Sometimes it’s the journey that teaches you a lot about your destination (Drake)
Selalu ada pengalaman menarik tiap kali berkunjung ke suatu wilayah.
Tak ada destinasi yang sama, tak ada upaya yang persis sama. Pulang lebaran misalnya, meski tiap tahun berkali-kali menuju tempat yang sama, selalu ada pelajaran berharga tiap tahun yang dapat dipetik.
Tahun ini pun, ketika pulang ke Tegal dan Yogya, kami sekeluarga menyempatkan berkunjung ke pemakaman Imogiri dan pemakaman raja-raja di Kotagede. Journey ini membawa kami memahami siapa sebenarnya Nyai Roro Kidul dan Sultan Agung Hanyokrokusuma. Jauh dari mistis yang dibayangkan orang-orang pada umumnya, heroisme Sultan Agung di masa Mataram Islam membawanya bersahabat dengan Aceh, Palembang, Turki dan Palestina.
Baca selengkapnya di https://sintayudisia.wordpress.com/2015/07/29/kanjeng-ratu-kidul-atau-nyai-roro-kidul/
Perjalanan menuju #Karatsu kali ini dipenuhi adegan-adegan menarik.
Saya dan Bang Aswi sebagai perwakilan FLP memiliki kesibukan masing-masing. Bang Aswi harus mengejar deadline tulisan; saya mengejar deadline ‘tulisan’ laporan pra PKPP 2 dan 3 yang tebal laporannya setebal tumpukan ban.
Tidur adalah barang mewah. Bagi penulis yang mengejar deadline, kasur dan bantal adalah musuh utama hahaha. Jangan coba-coba ganggu penulis menjelang garis mati atau deadline, galaknya melebihi reptilia menjelang musim kawin.
Heartbeat berdetak tidak normal tiap kali menatap ponsel.
Koordinasi dengan tim Karatsu terkait visa dan tiket, juga *ping dari dosen atau bagian admin kampus terkait agenda kampus yang membuat jantuung melorot ke dengkul : jadwal ujian. Dosen yang tiba-tiba bertugas ke tempat lain. Lembar-lembar praktikum yang tiba-tiba ketlingsut entah dimana. Tukang foto kopi yang salah memfoto kopi. Verbatim dan analisa profile kepribadian yang puluhan lembar dan…whaaat? Oh MY GOD! Ternyata belum disave ketika mematikan komputer…huhuhu…
Sabar. Sabar. Sabar.
Mengapa juga penulis berjodoh dengan kata deadline, sebagaimana dokter berjodoh dengan tulisan cakar ayam? Sepertinya, kalau belum kena deadline, semua perangkat fisiologis belum menyala.
Back to laptop.
#Karatsu kali ini menyimpan pula kisah-kisah menegangkan yang mengajarkan banyak hal sebagaimana Logoterapi Viktor Frankl mengajarkan satu temuan unik.
Abraham Maslow berkata : aktualisasi atau kesuksesan yang akan mengubah manusia.
Frankl berbeda. Penderitaan, bahkan jurang terdalam manusia, yang akan mengubah manusia menjadi lebih baik. Kali ini, saya memilih Frankl , meski sebelumnya demikian mengagumi piramida Maslow.
Setelah sebelumnya banyak bereksperimen dengan klien-klien, maka kali ini baiklah, seorang terapis perlu berksperimen dengan dirinya sendiri.
1. Passport
Dulu, saya membuat paspor dibantu calo. Sekarang, KANIM (kantor imigrasi) lebih transparan, maka semua diurus sendiri. Saya memilih mendaftar via online. Waktu itu, saya diundang mengisi acara di Malaysia bulan Maret dan harus mengurus perpanjangan paspor sekitar bulan Februari.
Kalau dulu percala calo, sekarang saya percaya informasi teman-teman dan internet. Ternyata, JANGAN PERCAYA 100% pada informasi dari pihak luar, kecuali langsung dari sumber pertama.
Kebohongan? Tidak juga. Tapi sebuah laporan, boleh jadi subyektif.
“Gampang kok..”
“Urus aja sendiri. Cepet!”
“Murah.”
“Sehari jadi!”
Maka bertanya kesana kemari, termasuk pada tuan Google saya percaya : mengurus paspor di Kanim daerah Sidoarjo hanya butuh 1 hari. Ternyata ups, 1 hari itu bisa molor karena saat itu:
berangkat dari rumah pukul 7 pagi dan antrian barisan di imigrasi menyerupai pembeli tiket film Harry Potter
Human errrrrooorrrr : hari itu komputer kacau hingga kami dipulangkan paksa hiks hiks hiks…harus datang keesokan harinya dengan antrian yang jauh lebih heboh
Benar mengurus hanya 1 hari. Tapi sampai pasport itu selesai dicetak, butuh waktu sekitar sepekan hari kerja.
Maka, selain mengandalkan informasi dari teman-teman, Google, carilah informasi dari sumber pertama atau jadwalkan buat paspor berbulan-bulan sebelumnya. Rhenald Kasali bilang , tak perlu menunggu harus keluar negeri untuk buat pasport. Buat dulu. Sebab kita tidak tahu kapan dibutuhkan. Sebagaimana KTP, gak mesti karena mau masuk rumah sakit atau daftar kuliah kan?
2. Visa
Visa ke Jepang sebetulnya tidak sulit. Kebetulan, karena kami diundang pemerintah #Karatsu, maka yang diperlukan adalah passport, surat undangan, itinerary selama di #Karatsu dan kode boooking tiket pesawat.
Nah, inilah moment tepat seorang terapis bereksperimen dengan dirinya sendiri hehe…
Mengurus Visa ke Jepang di Surabaya cukup datang ke Konjen Jepang di Jalan Sumatra 93. Dari arah viaduct Kertajaya (satu arah), melewatiMirota Batik, belok kanan. Di Jalan Raya Gubeng nanti di sebelah kanan meleati toko Elizabeth dan jalan Jawa; sebelah kiri Siloam Hospital, BPJS di jalan Kayoon. Terus saja hingga di sebelah kiri bertemu jalan Kalimantan : masuk saja. Sebab ketika bertemu dengan persilangan jalan pertama, itulan jalan Sumatra. Belok kiri dan carilah bangunan dengan pagar besi menjulang tinggi, persis sama dengan bangunan Konjen Amerika.
Lapor pada petugas, katakan akan mengurus visa.
Isi blanko dan tinggalkan perkakas elektronik.
Masuk ke ruang pembuatan visa, ambil nomer antrian dan akan dipanggil sesuai nomer urutan.
Naaah…semua berjalan lancar dan cepat, kecuali saya hehe…
Thanks God…ketemu Mahfudz, cowok muda keren yang saya tulis kemarin di
Mahfudz banyak membantu.
Pasalnya?
Blanko-blanko sederhana itu benar-benar blank.
Inilah kemunduran kognitif (sementara lho ya…)
Atensi yang terdistraksi.
Ketidak mampuan fokus dan memusatkan perhatian.
Anxiety.
Apa lagi ya diagnosis untuk diri sendiri? 😀
Intinya, saya bolak balik ke bagian admin yang sangat ramah dan mengesankan itu, hanya karena kurang isi ini , isi itu, tanda tangan dst. Sampai-sampai si Mbak berbaik hati membantu mengisikan blanko dengan pensil dan saya tinggal mengisinya dengan pulpen.
Mahfudz pun membantu saya menyiapkan berkas. Ya ampyun…
Pfffuuuuhhh…
Bagian yang lucu ketika ditanya.
“Mau kemana?”
“Karatsu, Mbak.”
“Wilayah?”
“Saga perfektur, Kyushu utara.”
Si Mbak meninggalkan saya sesaat, menuju peta besar yang terhampar di dinding.
Mungkin ia perlu cek ricek lagi, apa orang yang bolak balik salah mengisi blanko ini tidak tersesat di belantara negara ultramodern. Beberapa saat ia mengamati peta dan belum menemukan Kratsu.
Saya pun hanya berdiam, dan tak dapat menunjukkan, di mana letaknya.
So sorry, Mam. Klien anda kali ini sangat merepotkan . Tapi ia sungguh bertanggung jawab, tidak hanya mengiyakan saja ketika saya bilang ada suatu kota bernama Karatsu di Jepang.
Mahfudz masih menemani hingga selesai pengurusan visa. Untung saja ada Mahfudz, lumayan …
3. Persiapan perbekalan :
Pergi keluar kota, sebaiknya tidak menyiapkan di saat mepet. Mungkin sedikit ribet dan memakan tempat, tapi agar tak ada yang tercecer, sebaiknya disiapkan 1-2 minggu sebelum keebrangkatan. Saya terbiasa menurunkan koper dari atas lemari, membukanya dan mulai meletakkan barang-barang (tanpa dirapikan dulu, yang penting disisihkan). Barang-barang kecil yang tampaknya sepele seperti potongan kuku, karet , gunting, tas plastik, namun butuh alokasi waktu dan pemikiran.
a) Siapkan notes kecil untuk mencatat barang-barang apa saja yang akan dibawa. Setiap destinasi akan berbeda. Palestina misalnya, harus bawa baterai dan senter, siapa tahu berhadapan dengan jam malam dan keadaan gelap gulita. Hongkong, siapkan sepatu nyaman sebab kemana-mana jalan kaki. Kalau pakai high heels…bengkak betis. Jepang? Browsing, sedang musim apa.
b) Beragam ukuran tas kecil. Tas-tas kecil, terutama yang bentuknya seperti dompet besar dengan risleting tertutup rapat, sangat berguna. Bedakan barang-barang penting seperti paspor, visa dan uang ; peralatan mandi ; peralatan kosmetik; peralatan tulis menulis.
c) Ransel adalah tas yang nyaman dipakai perjalanan jauh. Kalau ingin tampilan feminin, pilih ransel dengan bentuk dan warna perempuan. Tas selempang ukuran besar juga oke, tapi secara pribadi, saya tidak anjurkan. Sebab pelancong biasanya membawa banyak perbekalan. Tas selempang cukup melelahkan.
d) Koper : pilih koper yang kuat dan tahan banting. Jangan terburu beli koper murah namun rodanya cepat lepas atau pegangannya cepat putus.
e) Sepatu. Sepatu yang nyaman untuk bepergian jauh (ini bukan promosi ya…) adalah Bata, Kickers dan Triset.
f) Bila ingin bersuci dengan lebih nyaman, bawa gelas plastik atau botol aqua bekas. Di tempat umum di luar negeri, closet sangat berbeda dengan di rumah yang berlimpah air
4. Ketahanan fisik.
Jaga fisik baik-baik ketika sebulan hingga beberapa minggu menjelang keberangkatan. Jangan sampai sakit, sehingga mengurangi jatah waktu untuk berkeliling menikmati perjalanan dan belajar banyak hal. Bawa obat-obatan standar seperti penghilang rasa sakit, minyak kayu putih, plester, mutivitamin.
5. Ruhiyah : alat sholat dan Quran juga masuk hitungan ya!
6. Uang dengan mata uang setempat. Lebih baik menukar di money changer di Indonesia daripada di bandara tujuan. Saya pernah tidak sempat menukar ketika akan ke Hongkong. Alhasil harus menerima ketika rupiah dihargai jauh lebih kecil dibandingkan ketika menukar uang di tanah air.
7. Niatkan Bismillah… untuk mencari hikmah dalam setiap perjalanan. Ini harusnya diletakkan di awal.
Jadi, apa hubungannya dengan makna penderitaan Logoterapi?
Setidaknya, penderitaan dari pengalaman perjalanan sebelumnya, membuat saya lebih bijaksana hehe…
Sebagai penutup, anda pernah wudhu di wastafel?
Ini biasanya saya lakukan (bukan cuma saya sih….sering lihat juga orang-orang demikian), bila antrian wudhu panjang, sementara tempat wudhu sangat terbatas. Ini biasanya terjadi di mall-mall yang menyediakan fasilitas sholat minim. Maka, wastafel menjadi pilihan wudhu.
Saya dan teman-teman pernah disemprot keamanan ketika di Hongkong.
Kata mereka, jorok banget orang Indonesia! Wastafel yang biasanya dipakai cuci muka, dipakai cuci tangan hingga ke siku dan kakipun naik kesana!
Enjoy the Journey to Enlightment 🙂
#5
#Karatsu
#Jepang
[…] #5 #Karatsu , estafe… di #4 Orang-orang Istimewa (3) :… […]