Sungguh, ini dunia yang jauh sekali dari kehidupan keseharianku selaku emak-emak yang hidup di era Tommy Page, Backstreet Boys, Michael Learns to Rock. Masa ketika aku mengenal Tom Hanks pertama kali lewat film Big, jauh sebelum ia main di Saving Private Ryan dan serial karya novel Dan Brown : Da Vinci Code, Angel & Demon, Inferno. Masa ketika agen 007 masih diperankan Timothy Dalton.
15-16 Oktober 2016 bertempat di GOR Klebengan , Yogyakarta, diselenggarakan festival Manga. Berbulan-bulan sebelumnya, putri sulungku mewanti-wanti adik-adiknya supaya menyisihkan uang saku untuk naik kereta api ke Yogyakarta sekaligus mengunjungi nenek mereka dan memborong barang yang disukai di festival.
“Ummi harus lihat dunia literasi versi anak muda,” begitu kira-kira kata putriku.
Ya, mengapa tidak?
Aku harus tahu dunia yang dihuni anak-anakku. 2 diantara mereka mahasiswa, 1 SMA, 1 SMP. Pembicaraan mereka kadang tidak kumengerti : BTS, killua, mystic messenger dan entah apalah. Komik serial di rumahku yang kusukai adalah Yotsuba dan Black Butler. Selebihnya, pemahamanku nol besar. Aku suka beberapa artis Jepang dan Korea. Sato Takeru, pemeran Rurouni Kenshin, sang Batosai; Takeshi Kaneshiro pemeran Zhuge Liang dalam Red Cliff 1 & 2. Beberapa film manga aku suka seperti Inuyasha, sekaligus menyukai soundtracknya seperti Change the World (V6), I am (Hithomi Yaida), My Will (Dream), Dearest (Ayumi Hamasaki). Termasuk Fukai Mori (Do as Infinity). Every Heart (BOA) membuatku mengenal penyanyi BOA dan menyukai lagunya seperti Eat You Up. Tetap saja pengetahuanku seputar dunia manga yang banyak didominasi produk Jepang, masih sangat minim. Beberapa tahun lalu aku rajin menelaah Korean wave dan Japanese wave, namun lagi-lagi, seleraku cepat usang. Suju, Shine, SNSD, Wonder Girls begitu cepat digantikan pemain baru yang lebih segar.
Maka, sembari mengantarkan anak-anakku ke acara festival, aku mencoba mengamati dunia anak muda yang sepatutnya juga diketahui para papi mami. Sayangnya, di acara kemarin aku hanya bertemu tak sampai sepuluh orang ibu-ibu seusiaku. Massa yang memadati acara festival mulai anak SD hingga mahasiswa.
Antrian panjang. Tiket dibuka jam 10.00 pagi tapi sejak jam 9 antrian sudah mengular. Harga tiket Rp.15.000 , ditukar dengan gelang kertas yang tidak lusuh oleh air. Pengunjung yang mengenakan gelang hijau boleh masuk area festival. Gelang ini jangan sampai rusak, sebab pengunjung harus membeli lagi. Harga Rp. 15.000 mungkin tak seberapa tapi antriannya bikin kebelet pipis!
Talkshow yang beraneka ragam. Aku tidak menghadiri acara talkshow dan workshop. Sebab hari Sabtu aku masih teler, anak-anak yang sudah bergerilya ke festival. Anak-anak mengikuti workshop menggambar komik yang didakan oleh Sweta Kartika. Pemuda yang satu ini memang keren habis! Bukunya, Grey & Jingga laris di pasaran. Juga Dreamcatcher, berbentuk komik. Hari Minggu, saat aku hadir, diselenggarakan workshop dubber – pengisi suara.
Display yang colourfull. Ini dia yang disukai anak-anak muda. Stand yang digelar bukan hanya makanan takoyaki dan minuman es coklat. Stand-stand yang menjajakan barang-barang demikian beragam mulai stiker, gantungan kunci, kaos, tas ransel. Bahkan pernak pernik Death Note yang berupa buku harian termasuk pena berbulu hihihi. Berhubung tas ranselku rusak parah, aku membeli tas di pameran. Cari-cari yang agak feminin, dapatlah tas ransel berharga miring dengan konsep Attact on Titan.
Buku-buku-buku-buku-buku!!! Buku-buku karya komikus Indonesia pun bertebaran! Aku dan anak-anakku membeli karya asli anak bangsa seperti Dreamcatcher karya Sweta Kartika, Tea for Two karya Azisa Noor, Iminfection – Kompilasi Komik Islamic Mangaka Indonesia. Kalau gak lihat dana anggaran bulan ini, rasanya ingin beli semua buku di pameran.
Buku-buku yang sudah habis terjual (dan harus cetak ulang lagi!!) adalah Lotus : Hope and Despair, Antologi Divisi Literatur Gadjah Mada Bunka Taika. Juga, Book of Myth, Artwork Compilation karya sederet komikus muda yang kreatif.
Apa uniknya Lotus : Hope and Despair?
Pertama, ide ceritanya bagiku yang sudah emak-emak terasa berbeda banget. Dunia anak muda yang dipenuhi imajinasi, juga, salah satu yang membuatku merenung adalah sudut pandang mereka terkait keluarga dan ayah bunda. Ada kalanya, sudut pandang mereka demikian getir, pahit, penuh luka ketika membahas tentang ayah dan ibu. Jadi ingat tentang kasus-kasus perceraian yang kudampingi :”((
Kedua, cover yang eye catching, juga beberapa ilustrasi yang menarik di dalam. Meski karena dicetak terbatas, sepertinya cetak POD. Semoga ada penerbit mayor yang bersedia mencetak ya, Kids!
Sekarang yuk bahas tentang Book of Myths.
Asli, aku gak dibayar buat promosi buku ini. Tapi sejak pertama kali melihat covernya sudah tertarik. Dan buku ini isinya unik banget meski harus berhati-hati dibaca bagi mereka yang percaya banget tentang dunia magis ya.
Book of Myths berisi mitos-mitos yang ada di seluruh dunia seperti Medusa, Loch Ness, Nekomata, Mermaid, Yamata no Orochi, Bedawang Nala, Osiris, Hydra, dan masih banyak lagi. Dunia mitos Indonesia diwakili Bedawang Nala, Garuda, Raksasa, Nyi Roro Kidul. Dan, tahukan anda pembaca, seluruhnya full colour, full gambar, dengan narasi in English plus plus…..karya asli anak-anak bangsa Indonesia tercinta! Ups, baru tahu bahwa Ghoul itu sejenis jinn yang termaktub dalam Al Quran, tinggal di padang pasir. Hehehe…anak muda sekarang pasti tahu tentang Tokyo Ghoul kan?
Gak menyesal beli buku ini. Setidaknya, jadi tahu sekelumit cerita magis dan mistis dari berbagai negara.
Cosplay. Nah kalau ini, hanya gak bisa komentar banyak karena di masa mudaku dulu belum ada. Banyak sekali anak-anak muda berkostum aneka rupa yang mewakili tokoh anime kesukaannya. Gadis berseragam Jepang, pemuda menyerupai pelaut Black Pearl.
Ini sekelumit tulisan reportase tentang Manga Festival yang dalam waktu 2 hari meraup keuntungan lumayan plus pengunjung luarbiasa.
Mengapa Islamic (Book) Fair kurang diminati di Surabaya?
Di kota Pahlawan, Surabaya, tidak semua festival menarik minat pengunjung. Beberapa kali diselenggarakan bookfair dan bahkan diganti menjadi Islamic fair agar khalayak tidak terstigma dengan kata ‘buku’ ; tetap saja pengunjung jauh dari harapan. Dibandingkan dengan festival Manga, ada beberapa hal yang harus dicermati agar festival serupa yang digelar , dapat menarik minat banyak kalangan terutama generasi muda.
