Masih ingat tentang keajaiban doa safar?
Setelah beberapa kali bertemu teman perjalanan yang kurang mengenakkan, akibat saya juga meremehkan doa safar, saya lalu bersungguh-sungguh berdoa setiap kali melakukan perjalanan keluar kota : semoga diberikanNya teman sholih dan sholihah. Alhamdulillah, Allah SWT mengabulkan doa-doa. Di beberapa perjalanan, teman duduk saya orang-orang yang luarbiasa.
Beberapa sudah saya tuliskan secara singkat :
1. Pemuda sholih, kakak beradik hafidz
2. IRT pengusaha sukses
3. Tukang becak, cucunya hafidz
4. Seorang teman lama, istri ke-2
Kali ini, saya ingin melukiskan pengalaman istimewa yang subhanallah…betul-betul sebuah skenarioNya.
Jakarta , terdampar menunggu Shubuh
Moga bukan dislexia. Atau rabun. Atau apalah.
Akhir-akhir ini saya suka salah baca tulisan. Ikut lomba menulis, bolak balik lihat persyaratan, 1-5 halaman. Setelah dikirim, ternyata 5-10 halaman! Bolak balik salah lihat jadwal kuliah. Yang terparah, bolak balik lihat jadwal Jogja Muslim Festival, tertera pagi hari. Akhirnya mengiyakan panitia Medan untuk mengisi acara pagi hari berikutnya. Ternyata…, acara Jogja sore hari. Terpaksalah jadwal pesawat dicancel, diubah, dan terpaksa terdampar di bandara Soetta dari jam sebelas malam hingga Shubuh esok harinya.
Shubuh, setelah check in dan duduk di waiting room, wajah ini bertatapan dengan seorang perempuan berjilbab kuning. Dia dan saya sama-sama terdiam beberapa detik.
Kami telah berpisah 15 tahun yang lalu! Setelah perasaan saya demikian lelah, harus berlomba dengan waktu, memikul ransel, dan yang paling menyebalkan menggerutu mengkritik diri sendiri yang berulang kali salah melihat simbol angka ; rupanya ada rahasia di balik semua kesalahan-baca-ini. Di balik tiket yang terpaksa berganti jam. Di balik jadwal yang amburadul berantakan. Di balik nafas ngos-ngosan memburu waktu di bandara Adi Sucipto, Soetta, Kualanamu.
Lalu kami berdua sama-sama terpekik, bersalaman, cipika cipiki dengan perasaan rindu membuncah.
Mari, kita simak kisah kasih 3 insan yang terpatri dalam cinta unik. Nama saya samarkan dengan Raffi, Yuni, dan Shara.
Bila cinta dalam ikatan dakwah
Shara seorang perempuan cerdas sholihah berputra satu. Suaminya meninggal di saat usianya masih demikian muda, kecelakaan yang mendadak. Aku masih ingat bagaimana Shara demikian tegar, sementara kami yang takziyah menangis tak henti-henti. Suami Shara seorang lelaki sholih, baik akhlaqnya, dai yang tiada duanya.
Bertahun-tahun kemudian aku mendapat undangan pernikahan Shara. Ia dilamar seorang lelaki berkedudukan, sebagai istri kedua. Konon, lelaki itu –Raffi- meminta istri pertamanya Yuni untuk mencarikan istri kedua. Yuni pun menemukan Shara dan mereka sepakat bertiga untuk mengikat diri dalam ikatan cinta yang sah, dalam naungan lazuardi dakwah.
15 tahun kemudian aku bertemu Shara.
Tentu, insting perempuanku berusaha ingin tahu. Aku menyebutnya Kakak.
“Kakak tinggal di…?”
“J.”
“Suami kak Shara dimana?”
“Ya di J juga dong dek,” Shara tertawa.
Kamis atu pesawat. Duduk berdampingan. Dan mengalirlah kisah indah yang demikian ingin kutuliskan secara khusus untuk sebanyak mungkin orang. Meski sebagai perempuan sampai kapanpun tak akan bisa menerima alasan poligami, kisah Raffi, Yuni dan Shara pantas untuk direnungkan.
Kunci poligami
Shara telah menyelesaikan studi S3nya. Kami bertukar nama, di depan namanya tertera gelar doktor. Ia seorang perempuan yang aktif, dengan segudang kesibukan. Aku yakin, pernikahan mereka tentu tidak seindah si cantik cerdik Shahrzad mengisahkan 1001 malam ke telinga raja Persia.
Pasti ada yang indah.
Pasti ada yang seru.
Pasti ada yang heboh.
Dan kita, sebagai perempuan, senang mendengar ksiah dramatis, melankolis, terutama sisi konflik yang meruncing kan?
Penasaran dengan kisah cinta segitiga, aku langsung bertanya. Beruntung, Shara sangat bijaksana melayani rasa ingin tahuku. Teori, selalu lebih simple daripada praktek. Teori, selalu jadi kambing hitam bila prakteknya bermasalah. Bagaimanapun, teori adalah penyederhanaan fakta di lapangan. Kisah Shara boleh jadi terdengar teoritis bagi sebagaian kalangan, tapi demikianlah yang dialami Shara.
Raffi mampu menjaga keharmonisan hubungan dengan Yuni dan Shara. Tentu ada friksi disana sini, masing-masing punya cara khas mengatasi masalah.
Raffi
Usianya terpaut 20 tahun dari Shara. Raffi adalah seorang lelaki yang matang. Dalam pandangan Shara, Raffi mampu menjadi qowwam bagi keluarga istri pertama dan kedua. Raffi mampu mendidik Yuni, sekalipun tidak mengabaikan sisi-sisi manusiawi Yuni yang mudah meradang saat berada di posisi istri pertama.
