terdiri atas padang pasir keemasan membara : nafas serasa tersengal tak sanggup menahan panas manguar!
2. Bagaimana cara membuat bom? (Baitul Quran, Sragen)
Inteligensi kaum Yahudi , kerapkali dianggap hanya dapat dikalahkan oleh orang-orang istimewa macam bangsa Palestina. Konon, pemuda Gaza mampu merakit apapun menjadi bom : sayur, kopi, sampo, dsb. Dalam situasi terjepit, sebagaimana bangsa kita dulu yang mampu menjadikan bamboo runcing sebagai senjata, warga Gaza tak hilang akal menjadikan apapun sebagai senjata.
Tapi, jangan tanyakan bagaimana merakitnya, asli saya tidak tahu!
Saya bukan teknisi, tapi calon psikolog, insyaAllah. Jadi lebih faham bagaimana manusia bisa dirakit, daripada merakit senjata. Bukan orientasi membuat bom itu yang menjadi focus utama, tetapi bagaimana mampu tetap sekolah, meraih prestasi akademis, hidup berkorban dan berjuang, selalu punya tujuan mulia, selalu peduli sesama; nilai-nilai itu yang saya bagi terutama kepada peserta anak-anak dan remaja.
3. Bagaimana anak-anak Gaza? (Nuruzzaman, UNAIR)
Sama saja seperti anak-anak lain.
Senang main bola, main perang-perangan tapi kalau bermain peran prajurit Qossam VS Yahudi, rata-rata tidak mau jadi tentara Israel, haha. Suka permen dan es krim, suka bermanja-manja pada orangtua, pakai topeng Batman juga. Bedanya, sejak kecil mereka sangat dekat dengan Quran.
Menjadi penghafal Quran, bukan hanya keinginan orangtua belaka yang mendamba anak sholih, tapi tampaknya pemerintah menyadari anak-anak adalah asset Negara sehingga kurikulum menghafap Quran masuk dalam system pendidikan ; bersinergi dengan kementrian lain termasuk Ministry of Women Affairs.
4. Apa yang paling menginspirasi dari Gaza? (Nuruzzaman, UNAIR)
Salah satu yang sangat menginspirasi sepulang dari Palestina adalah sinergi antara pemerintah dan rakyat. Pemerintah melayani, rakyat percaya. Beberapa kisah dibawah, cukup mewakili.
* Ministry of Culture
Ketika rumah-rumah hancur akibat serangan rudal Israel, tugas kementrian budaya adalah memugar rumah tersebut sebagai warisan sejarah dan budaya. “Ini rumah Asy Syahid fulan….”. Perlakuan pemerintah terhadap kejadian ini setidaknya membuat anak-anak yang ditinggal syahid orangtuanya merasa bangga, merasa bahwa pengorbanan mereka menjadi yatim piatu tidak sia-sia. Negara menghargai dan anak-anak tersebut dipelihara, tidak terlantar menjadi anak jalanan.
* Ministry of Women Affairs
Kementrian perempuan melatih perempuan-perempuan memiliki ketrampilan sehingga mampu mandiri secara financial. Ditinggalkan suami/ayah sebagai tulang punggung keluarga, menyebabkan tugas pencari nafkah beralih kepada kaum perempuan.
Tidak hanya focus pada perempuan, kementrian perempuan bersama kementrian-kementrian lain menjadwalkan program menghafal Quran tiap kali summer camp, sehingga anak-anak menambah hafalam Quran secara signifikan dalam 2-3 bulan.
* Militer/tentara
Peran militer memberikan rasa aman pada rakyat. Sejak HAMAS memerintah, masyarakat merasa aman melepas putri kecil mereka belanja sendiri ke supermarket. Prostitusi dan drug abuse terhapus, minuman keras juga tidak merajalela. Malam hari, pasukan Qossam menjaga hingga ke gang-gang kecil sehingga rumah-rumah dibiarkan tidak terkunci dan situasi tetap aman. Yang mengharukan, prajurit Qossam terbiasa puasa Senin Kamis. Malam hari, para ibu atau warga lain menyiapkan makan sahur; menghantarkan ke pos-pos penjagaan :’)
* Angkutan umum
Pejabat dibiasakan naik Fiat tahun 70an yang mungkin pabriknya sudah tidak memproduksi lagi. Tetapi rakyat disiapkan angkutan warna kuning cerah, berAC, baru, sehingga warga merasa aman menggunakan kendaraan umum, tidak terpicu untuk memiliki mobil pribadi karena angkutan umum yang tidak nyaman.
5. Bagaimana cara perempuan mendidik anak? (Gema Muslimah, UNS)
“We believe in Allah,” itu kata Mrs. Rehab Shubair. Itu yang diajarkan para ibu kepada anak-anaknya dengan percaya pada Allah SWT, percaya pada janji Quran.
Anak-anak biasa diajarkan menghafal Quran di rumah, terutama surat pendek, sehingga di summer camp , mereka telah memiliki dasar untuk masuk ke tahap berikut menghafal , ibarat tahap advance & intermediate. Selain itu, para ibu mengajarkan bagaimana harus beradaptasi dengan situasi darurat seperti menjauhi jendela saat bumi terasa bergetar, dsb.
6. Apa yang dapat kita lakukan untuk Gaza? (Gema Muslimah, UNS)
Doa yang tiada putus, terutama di waktu istijabah, Bukan hanya buat Palestina tapi juga buat Rohingya, Mesir dan belahan manapun dari bumiNya yang terdapat kaum muslimin. Menyisihkan dana, berjuang lewat pena, lewat media social (tetapi juga harus berhati-hati)
7. Bagaimana menceritakan Palestina pada anak-anak? (ICMI, Jatim)
Ada sebuah cerita menarik seorang guru di Surabaya. Ia mengisahkan perang di Palestina, tanpa bermaksud menebar kebencian. Ternyata, anak-anak mampu menangkap cerita. Suatu saat, mereka diminta presentasi tentang Negara-negara dunia, sembari memperlihatkan bendera Negara yang b ersangkutan. Sampai pada Negara Israel, sang murid menginjak-injak bintang David.
Menceritakan Palestina kepada anak-anak di masa sensitive perkembangan, memang harus berhati-hati. Anak-anak sangat perasa, imajinatif, mudah cemas dan panic. Di usia TK –SD, kemampuan operasional formal belum berkembang sempurna dimana mereka dapat berpikir abstrak dan menghubungkan ABC dst. Memperlihatkan foto-foto berdarah, anak-anak terluka dengan organ tubuh tak utuh lagi dapat menyebabkan trauma.
Saya pribadi, di Kelas Menulis SDIT Al Uswah mengajarkan terutama 2 hal :
* Bagaimana anak-anak Palestina tetap bersemangat sekolah meski kepedihan mendera. Tetap sekolah di bawah desing peluru, di bawah ancaman bom sewaktu-waktu, terancam terkena peluru nyasar.
* Bagaimana anak-anak Palestina menyadari harga orangtua yang harus dihormati dan dicintai. Mereka berangkat sekolah mungkin masih menyalami orangtua, memeluk dan mencium mereka, ketika pulang besar kemungkinan orangtua syahid atau kakak yang tiba-tiba tewas.
Ternyata, mengisahkan tentang semangat sekolah dan kecintaan pada orangtua, sangat membekas pada diri anak-anak. Kelak, di usia yang lebih matang, sekitar SMP akhir atau SMA, foto-foto yang lebih real dapat kita perlihatkan. Itupun harus melihat jika anak-anak tidak sedang dalam trauma tertentu. Mereka yang tengah bermasalah berat dengan orangtua dan lingkungan akan menjadi sensitive, terimpuls melakukan hal negative ketika melihat foto-foto miris.