- Segmen usia produktif. Remaja dan dewasa awal, paling suka hiburan. Usia ini harus diperhatikan tanpa mengesampingkan usia matang di atas 40-an. Meski generasi muda minim finansial, biasanya mereka suka posting di media sosial. Alhasil, acara aakn dipromosikan gratis di twitter, facebook, instagram, dll.
- Acara variatif. Bedah buku dan talkshow mungkin dianggap acara wajib. Tapi perlu ada variasi lebih agar peminat muda meramaikan acara, misal workshop mengubah novel, cerpen, komik menjadi film. Atau workshop menggambar manga Islami. Atau bagaimana membuat mini video keren yang dapat diunggah di youtube serta menarik banyak likers. Atau bagaimana mem-boost followers.
- Hiburan. Anak muda suka banget musik. Di Manga Festival, live music tidak perlu menghadirkan bintang papan atas. Cukup band kampus yang butuh eksis, menyanyikan lagu-lagu request. Di Islamic fair, bagus sekali bila menghadirkan tim nasyid atau band kampus. Membawakan lagu-lagu keren seperti Best Day of My Life- American Authors, Sleeping Child – MLTR, 7 Years – Lukas Graham, Drag Me Down – One Direction, Heal the World – Michael Jackson. Lagu-lagu yang membangkitkan semangat anak muda untuk terus berkarya positif. Lagu-lagu Ungu, Opick, Gigi pun dikenal luas sebagai lagu religi yang diminati.
- Lomba kostum. Mirip cosplay, tapi menampilkan tokoh-tokoh kebangsaan yang penampilannya memang berbeda dari yang lain seperti Bung Karno, Panglima Sudirman, KH Ahmad Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan, Bung Tomo, Pangeran Antasari, Walisongo dan seterusnya.
- Stand komunitas dan seniman kreatif. Di Manga Festival, bukan hanya disediakan stand milik perusahaan tertentu. Bahkan lebih banyak komunitas. Islamic (book) fair dapat menyediakan stand komunitas untuk lebih membuka jejaring dengan beragam elemen masyrakat seperti komunitas bola, komunitas pecinta sejarah, komunitas pecinta fotografi dll. Termasuk seniman yang akan menggelar karyanya seperti lukisan, batik, buku-buku indie dll.
- Lomba bertema ringan. Tidak harus lomba berat yang digelar seperti award untuk buku terbaik atau penulis favorit. Di Manga Festival ada lomba makan ramen. Di Islamic fair dapat diselenggarakan, lomba menceritakan buku yang telah dibaca . Misal peserta boleh menceritakan buku Api Sejarah karya Ahmad Masyur Suryanegara. Apa saja hebatnya buku itu, siapa penerbitnya, bagaimana cara membelinya, dll. Atau event dadakan. Siapa keluarga yang membawa seluruh anggotanya –bapak, ibu, anak-anak maka mendapat hadiah dari panitia. Atau siapa pasangan termuda hari itu, dapat hadiah. Misal mereka yang baru menikah di usia 21 tahun. Dan siapa pula pasangan tertua yang hadir, misal kakek nenek usia 65 tahun. Asyik kan?
- Promosi. Tak kalah penting. Promosi, promosi, promosi. Bila tak sanggup membayar radio dan televisi juga koran; gunakan saja akun media sosial yang nonstop memberitakan acara. Banyak lho acara-acara Islami yang sangat bagus tapi minim banget informasi.
Islamic fair dan Islamic book fair sangat bagus untuk menampilkan buku-buku referensi yang dibutuhkan msyarakat. Sekaligus membuka wacana-wacana kaum muslimin agar lebih bijak bersikap. Untuk itu harus banyak belajar dari festival lain yang sukses, seperti festival di Surabaya yang sebentar lagi akan diselenggarakan : Big Bad Wolf !!
Keponakanku suka Komik Mbk. Pasti kalau ikut acara ini makin keren deh
Salam kenal mbak Sinta…
anak sulung saya suka nggambar2 orang kayak komik gitu, apa ada suggested book utk belajar teknik menggambar manga?
Ada banyak di toko buku Mbak. Boneka kayu juga ada, membantu perspektif anak2 agar gambar tubuh jd proporsional