Raffi tahu, bahwa menikah untuk yang kedua kalinya , secara syariat tidak membutuhkan izin dari istri pertama. Lagipula, mana ada istri yang mengizinkan? Tapi Raffi memilih untuk tidak sembunyi-sembunyi, dengan alasan agama atau dakwah sekalipun. Raffi mendiskusikan secara terbuka dengan Yuni keinginannya untuk menikah lagi, di saat putra putri mereka telah berjumlah 5 dan kondisi keuangan keluarga sangat mapan. Raffi meminta Yuni yang memilihkan.
Bukan mudah mencari pasangan bagi Raffi dan Yuni.
Yuni mencari-cari dan akhirnya menemukan Shara, janda beranak satu yang tangguh. Raffi mendiskusikan terbuka dengan seluruh anggota keluarga, di saat anak-anak beranjak remaja. Alhamdulillah, semua terbuka untuk menerima Shara.
Yuni
Yuni adalah perempuan cerdas berpendidikan tinggi. Berdasar cerita Shara, ia perempuan yang sangat dominan. Dalam tahun-tahun pertama pernikahan Raffi dan Shara, Yuni benar-benar memegang kendali keluarga. Keuangan, pembagian hari, semua berada di tangan Yuni. Raffi lebih banyak berada di rumah Yuni, ketimbang di rumah Shara. Kadang, Yuni juga tidak bisa menghindari gesekan dengan Shara. Apalagi rumah mereka juga bertetangga.
Shara
Ketulusan dan upaya memahami, rupanya salah satu kunci Shara mampu menjaga stabilitas keluarga Raffi dan Yuni.
“Kakak tau, Sin,” ujarnya, “ kakak juga banyak belajar dari para istri yang dipoligami, bahwa tahun-tahun pertama adalah masa yang sangat sulit. Maka kakak ambil posisi mengalah, kakak lebih banyak mundur jika ada keputusan harus diambil suami istri.”
Shara mengalah dalam masalah hari. Shara mengalah dalam masalah keuangan. Untungnya, Shara punya penghasilan sendiri. Apalagi Shara menyadari, anak-anak Yuni berjumlah 5 orang dan semuanya membutuhkan perhatian moril dan materil.
Ketulusan, sikap mengalah Shara membuat Yuni juga melunak.
Di kemudian hari, Raffi bisa membagi hari antara Yuni dan Shara masing-masing setiap 2 hari. Ketika anak-anak Yuni mulai lulus kuliah, Shara meminta kepada Raffi dukungan materi kepada anak-anaknya (dari Raffi, Shara mendapatkan seorang putra). Yuni dan putra putrinya tak keberatan dengan permintaan ini.
Shara punya beberapa tips untuk mengatasi friksi saat menghadapi Raffi dan Yuni :
• Ketika landasan awal adalah niat ibadah kepada Allah SWT, niat karena dakwah, insyaAllah guncangan yang terjadi akan kembali mereda setelah masing-masing merenungkan niat awal kembali. Berbeda yang main kucing-kucingan. Sekalipun dalam agama dibenarkan, menurut Shara, musyawarah akan menimbulkan kebaikan. Terutama dampak bagi anak-anak.
• Jika Yuni menyakiti hati Shara, Shara tidak serta merta membalasnya. Di saat Shara berkunjung ke suatu daerah untuk urusan tugas atau dakwah, Shara selalu membelikan oleh-oleh untuk Yuni. Bila sakit hati Shara belum sembuh, Shara akan menitipkan buah tangan kepada Raffi dan mengatakan, “titip untuk kak Yuni ya.”
• Shara membiasakan menulis surat untuk Yuni, dalam kesempatan-kesempatan istimewa ataupun saat mereka punya masalah. Shara menuliskan “terimakasih telah berbagi kebahagiaan” atau “terimakasih telah berbagi cinta.” Shara sangat menghindari perkataan “terimakasih sudah mengizinkan bang Raffi…” . Sebab bagi Shara , kata MENGIZINKAN akan melukai perasaan Yuni. Yah, siapa yang mengizinkan? Atau bila mengizinkan, tentu dengan perasaan gundah, sakit yang luarbiasa dan kata-kata itu hanya akan menuding : nah, kamu kan udah ngijinin suami kamu nikah lagi.
• Shara senantiasa berkata pada anak-anak Yuni : Ummi memang bukan ibu yang melahirkan kalian, tapi kalian adalah anak-anak Ummi. Kelak, ketika Ummi meninggal maka anak Ummi A dan B hanya akan memiliki kalian sebagai saudara. Begitupun sebaliknya. Alhamdulillah, anak-anak Yuni dan Shara bersaudara layaknya saudara kandung.
Saya yakin, tak mudah menjalani kehidupan sebagai Raffi, Yuni dan Shara.
Membayangkan suami kita berbagi dengan perempuan lain, tak sanggup rasanya. Tapi saya sungguh terkesan dengan ucapan Shara yang memuji suaminya.
“Kunci poligami memang ada di suami, Sin. Jika ia mampu menjadi sebenar-benar qowwam, sebenar-benar pemimpin yang bijak dan mampu membimbing keluarga; insyaallah akan baik. Meski semua ada kendala, insyaallah tetap teratasi.”
Saya, mungkin seperti anda , perempuan kebanyakan. Tak akan berpikir poligami. Namun semenjak bertemu Shara kembali, ada denyut lain dalam doa. Semoga Allah SWT senantiasa menjaga orang-orang seperti Raffi, Yuni dan Shara; menjaga setiap keluarga yang senantiasa berupaya berada dalam jalan kebaikan.