Novel The Road to The Empire : karya Terjemahan?

Catatan Perjalanan Jurnal Harian Karyaku Kepenulisan

Aku bertemu beberapa orang yang berpendapat, the Road to The Empire bukanlah karya asli orang Indonesia. Mereka terkaget-kaget ketika tahu bahwa penulisnya malah anak FLP (……tahu sendiri kan, FLP sering tidak dianggap menghasilkan karya sastra :-)).

Lebih kaget lagi ketika kisah perang seperti itu ditulis oleh perempuan, berjilbab pula?…he…he… Waktu aku mengisi di Kampus UNTAG, mahasiswi di sana tidak percaya yang menulis The Road to The Empire itu aku….aduh, bagaimana membuktikannya?:-)

Kiai Faizi dai AnNuqoyah , Guluk-guluk, Sumenep yang membedah bukuku di Pamekasan beberapa waktu lalupun sempat tidak percaya aku yang menulis ceritanya. Sinta Yudisia dipikir bukan orang muslim juga, mirip-mirip nama agama Hindu (Waktu ibuku hamil memang sangat gandrung dengan Dewi Sintanya Ramayana. Bahkan katanya kalau tidak kesampaian akan diberi nama Sintosina-nama sejenis obat di masa itu karena ibuku seorang apoteker). Nama Sinta Yudisia memang terdengar kurang muslimah ya?

Untungnya setelah bertemu denganku Kiai Faizi yakin bahwa memang akulah yang menulisnya sebab aku bisa menyampaikan , kenapa aku terobsesi betul untuk menuliskan sejarah Mongolia beserta para bangsawannya yang pernah memeluk agama Islam. Moga-moga setelah ini , Insyaallah aku mau menulis Takudar yang berikutnya, orang-orang tidak meragukan lagi bahwa itu asli tulisanku. Sinta Yudisia. Orang asli Indonesia, muslimah berjilbab, anak FLP juga. Aku cinta sekali pada negeriku sehingga ingin menghasilkan sesuatu yang membanggakan bagi bangsa dan negaraku, juga agamaku 🙂

Jangan lupa ikuti Lomba Resensi Novel TRTE!

0 thoughts on “Novel The Road to The Empire : karya Terjemahan?

  1. hihihi… lucu juga mbak
    jadi penulis memang ‘gila’. hehehe…
    ketika novel pertama saya yang bercerita tentang tragendi Madura Dayak yang saya tulis dengan setting dayak (Kalteng), orang Bima, daerah saya, malah mikir saya bukan orang Bima asli, tapi ada darah Kalteng-nya. hehehe…

  2. heran!!! mongolia sedetail itu.
    beneran, sempat ga percaya juga… afwan mbak ya…
    herannya, cewek ko suka cerita perang? 🙂

    1. Kalau di teori psikologi, yang punya feromon itu kaum jantan. Lihat deh hewan (burung cendrawasih misalnya); yang berbulu sangat indah adalah yang jantan. Yang betinanya saling berperang untuk memperebutkan pejantan. Itu berlaku di dunia manusia juga. Perempuan ternyata juga suka perang : perang melawan kodrat, melawan jatidiri, dsb;-{

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *