Bahagianya jadi muslim. Setiap tahun ada waktu jeda, istirahat sejenak, melapangkan hati, memantapkan pikiran. Punya waktu lebih bersama keluarga, berlimpah rezeqi, berlomba dalam kebaikan. Capek memang, mana ada puasa nggak capek? Apalagi biasanya agenda Ramadhan bukannya menyusut, malah berlipat-lipat.
Beberapa pengalaman kecilku di bawah ini mungkin berharga :
1. Mengajak anak-anak puasa Ini masih 29 Juni, sekolah masuk pertengahan Juli. tahu sendiri kan apa keluhan ibu-ibu semasa liburan? “ Anakku di rumah makan dan ngemil melulu! Harus sedia buanyaaakk jajan. Sedikit-sedikit bilang : ada kue nggak? Sudah gitu…berantem aja sama saudara. Namanya lagi nggak ada kegiatan.” Paling2 kegiatan di sini hanya sholat ke masjid, main bersama teman2. Aktivitas sehari2 yang capek di sekolah sedang ditiadakan. Hitung2 memberi waktu para guru buat bernafas lega. Mendidik anak2 sekarang nggak gampang lho…
Anak2 mulai kuberi tahu bahwa Ramadhan kurang sekian hari. Latihan puasa yuk! Mereka semangat sekali, sekalipun semangatnya adalah mengumpulkan makanan sahur
2. Kembali membiasakan puasa Aduh, besok aku seharian keluar. Deadline laporan praktikum, harus membayar ini itu, mengerjakan ini itu, belum energi untuk melerai anak-anak. Dan, malamnya ada kuliah Psi. Komunikasi ( ini kesalahanku karena terlambat memprogram kelas, jadi dapatnya kelas sore). Kuat nggak, kuat nggak. Coba deh….deh, agak lama gak mulai puasa. Jam tiga seperempat bangun, sholat sebentar, lalu tahu2 setengah empat. Ya sudah….hanya sempat buat bikin mie dan minum greenbeans (kacang hijau kemasan). Kuajak Inayah sahur karena ia masih punya beberapa hutang puasa.
Ternyata…. seharian aku beraktivitas, Alhamdulillah oke-oke aja. Bahkan aku terlambat buka karena kelas nabrak waktu magrib. Dan ajaibnya, perutku yang sering bermasalah kok ….? Begini ceritanya : aku memang sering melek malem, buat ngetik. Perutku kayaknya jadi punya problem, sering sakit , melilit, buang air sehari bisa 2-3 kali ( maaf..). Nah, di hari puasa ini pada kemana sakitnya? Aku buang air cuma sekali pas pagi dan ketika malam pun sehat walafiat. Aku tidur setelah isya dan bangun dini hari. Subhanallah….. Memang kalau agak lama nggak memulai puasa , agak berat. tapi kalau sudah mencoba sehari, ketagihan. Badan serasa fit. Tentunya, sahur kilat seperti tadi tidak dapat diandalkan terus menerus.
3. Quran Quran identik dengan Ramadhan. Sudah agak lama aku merasakan keringnya ruh membaca Quran, pinginnya sekian halaman sehari. Jadi ya sudah, ngebut aja. Sampai beberapa hari lalu aku bertemu seorang teman lama, seorang muslimah, ia pernah mengalami ujian berupa sakit berkepanjangan. Sekarang Alhamdulillah sehat, terlihat cantik dan bugar. Lalu dia membaca Quran di rumahku.
Subhanallah.
Begitu tartil
Begitu khusyu’.
Begitu tidak terburu2.
Begitu menikmati. Seolah ia sedang mengunyah huruf demi huruf, kata demi kala, lalu menelan kalimat itu ke dalam sanubarinya. Serius, aku malu sekali. Tetapi pertemuan ini membawa barakah, aku kembali memperbaiki bacaan Quranku yang seringkali hanya sampai di kerongkongan. Jadi, mendengarkan bacaan seorang teman yang membaca Quran dengan tartil, mampu mengembalikan keimanan, InsyaAllah, dan membuat kita jadi semangat memperbaiki bacaan Quran.
Hayooo, hafalan Qurannya sudah pada sampai dimana? ^_^