Mata orangtua Indonesia tertuju pada Mutmainah ( Iin) , ibu dua anak yang dituduh melakukan pembunuhan terhadap anaknya Arjuna (1 tahun) , memutilasinya -naudzubillahi mindzalik- dan melakukan penganiayaan terhadap Kalisa (2 tahun).
Bagi siapapun, berita pembunuhan akan menimbulkan perasaan ngeri mendalam. Bagaimana mungkin seorang manusia tega menghabisi nyawa manusia lain, apalagi seorang ibu yang seharusnya menyayangi anak-anaknya? Ingatan kita akan melayang pada peristiwa mengejutkan pada tahun 2005 ketika Andrea Yates menghabisi 5 putranya sendiri padahal kehidupan keluarga mereka cukup mapan secara ekonomi mengingat Rusty Yates bekerja di NASA. Peristiwa Mutmainnah juga membuat kita melongok sejenak pada para ibu yang berhasil mengatasi depresinya, salah satu yang terkenal adalah Brooke Shield.
Stress , Anxietas, Depresi, Skizofren
Stres adalah tekanan kehidupan sehari-hari. Setiap orang pasti mengalami stres. Tekanan pekerjaan, tekanan ekonomi, tekanan akademis. Hampir setiap hari kita bertemu orang stres di jalanan. Para pengendara yang tak sabar menunggu lampu hijau, orang yang marah karena tersenggol motor, anak yang tidak tahan di bully teman, remaja yang tidak suka ditegur guru, anak yang ingin beli HP tapi tidak kesampaian, para lelaki yang ingin beli mobil tapi belum mampu dan seterusnya.
Stres mengintai kehidupan sehari-hari.
Tapi stres, sejatinya kehidupan yang biasa saja dan pantas dialami. Tanpa stres manusia justru tidak akan meningkatkan kewaspadaan dan potensi lain dari dirinya.Namun, stres yang tidak terkendali dapat menimbulkan kecemasan berlebih, selanjutnya depresi dan dalam tataran tertentu skizofrenia. Depresi kategori ringan dan sedang saja sudah memerlukan penanganan, apalagi depresi tingkat berat.
Andrea Yates dan Mutmainnah kemungkinan tengah mengalami depresi berat ketika lintasan pikiran destruktif itu muncul : kamu atau aku yang mati? Keinginan untuk mati bersamalah yang biasanya timbul, meski pada akhirnya, justru lebih banyak peristiwa yang berakhir dengan pelaku tak mampu commit suicide. Sebab memang sejatinya ia bukan pembunuh. Ketika kejadian pembunuhan tersebut berlangsung, ia tengah melampiaskan emosinya yang paling dahsyat dan paling negatif, dan ketika telah terlampiaskan malah sesal berkepanjangan yang tumbuh sepanjang hayat.
Antisipasi depresi dan stres sejak awal
Apa ciri khas depresi berat?
Iin Mutmainnah diceritakan bertubuh kurus, pendiam. Ia pernah menelepon adiknya Riswanto, ia ingin berpisah dari suami. Mengapa orang inign bercerai tentu karena tealh sampai di titik puncak penderitaan dan mengalamai jalan buntu. Orang-orang depresi berat biasanya kehilangan selera makan. Jangan remehkan istri anda dan ibu anak-anak ketika mulai kehilangan selera makan.
“Ya ampun, cuma nggak mau makan aja kok! Biasanya doyan makan dan ngemil segala macam.”
Depresi ringan mungkin hanya ditandai kecemasan berlebih, takut bertemu orang atau malah melampiaskan pada banyak makan. Pada kasus depresi berat orang-orang menjadi anhedonia – kehilangan rasa suka pada dunia. Dunia tidak memiliki daya tarik lagi. Menonton, jalan-jalan, tidur, berbicara, berbincang, bahakn makan sudah bukan daya tarik. Rasanya permasalahan begitu pepat mengisi otak dan tak ada jalan keluar. Depresi berat, dapat ditandai dengan orang yang susah makan dan sulit tidur. Atau malah tidur terus sepanjang hari lantaran aktivitas dunia sudah tidak lagi ada yang menarik termasuk mengurus anak, bekerja, bahkan berhubungan intim dengan suami.
Istri Shalihah tidak mungkin menyakiti anak!
Wah, kata siapa?
Saya mendampingi beberapa kasus ibu shalihah yang bukan hanya ingin menyakiti anak-anak tapi malah ingin bunuh diri. Mereka bukan jenis ibu yang suka foya-foya, suka kesenangan, lalu rapuh ketika ujian datang. Bukan!
Suatu ketika, seorang ibu shalihah menceritakan permasalahannya.
“Apakah saya salah, Mbak? Saya ingin bekerja dan punya mobil sebab harus mengantar anak-anak kesana kemari.”
Tubuhnya kurus kering, wajah cantiknya masih cantik namun hilang sudah seri mudanya.
Suaminya pun seorang lelaki sholih. Kepada saya ia bisa bercerita banyak tentang mimpi-mimpinya dan saya balik bertanya, “adik sudah menceritakan keinginan ini pada suami?”
“Tidak, Mbak. Saya takut, jika saya menceritakan keinginan saya, ia kan marah. Saya ingin jadi istri shalihah.”
Ingin aku memeluk bunda-bunda seperti ini.
Suami mereka adalah orang-orang sholih yang yakin betul bahwa istri shalihah adalah batu karang yang terbuat dari granit dan intan, tak akan rapuh oleh badai dan hanya akan dapat tergores oleh pisau berkualitas tinggi!
Oh para suami, anda harus belajar dari Chris, suami Brooke Shield!
Brooke Shield, mengatasi depresi
Berkali-kali keguguran, Brooke ingin punya anak. Sangat diluar dugaan, bayi yang dikandungnya membutuhkan banyak terapi sejak masih janin sehingga kehidupan pribadi Brooke pun dilalui susah payah. Bukan hanya kehamilan bermasalah, melahirkanpun dipenuhi rasa sakit yang luarbiasa.
Malam pertama bayi mereka di rumah, Brooke tidak mampu bergerak. Rasa sakit emosional bertahun-tahun menantikan bayi, rasa sakit terapi sepanjeng kehamilan, rasa sakit melahirkan, rasanya ia ingin istirahat sejenak.
Rowan, sang bayi menangis.
Brooke pun menangis. Mengapa? Mengapa ia justru tidak dapat mencintai bayinya dan justru merasa sangat kelelahan dengan semua ini?
Berhari-hari, berminggu-minggu Brooke malah membenci bayinya. Chris masih bersabar. Suatu ketika Chris membeli perangkat bayi di toko bayi dan termenung melihat pasangan-pasangan dengan bayi mereka yang berbahagia. Pertanyaan Chris membuat Brooke mencoba loncat dari jendela apartemen untuk bunuh diri :
“Mengapa, Brooke? Mengapa Rowan tidak membuatmu bahagia?”
Dihantui rasa bersalah, Brooke ingin mengakhiri hidup semuanya.
Chris, rupanya segera menyadari dan menangis, memeluk isti dan bayinya. Mereka sepakat mencari pertolongan. Mereka sepakat mengundang sahabat-sahabat Brooke untuk menjaganya siang dan malam. Kapanpun, potensi Brooke melukai diri dan bayinya terbentang lebar. Brooke mengalami post partum depression dan harus mengkonsumsi obat anti depresan. Selain itu, Chris, harus menjadi bagian penting yang membantunya menuju proses kesembuhan.
Lambat laun Brooke mulai menemukan kebahagiannya kembali ketika ia telah menemukan dirinya.
Bagi kita para ibu yang telah merasa kehilangan diri kita setelah punya 1, 2, 3 anak maka berhati-hatilah. Jangan sampai kita tidak terkoneksi lagi dengan alam realita. Saat kita merasa dunia realitas begitu jauh, sesungguhnya, ada halusinasi yang mengintai setiap imaji pemikiran.
Ah, mungkin saja kematian lebih baik. Ah, mungkin saja anak-anak lebih bahagia tanpa ibu. Ah, mungkin saja suamiku selingkuh dan tidak lagi mau bersamaku. Ah, aku bukan ibu yang baik, sebab aku akan mengantarkan anak-anakku ke neraka (ini adalah pengakuan halusinatif dari Andrea Yates).
Apa yang harus diwaspadai ayah dan suami?
- Pastikan emosi istri dalam kondisi stabil saat mengandung. Hamil sangat melelahkan, apalagi bila ini kehamilan yang ke 3, 4, 5 dst. Andrea Yates sesuungguhnya tidak boleh punya anak banyak karena riwayat depresinya, namun Rusty Yates sangat suka anak banyak. Parameter emosi stabil : ia suka cerita, masih tertawa, suka bercanda, masih bisa mengungkapkan keinginan (mas aku mau jalan-jalan, aku kepingin beli bakso dst), tubuh tidak mudah sakit yang merupakan pertanda ketidakstabilan emosi (bila emosi labil, tubuh sering jatuh sakit)
- Beri dukungan penuh pasca melahirkan. Pasca melahirkan ini bukan hanya 2 pekan sampai 3 bulan. Tapi tahun-tahun awal perkembangan bayi, sekitar 2 tahun. bukan main repotnya istri apaalgi bila punya 3 atau 4 anak balita. Perkembangan emosi anak-anak yang belum matang, membuat ibu harus waspada 24 jam. Kapankah ibu berhenti dan istirahat? Nyaris tak ada!
- Jangan biarkan istri kelewat diam. Pancing ia bicara. Harus! Bagaimana bila karakternya pendiam? Baiklah, tapi suami harus yakin bahwa ia tidak sedang memendam sesuatu. Ketika pulang kantor coba tanya : anak-anak buat masalah gak Dek? Duh kasihan kamu ya…pasti capek. Akhir pekan ini kamu mau kemana? (Kalau nggak punya uang, tidak masalah. Katakan, nanti kalau ada rezeki, Abang akan coba beli keinginan adik. Beli daster, beli bakso, dan keingin wajar sesungguhnya pantas dituruti. Reward seorang suami adalah obat mujarab bagi self respect nya!) Puji ia, apapun kondisiya. Kalau ia bau dan kotor saat suami pulang, katakan : adik capek banget ya sampai-sampai gak sempat memperhatikan diri sendiri. Andaikata boleh, istri akan berendam di bath tub berisi adonan coklat dan bunga 7 rupa untuk membuat kulit berkilau!
- Perhatikan bila istri sakit. Flu? Diare? Demam? Ah, sakit yang biasa. Memang, flu dialami siapa saja. Ingatlah, sakit flu dan sejenisnya yang muncul dari fisik kelewat lelah adalah akibat emosi kelewat lelah pula. Jangan-jangan ada yang mulai tidak imbang di rumah. Fisik yang sakit, bisa berimbas pada sakitnya mental atau malah sebaliknya. Mental yang sakit membuat fisik cepat ambruk.
- Berdoalah. Seorang ustadz, seorang ustadzah, tidak akan lepas dari tekanan hidup. Hidup di era modern menuntut banyak hal maka hubungan dengan Allah Swt yang terus menerus akan lebih membuat mental kuat.
- Evaluasi segala daya dukung keluarga : ekonomi, pendidikan, kesehatan mental, kesehatan fisik. Waspadalah bila ada yang timpang dan mulailah mencari bantuan pihak-pihak terpercaya untuk mengentaskan masalah. Bila hidup terbelit hutang, harus segera berupaya mengentaskan perekonomian. Pendidikan yang memadai pun akan membantu suami istri lebih bijak memandang permasalahan. Kesehatan mental harus terus dipromosikan termasuk kesehatan fisik.
- Dengar, dengar, dengar. Listen, listen, listen. Biarkan istri menangis dan rewel seperti anak kecil. Biarkan ibu mengomel. Ia sedang mencoba meluapkan emosinya. Ketika telah stabil, ajak ke kamar, peluk dan nasehatilah. Mungkin memang ia salah. Mungkin ia keterlaluan. Mungkin ia memang harus mengubah dirinya lebih baik. Tapi beri ia ruang untuk melepaskan tangis dan beban, dan biarlah ia bersandar di bahu kuat para lelaki yang telah ditakdirkan Allah Swt menjadi qowwam
- Pujilah istri dengan sebutan positif. Katakan ia cantik, meski Raisa dan Isyana lebih cantik. Katakan ia pintar, meski tentu tidak sepintar Sri Mulyani. Katakan ia hebat, meski ia tidak sehebat Margaret Tatcher. Katakan anda mencintainya, wahai para suami, meski saat itu hati anda pun tengah lelah dirundung masalah. Ingatlah, bahwa anda bukan hanya telah dihalalkan menanamkan benih di rahimnya dan menikmati malam-malam bersamanya. Anda menitipkan anak-anak yang kelak akan ganti merawat anda. Anda menitipkan anak-anak hebat yang ditangan para ibu, mereka membuat anda bangga dengan sebutan ayah. Di tangan ibulah, wahai para suami, anda tengah menitipkan tunas baru yang ketika anak-anak itu berprestasi dan sholih , anda sebagai ayah akan jumawa berkata : ah, itu anak-anakku! Maka tidakkah semua imbalan yang anda dapatkan, pantas anda bayar dengan pengorbanan pula?
Posting kita hari ini kompakan, mbak… 😀 http://www.afifahafra.net/2016/10/jangan-biarkan-dia-membunuh-anak-anakmu.html
Sangat bermanfaat Mbakyu … jadi pengin buru-buru pulang, lhooooo
Iya nggak papa, mas Ali. Buruan pulang hehehe
Selalu suka dengan tulisan-tulisan, Mbak Shinta. Terima kasih sudah berbagi. Btw, kita pernah ketemu di acara islamic book fair UNY tahun lalu.
kalo masih terbersit ingin menyakiti anak, ya tidak dihitung istri shalihah/ suami sholih.
Keren, Mbak. Nambah ilmu. 😀 Barakallah ya…
Semoga kesadaran masyarakat di sini soal mental-health issue semakin membaik U___U
Ditunggu tulisan tentang baby blues yang juga bisa menghinggapi suami, Mbak…
Eh, ini Koko Nata ya?
Tulisannya bagus bgt. Jadinkebuka deh dan sedikit ngerti
meski belum menikah tpi ini bisa jadi ‘bekal’ yang bisa dismpan untuk nanti
Banyak suami yg merasa tugasnya mencari nafkah sudah cukup membuatnya sibuk dan lelah, sehingga mereka tdk ingin direpotkan soal hal-hal yang sifatnya dianggap sebagai keluhan saat mengurus anak dan rumah. Gimana menurut Mbak?
Harus dibangun saling pengertian, bahwa saat salah satu pasangan butuh dukungan, yg lain ada utk menguatkan.
Misal kali ini istri yg sakit, suami ada untuknya.
Suatu saat ganti suami yg lemah, istri ada utk menguatkannya.
Aku nangis baca ini, bundaaa 🙁 Aku pernah sangat depresi saat hamil anak kedua, akibatnya anak kedua lahir dengan penyakit bawaan. Harus dioperasi saat usianya baru 11 hari. Betapa dukungan suami sangat penting bagi para istri. Kadang aku berpikir mau balik lagi ke masa saat aku masih sendiri, belum ada anak dan suami. Bebas mau kerja dan berkarir.
Hiks… Mewek, punya 5 anak, 3 balita, 2 anak istimewa tanpa ART. Rasanya lumayan hahaha…
Kalo lagi lelah suka mikir, panteees ya ada ibu yang bunuh anaknya…
Tapi alhamdulillah punya kesempatan menepi sejenak dan suami pun perhatian. Jadi sampai sekarang masih tetep ‘waras’ alhamdulillah.
Betul sekali… sulit ketika ingin bicara karena orang sekitar pasti beranggapan bahwa ibu yg depresi hanya mengada-ngada.. beruntung rasanya memiliki suami, saudara dan sahabat yang mau mendengarkan dan tidak mencemooh.
Poin poin yang bikin aku kangen sama si partner. Semoga lekas sore. Aku ingin sharing banyak hal sama dia.