8. Bagaimana kode etik jurnalistik? (ICMI Jatim)
Etiskah meng unggah foto-foto kekejaman Israel, foto anak-anak atau remaja dengan luka mengenaskan? Foto para perempuan yang terluka parah? Menurut bu Sirikit Syah, pakar media, ada 2 aliran besar jurnalistik. Pertama, sangat menjaga “kesopanan” artinya memilih betul foto-foto yang relative bisa “diterima” semua pihak. Kedua, yang jujur apa adanya, sekalipun menimbulkan efek tertentu –kengerian, muak, jijik, amarah.
Sekarang pun muncul Jurnalisme Perasaan. Dulu, jurnalis diminta meliput cover both-side; artinya ia harus menceritakan secara fair dari dua sisi. Misal, RS Asy Syifa hancur, yang diwawancarai harus pihak Palestina dan Israel. Peraturan itu tak berlaku kini. Jurnalis boleh melaporkan cover one-side, bahkan dengan nilai subyektif. Ia berhak melaporkan kondisi Gaza hanya dari kacamata Palestina, tanpa perlu mewawancarai pihak Israel; mengingat mewawancarai Israel juga menimbulkan kesulitan tertentu dan ada kemungkinan ketidak jujuran muncul.
9. Israel VS Palestine : Who is becoming loser? (ICMI Jatim)
Perang Israel VS Palestina kali ini diramaikan dengan perang media social. Ungkapan-ungkapan pedas menyakitkan kaum muslimin : mana Tuhan kamu? Toh Palestina tetap terjajah, Israel menang!
Sejarah mengajarkan , Tuhan kerapkali menunda kekalahan dan kemenangan untuk menimbulkan dampak yang jauh lebih dramatis. Kisah Firaun Musa yang legendaries buktinya, atau Qarun dan Musa.
Qarun yang semula sholih, setelah kayaraya berbalik memusuhi Musa bahkan ingkar tiap kali diingatkan masalah berbagi harta pada kaum miskin. Tak cukup sampai disitu, Qarun beralih menyembah Sobek, dewa Buaya penguasa Nil. Suatu ketika, Qarun minta adu kekuatan. Ia memanggil Sobek, memintanya menenggelamkan Musa. Hasilnya nihil. Musa berdoa pada Allah SWT dan Qarun ditenggelamkan beserta hartanya yang berlimpah.
Darimana kita tahu Israel sebetulnya menderita kekalahan, setidaknya kekalahan mental?
* Tentara Israel dikenal memakai pampers, tak berani turun kencing ketika menyerang darat. Mereka tetap di dalam tank, khawatir tangan-tangan mungil penggenggam batu melempar kearah mereka
* Suburnya rahim perempuan Palestina, mampu melahirkan anak-anak kembar. Ratio penduduk Gaza, meski seringkali dimusnahkan, semakin beranjak naik dari tahun ke tahun
• 2000: 1.120.000
• 2001 : 1.167.000
• 2002: 1.200.000
* Homoseksual di Israel merajalela, dengan dalih HAM. Homoseks tak melahirkan anak, bukan? Akibatnya penduduk Yahudi menyusut
* Banyak pemuda Israel lari keluar negeri, tak mau ikut wajib militer. Berbeda dengan pemuda Palestina yang bertekad mempertahankan tanah air, bahkan sekalipun mereka sukses di Negara manapun (Amerika, Jerman, dll) mereka tetap kembali ke Gaza
* Ancaman Israel untuk mampu menghancurkan Gaza tak didukung kekuatan personil. Sangat sedikit warga Israel yang siap maju ke medan perang, maka Israel meminta bantuan internasional. Pernahkah kita mendengar Palestina meminta bantuan dikirimkan tambahan pasukan? Tidak.
10. Tentang nasionalisme Palestina (ICMI , Jatim)
Setiap warga Palestina memasang bendera hitam-putih-hijau dengan segitiga merah di tiap rumah, ditambah lukisan atau pahatan Al Aqsha. Kita baru memasang bendera ketika diperintahkan pak RT. Banyak yang perlu diprihatinkan dari Indonesia, sehingga mereka yang ke luar negeri dan mendapatkan kehidupan yang nyaman, enggan berbalik ke Indonesia. Tak bisa disalahkan juga, kita ingat bagaimana kasus IPTN menyebabkan 2000 insinyur terbaik Indonesia terkatung dan akhirnya memilih ke luar negeri karena pemerintah sendiri tak memberikan penghargaan layak.
Bagaimana rakyat mencintai tanah air mereka, Palestina, memang akrena masalah ideology , aqidah dan ibadah. Tetapi tak dapat disangkal, pemerintah di Gaza pun memberikan pelayanan yang baik sehingga rakyat dapat memberikan loyalitas dan jiwa nasionalismenya untuk bahu membahu berperang bersama Negara saat dibutuhkan.
11. Bagaimana pendidikan dan karir perempuan Gaza? (Temu Muslimah Kampus Swasta, Sby)
Mengingat perempuan menjadi salah satu tulang punggung Negara, perempuan harus disiapkan sejak dini dengan bekal pendidikan dan ketrampilan. Banyaknya lelaki (suami, ayah, anak) yang syahid menjadikan perempuan maju ke garda depan. Belum lagi bila, lelaki di tengah keluarga sengaja dibuat cacat, agar beban perempuan bertambah. Tanpa persiapan apa-apa, perempuan tak akan sanggup memikul ekonomi dan segala macam kesulitan. Memang, Negara membantu, tetapi akan sangat baik bila bantuan Negara didukung kesiapan SDM sehingga terjalin kerjasama to take and to give. Bila memungkinkan, perempuan Gaza sekolah setinggi-tingginya, bahkan mengambil beasiswa ke luar negeri dan kelak kembali membangun Negara. Mereka diberikan kesempatan bekerja yang sama : dosen, salon, pegawai, dokter, perawat, guru, koki dsb.
Terima kasih sharing tanya jawabnya mbak Sinta, jadi tambah wawasan tentang Palestina. Saya sendiri masih agak bingung menjawab orang-orang yang mengatakan bahwa apa yang terjadi di Palestina adalah masalah kemanusiaan dan bukan masalah agama, kira-kira bagaimana cara menjawabnya secara baik?
Permasalahan Palestina memang sangat kompleks. Jika ditelusuri, memang asal muasalnya berpangkal dari agama masing-masing yang meyakini kesucian Palestina & siapa yg menguasainya adalah penguasa dunia. tetapi, kemudian permasalahan mjd berkembang luas ketika Israel menungganginya dg kepentingan politik dan ekonomi. Cast Lead maupun Nov 2012 dilancarkan ketika Israel akan PEMILU.
Usahakan menjawab dg kepala dingin dan fakta yg tersaji , shg tidak terkesan asal membela. Lagi[pula, Palestina memang masalah human rights juga, dimana Israel bertindak sewenang2.
Sebuah kicauan di twitter, ditulis orang non muslim : you don’t need to be a moslem to care about Palestine, you just need to be a human.
Subhanallah, mbak Shinta…benar-benar sharing yang memperkaya wawasan dan semangat An.. *ternyata semangat warga Palestina begitu luar biasa di sela kondisi perang yang ekstrim. Hal inikah yang membuat mbak Shinta Yudisia terinspirasi membuat novel Rinai? 🙂
Ya dek… rasanya tak habis2nya Palestina menginspirasi kita, juga kedekatan mereka dg Quran
Rinai: sukses bikin saya tambah semangat menghapal, karena anak2 Palestine itu. Duh! *malu*
Reblogged this on 写真家の人生 "I'm A Writer" and commented:
:’)
maaf saya ada 1 pertanyaan, apakah anda setuju Palestina menjadi negara ‘merdeka’ versi PBB beberapa waktu lalu?