Selama ini sayur mayur, cabe, tomat, bawang selalu beli.
Padahal duluuu banget, pas aku kecil; ibu senang menanam-nanam apa aja di pekarangan rumah. Jangan bayangkan rumahku besar ya. Perumnas dengan tipe 21. Hanya ada sedikit lahan di depan. Lahan sedikit di belakang ketika belum ada uang untuk membangun dapur.

Ibu suka melempar apa aja ke tanah. Bahkan, Perumnas (perumahan nasional) rumahku dulu, bekas tanah pertanian. Masih berlumpur, batakonya banyak kalajengking hihi. Bisa nanam padi sedikit. Ada bawang merah. Sisa bahan dapur dibuang begitu aja , terutama tomat, cabe rawit dan cabe merah.

🍅🌶Aku ingat, kalau sudah lihat buah cabe atau tomat yang masih hijau itu, seneeeng banget. Kuelus. Kutimang. Dan ketika masak dari hasil pekarangan sendiri, luarbaisa bahagia. Lagipula lebih sehat, bukan?

Semenjak corona virus dan tukang sayur kadang jarang datang, kami mulai lihat-lihat di internet tentang hidroponik dan cara menanam sayur mayur sendiri. Anak-anakku mencoba menanam ini itu. Ada yang tumbuh, ada yang mati. Biarlah. Biarkan mereka mencoba. Mencoba menanam selada, besoknya sudah digondol tikus. Oh, berarti harus dilindungi pakai baskom. Mencoba menanam serai di bekas botol kaca yang gak ada lubangnya. Mencoba menanam bawang putih. Ada yang akarnya bisa langsung bertunas, ada yang mati karena terlalu banyak air atau tak cocok media.

🌶Sekarang, benih cabainya sudah mulai tumbuh.
Anak-anakku harus belajar dan menghargai negeri sendiri : Indonesia negara yang sangat kaya. Kalau lihat di youtube, orang harus mengupayakan gimana caranya biji bisa bersemai, bertunas dan tumbuh; di negeri kita cukup dibuang di pekarangan!

🥬🥒🥦Dan, setelah lihat di internet; betapa kita bisa bertanam sayur mayur sendiri meski dengan pekarangan terbatas! Hayuuuk, bertanam di rumah mungil kita.

#GoodwillMovement
#lawancoronabersama
#lawancovid19
#ayobersama
#ayolebihbaik
#keluarga #family
#parenting #orangtua

#lockdown #dirumahsaja

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *