Generasi Muda  & Wakaf 4.0

Apa yang ada di benak anda ketika mendengar 4.0?

Bila bertanya pada mahasiswa, maka jawabannya adalah : IPK atau indeks prestasi kumulatif. Tentu, bukan itu yang dimaksud. Istilah 4.0 sering digaungkan di berbagai aspek dunia akademis, birokrasi, perdagangan, industri hingga politik dan kehidupan bernegara. Secara singkat, 4.0 dianggap sebagai sebuah revolusi keempat yang mengubah cara manusia beraktivitas sehari-hari mulai kehidupan pribadi hingga kehidupan sosial. Revolusi 4.0 dipandang sebagai perpanjangan era 3.0, padahal jauh berbeda. Di era 3.0 cara kita melakukan transaksi keuangan hanya menggunakan teller bank dan mesin ATM.  Saat ini, transaksi keuangan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Kartu kredit dan kartu debit dikeluarkan semua institusi perbankan. E-wallet sangat banyak jumlahnya. Aplikasi all in one tumbuh subur, dari yang  berbasis layanan kendaraan online hingga aplikasi syariah.

4.0 adalah era dimana Internet of Things (IoT), rekayasa genetika, robot, kendaraan tanpa pengemudi, Artificial Intelligent, Big Data, mesin pintar dan berbagai temuan lain saling terkontak dalam satu waktu. Pengguna dapat memutuskan berbagai hal penting bersamaan, terjadi pemangkasan waktu dan jalur distribusi untuk menyelesaikan berbagai  kebutuhan. Sebagai contoh : orangtua dapat menggunakan layanan online perbankan untuk membayar biaya pendidikan semua anak-anaknya, membayar asuransi, listrik, air, gas, mengisi uang elektronik dan memesan makanan serta membeli lemari hanya dengan duduk! Dulu, untuk menyelesaikan semua itu, orangtua harus datang ke sekolah atau universitas, ke kantor PLN, perusahaan air minum, penjual gas, datang ke restoran dan harus ke toko meubel.

Era 4.0 memang memudahkan banyak hal, tetapi juga harus dicermati sebagai kondisi yang mencerminkan VUCA – volatile, uncertain, complex, ambiguous. Volatile berarti sesuatu dapat berubah cepat dalam skala besar. Uncertain menggambarkan kondisi sekarang yang tidak dapat diramalkan dengan  jelas. Complex bermakna banyak sekali yang harus dipertimbangkan dan diputuskan, sementara ambiguous diterjemahkan sebagai simbol-simbol yang memiliki banyak makna.

Apapun itu, selamat datang masa 4.0. Selamat tinggal era 3.0, apalagi 2.0 bahkan 1.0. Mereka yang tidak mau belajar, akan tergilas. Mereka yang tidak mau berubah akan terhempas.

 

Siapa yang paling dekat dengan 4.0?

Bicara tentang revolusi industri 4.0, berarti membahas sebuah zaman yang diwakili oleh generasinya. Tak ayal lagi, mereka yang dekat dengan era 4.0 adalah generasi muda; baik dari masa generasi Y, Z atau alpha. Senior yang sudah mapan tak boleh mengabaikan fakta ini, sebab 4.0 dekat dengan makna sesuatu dapat berubah dengan sangat cepat dan dalam skala besar – volatile.

Dulu, selebritis dan pengusaha harus meniti tangga dari bawah. Sekarang, mereka dapat potong kompas, tak perlu lagi berurusan dengan pihak-pihak yang memperpanjang jalur pencapaian. Selebritis dapat mempopulerkan diri lebih cepat lewat media sosial seperti youtube dan instagram; pengusaha dapat segera memasarkan produknya lewat  marketplace dan blog. Sebuah kejadian dapat beredar informasinya lewat media sosial dengan cepat; begitupun bala bantuan yang diharapkan. Bencana alam misalnya, dalam sehari bahkan satu jam, orang-orang yang bersimpati akan menggalang dana untuk membantu saudaranya di belahan bumi lain.

Remaja adalah agen perubahan.

Beberapa wilayah yang dulu tak mungkin disentuh anak muda, sekarang justru menjadi dunia anak muda dengan segala dinamikanya. Sebut saja politik dan dunia usaha. Di waktu lampau, dunia ini dipenuhi orang-orang dewasa, bahkan orang berusia paruh baya. Sekarang, politik dunia diwarnai kaum muda seperti Alexandria Ocasio- Cortez, anggota dewan termuda  di Amerika, Mark Zuckerberg pendiri facebook, Sergei Brin dan Larry Page pendiri google. Entitas yang membutuhkan figur untuk dikenal masyarakat luas menggunakan influencer muda sebagai pemantik. Tak ada lagi yang meremehkan kaum muda. Mereka agent of change, sekaligus gelombang kuat untuk menyuarakan perubahan.

Dalam bidang religi pun, generasi muda membuat gebrakan-gebrakan kreatif yang mencengangkan. Mereka membuat komunitas, film, laman berita termasuk konten-konten lucu, kreatif dan menarik di berbagai media sosial. Informasi penting dan berbobot kini dikemas dengan gaya anak muda hingga pesan itu sampai ke masyarakat luas.

Wakaf, adalah salah satu amal terbaik dalam Islam.

Selayaknya setiap jiwa menanamkan sedekah dalam bentuk wakaf, sekecil apapun kontribusi yang dilakukannya. Pahala mengalir hingga yaumil akhir, terciptanya kantong-kantong produktifitas, mereka yang miskin dan terpinggirkan dapat tetap sejahtera menikmati layanan pendidikan dan kesehatan, serta layanan publik yang lain. Melihat pentingnya wakaf bagi pembangunan ummat, selayaknya wakaf digencarkan di berbagai kalangan, bukan hanya di kalangan dewasa dan berpunya, tapi juga dikalangan generasi muda sebagai agent of change. Nature dari generasi ini adalah : mereka suka berbagai informasi baik verbal, visual atau audia kepada khalayak. Ketika mereka sudah menyuarakannya, masyarakat luas akan senang menjadi bagian dari gerakannya. Tetapi, untuk menggandeng kalangan muda, diperlukan trik khusus agar mereka tertarik.

 

Wakaf : dari Anak Muda untuk Anak Muda

Anak muda suka hiburan, itu sudah pasti.

Perlu dipahami, hiburan tidaklah selalu bernilai negatif. Bila hiburan dikemas dengan nilai-nilai religius, ilmu pengetahuan dan ketrampilan; akan sangat bagus bagi perkembangan fisik dan psikis generasi muda. Remaja perlu diberikan wadah untuk berkreasi. Bakat dan minat mereka demikian beragam, mulai kecenderungan untuk beraktivitas kinestetik yang biasanya dilakukan outdoor atau di luar ruangan, hingga aktivitas kontemplasi semacam sains atau seni.

Saat ini, sangat jarang sarana anak muda berupa gedung luas dan gelanggang yang dapat menampung berbagai aktivitas. Menurut Rothwell Miller Interest Blank, minat anak muda terbagi sediktinya ke dalam dua belas kategori , meliputi : outdoor, mekanik, komputasi, klerikal, sains, medis, teknik, personal contact, social service, seni, literatur, practical. Bayangkan bila anak-anak muda ini diberikan wadah untuk berkreasi sesuai bakat minat, kita akan mendapatkan ribuan bahwan jutaan mereka yang ahli di bidang lapangan, olahraga, komputasi, sains, seni, literasi dan seterusnya. Bakat dan minat tidak didapatkan begitu saja, tetapi harus dilatih hingga mencapai level 10.000 jam terbang.

Anak muda membutuhkan wadah dan fasilitas yang dapat menunjang potensinya.

Savant Whiltshire.jpg
Stephen Whiltshire, seniman savant

Kita tidak tahu apakah di antara mereka ada seseorang seperti Magnus Carlsen, grandmaster catur, Daniel Tammet si autistic savant, atau Stephen Whiltshire si pelukis genius. Yang harus diupayakan oleh pemerintah, pendidik, penyandang dana, filantropis adalah bagaimana semua pihak dapat bersinergi untuk menciptakan peradaban yang lebih maju dan bermartabat bagi generasi penerus.

Ketika dunia dikepung hutan beton dan besi-besi, sungguh anak muda memerlukan gelanggang luas tempat mereka dapat berkreasi, berkontemplasi sekaligus mengasah ketrampilan sosial. Gelanggang remaja, yang merupakan gabungan dari berbagai value pendidikan, religiusitas dan kebangsaan; dapat terwujud salah satunya melalui program wakaf.

Bila dirasa pemerintah dan lembaga wakaf konvensional kesulitan mewujudkannya, mengapa tidak gunakan kelompok anak-anak muda untuk membangun sendiri gelanggang yang mereka butuhkan?

gelora utk disabilitas.png
Gelanggang remaja untuk disabilitas

Layanan Wakaf Digital dengan Nominal Terjangkau

Wakaf, selama ini dianggap sebagai sedekah dengan nominal besar. Padahal tidak selalu harus demikian, bukan? Sebuah lembaga zakat lokal di salah satu kabupaten di Jawa Timur melaporkan, lembaga zakat kabupaten mereka memperoleh penghargaan sebagai lembaga dengan performa terbaik. Padahal mereka tidak menghimpun dari muzakki berpenghasilan besar. Ternyata, para pemungut infaq rajin mendatangi masyarakat pinggiran yang terdiri dari nelayan dan petani, memberikan edukasi tentang pentingnya infaq dan mereka mengumpulkan recehan seribuan serta duaribuan. Hasilnya? Luarbiasa. Perolehannya lebih besar dari muzakki kaya yang memberikan infaq dengan nominal-nominal besar.

Generasi muda dapat didekati dengan cara demikian. Edukasi wakaf harus digaungkan.

Program wakaf tidak lagi dalam bentuk nominal ratusan ribu rupiah, tapi dapat diberikan pilihan puluhan ribu, hingga ribuan rupiah saja. Anak-anak muda yang enggan berinfaq tetapi memiliki saldo lumayan di e-wallet mereka, akan tergugah untuk berwakaf duaribu rupiah, setidaknya seminggu sekali di hari Jumat. Sekarang, anak muda gemar berbagi informasi dan semangat di hari-hari tertentu, terutama hari Jumat.

Mengapa tak memanfaatkan semangat ini?

wakaf aplikasi.jpg
Anak muda & aplikasi wakaf

Layanan wakaf digital ini tinggal disatukan dalam berbagai macam aplikasi yang bertebaran, seperti aplikasi kendaraan online atau uang elektronik lainnya. Jangan remehkan sekedar limaratus atau seribu rupiah. Bila dikalikan dengan ribuan jiwa muda, hasilnya luarbiasa!

 

Portofolio Penerima Wakaf

Anak muda selalu punya rasa ingin tahu besar!

Ke mana disalurkan? Seperti apa proyek wakaf yang didanai? Apakah dana tersalurkan menjadi masjid, rumahsakit, sekolah, klinik, ataukan gelanggang remaja? Portofolio wakaf ini sangat penting untuk menggungah curiousity, kebanggaan dan kepercayaan.

Umumnya, pewakaf akan semakin bersemangat memberikan dana ketika mengetahui, seberapa jauh bentuk fisik alokasi dana wakaf. Sejauh mana telah menjadi pondasi, telah berdiri dinding, telah diberikan furnitur, dan seterusnya.

Dalam layanan digital, baik aplikasi yang diunduh atau memanfaatkan instagram misalnya, perkembangan bentuk fisik alokasi dana wakaf dapat ditampilkan. Pewakaf akan senang sekali melihat tahap demi tahap, apalagi bila informasi disajikan secara detil. Bahkan diberikan link youtubenya!

Wakaf yang telah dikelola pemerintah, secara data telah mencukupi. Tetapi tentu, harus lebih gencar lagi penyebaran informasi wakaf dan edukasi wakaf nya. Situs dapat dikembangkan, ditambahkan link-link menarik seperti liputan para blogger, youtuber dan influencer. Agar, yang berbicara ke tengah masyarakat luas bukan hanya sekedar simbol angka dan huruf tetapi gambar-gambar visual cerita cerita yang lebih dinamis.

Misal, data wakaf di Jawa Timur untuk wilayah Surabaya. Tercatat di daerah Wonokromo saja mencapai angka tujuh belas. Wonokromo adalah sebuah wilayah kecil, mendapatkan wakaf sejumlah tujuh belas tentu luarbiasa. Tetapi seperti apakah perkembangan wakaf yang terakhir? Kapankah diupdate? Seperti apakah sekolah yang berjalan dan klinik yang dioperasikan? Apakah cukup hanya berdiri bangunan fisik berbentuk masjidnya saja, tetapi bangunan itu sepi dari jamaah, bahkan tak ada takmir dan nihil kegiatan? Tentu sangat disayangkan.

Harapan kita semua, wakaf bukanlah benda mati, tetapi sebuah sinergi antara bangunan fisik yang membisu dengan aktivtias manusia-manusianya yang lincah dan selalu kreatif menembus kendala.

tanah-wakaf-berwujud-masjid-_131230140629-500.jpg
Wakaf masjid

Kita berharap, anak-anak mudalah yang akan menyalurkan energi dahsyat mereka, untuk mengelola berbagai wakaf yang tesedia. Bila, wakaf itu tidak hanya bagi aktivitas yang mainstream tetapi justru diperuntukkan bagi aktivitas–aktivitas extraordinary : gelanggang olahraga panahan, gulat, berkuda; gelanggang seni tari saman, remo atau tari piring; gelanggang skateboard dan longboard, gelanggang musik, gelanggan seni visual modern macam manga dan anime; dapatkah anda bayangkan?

Anak-anak muda Indonesia akan memiliki sebuah gelanggan remaja bernafaskan religius.

Mereka yang terpinggirkan karena masalah ekonomi, masalah kelaurga, masalah disabilitas, atau masalah lingkungan; akan memiliki tempat untuk dituju.

Wakaf, sejatinya diperuntukan bagi generansi penerus, sehingga harus dipikirkan fasilitas apa saja yang dibutuhkan generasi muda. Wakaf  bukan sekedar prasasti orang terdahulu yang sukses secara finansial sehingga peruntukannya tak mau bergeser dari bangunan masjid dan sekolah.

Sudah waktunya kita mengajak generasi muda, menciptakan arena untuk mereka, dan membantu menumbuhkan  potensi bakat minat yang  luarbiasa!

 

 

Referensi :

Hooper, Rowan. 2018. Superhuman : Life at the Extremes of Our Capacity. New York : Simon and Schuster

Baenanda, Listhari. 2019. Mengenal Lebih Jauh Revolusi Industri 4.0. Diunduh dari  https://binus.ac.id/knowledge/2019/05/mengenal-lebih-jauh-revolusi-industri-4-0/ pada 20/10/2019

Gladwell, Malcolm. 2018. Outlier. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *