Etika nge-zoom : hal-hal konyol, jangan sampai terulang!

15 Rahasia Melejitkan Bakat Anak ACARA SINTA YUDISIA Cerita Lucu PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY WRITING. SHARING.

Aku baru akrab dengan zoom saat pandemic covid dan ter-lockdown di rumah. Pertemuan-pertemuan yang biasanya dilakukan secara offline dan banyak bertatap muka seperti seminar, workshop, pelatihan, pengajian; sekarang lebih banyak online. Berbeda dengan anak-anakku yang sudah seperti generasi millennial lainnya, mereka santai dan asik-asik saja dengan teknologi. Kemarin, seperti biasa saat kami FGD keluarga sambal main kartu Uno, mereka tetiba tertawa terbahak sampai menutup muka.

“Ya Allaaah, malu aku, Miii!” seru mereka ketika aku cerita tentang beberapa kebiasaanku.

“Harus ada perlatihan etiquette nge-zoom, nih,” seru si Sulung.

“Ya, maklum, kan,” sahutku. “Ini dunia baru. Jadi masih belum dikenal luas tatakramanya.”

Berikut ini adalah pengalaman on stage yang bikin malu, tapi show must go on. Kalau bukan sekarang kapan lagi belajarnya?

  1. Tidak mematikan voice dan video. Pertama kali aku gabung di zoom, gak tau gimana cara menyembunyikan suara dan mukaku. Jadi stay tune aja di tengah-tengah rapat. Gak berani bergerak, bahkan ketika kucingku si Icung lewat gangguin. Selama berjam-jam duduk sampai pegel badan menghadap laptop. Baru tahu kalau di pojok kiri bawah ada symbol voice dan video yang bisa diklik, biar bisa tersembunyi aktivitas kita sembari ikut ngezoom
  2. Tidak tahu cara mengubah akun. Alkisah, aku diminta ngisi materi. Zoom sudah terinstall di laptop. Panitia bolak balik ngontak aku karena waktu ngisi sudah tiba. Aku bilang sudah ada di arena zoom. Ternyata, yang tertampil adalah akun suami. Ya, mana panitia kenal?
  3. Sinyal . Oh, God! Nightmare. Saat ngisi, modem habis. Pakai tethering layanan internet X, ngadat. Layanan X, sama aja. Haduh, keringetan. Mana sudah telat lebih 30 menit gegara nyari sinyal! Berdoa kepada Allah supaya dimudahkan ngisi pulsa dan alhamdulillah, akhirnya teratasi
  4. Share screen. Ini juga sering bikin malu. Padahal sudah benar cara nge-share nya, tau-tau gak muncul di layar. Kita sudah yakin banget lagi menjelaskan power point per slide.

Lalu panitia memotong dengan sopan, “Maaf Bun, bisa di-share PPT nya?”

“Lho, dari tadi sudah,” jawabku kaget.

“Nggak terlihat sama sekali,” jelas panitia.

Aduh, jadi dari tadi aku ngomong sendiri saat menayangkan slide-slide aneka warna dan cerita?

5. Pak sayur, pak pos, petugas air. Lagi di tengah acara, terdengarlah panggilan dari luar pagar. Pak penjual sayur sudah bolak-balik klakson. Kalau menjadi peserta, aku bisa dengan mudah nutup video dan voice. Tapi kalau lagi jadi pembicara?

6. Leave meeting. Setelah selesai acara dan doa penutup, biasanya aku leave. Ini yang buat anak-anakku tertawa.“Ummi, gimana rasanya kalau kelas tetiba ditinggal dosennya?? Ya kayak gitu! Ummi jangan tau-tahu leave zoom!”

7. Raise hand : masihkah berguna? Aku dulu sering banget raise hand kalau mau nanya. Eh, ternyata yang lain gak ada yang begitu. Sebagian besar langsung unmute atau ngobrol di chat untuk tanya. Akhirnya, aku sering ketinggalan kesempatan untuk bertanya.

Etika Zoom

Mungkin, aku perlu merumuskan sendiri etika buat diriku sebagai peserta dan pembicara saat ngezoom. Sebab, meski online dan gak akan langsung terlihat salah atau malu; tetap saja hubungan dengan orang lain perlu dijaga tatakramanya.

  1. Pastikan nama email, atau nama akun, atau nama terdaftar adalah nama yang dikenal. Bukan nama merek HP tertentu atau yang lainnya hehe. Kadang, jadi lama di waiting room karena persoalan teknis. Pernah lho, saat rapat ada teman yang di-kick keluar karena namanya tidak familiar. Yah, takut aja dia tahu rahasia perusahaan kan?
  2. Mematut diri sebelum tampilan diri terlihat di layar. Meski yang terlihat cuma wajah, pastikan terlihat jelas dengan pose yang pantas. Sambil duduk, misalnya. Bukan sambil berbaring.
  3. Gunakan headset atau earphone untuk suara lebih jernih dan kita nggak perlu ngotot berbicara. Kesannya kayak bentak-bentak, gitu.
  4. Tutup voice jika ada pihak lain yang harus berbicara. Ini supaya tidak muncul denging yang mengganggu. Atau tutup jika kita ada keperluan di luar zoom. Kadang dengar suara ibu ngomel ke anaknya padahal lagi di zoom 😊
  5. Membuka video. Pernah gak ikut zoom dan semua videonya ditutup? Rasanya seperti ditinggalkan di sebuah ruangan sendirian dan cuap-cuap sendirian. Kecuali mau ke belakang atau ada keperluan mendesak, video silakan ditutup.
  6. Pilih latar belakang sesuai. Jangan di kamar, karena kamar adalah area privasi. Bisa pilih ruang tamu atau ruang keluarga. Hati2…jangan sampai tali jemuran terlihat atau tumpukan setrikaan mengintip 😊
  7. Hadir penuh waktu. Meski ada dua pembicara, kuusahakan hadir penuh di pertemuan, walau itu bukan jatahku bicara. Kecuali ada hal penting yang mendesak dan gak bisa ditinggal
  8. Jangan disambi-sambi. Meski informal, tetap saja semua pihak ingin dihargai di ruang zoomeet. Sekalipun lagi reunian, lho. Kalau memang nyambi (misal sambil masak atau nyetir), sampaikan ke audiens dan mintalah maaf karena gak bisa focus. Apalagi kalau formal.
  9. Leave meeting ketika host sudah mempersilakan atau sudah mengakhiri zoom meeting. Kalau mau meninggalkan, bisa minta izin di chatroom terlebih dahulu atau meminta maaf secara langsung.
  10. Perhatikan kuota. 1 jam ngezoom kurang lebih 500-800MB. Kalau jadi peserta, tetiba menghilang tak masalah. Tapi kalau jadi pembicara, tentu harus siap-siap.

Nah, itu pengalamanku. Ada yang mau menambahkan?

5 thoughts on “Etika nge-zoom : hal-hal konyol, jangan sampai terulang!

  1. Saya belum pernah pakai zoom, tapi skrg sedang kuliah online pakai TeamLink. Mirip-mirip sih sama zoom. Awalnya saya pas gabung jg malah nyalain video & suara ketika temen yang lain pada matiin voice & video. Alhasil pas dosen jelasin, muka saya sempet nampang selama beberapa saat sampai akhirnya saya sadar dan keluar dulu dr meetingnya dan masuk lg dengan menutup kamera depan dulu sampai menemukan tombol utk matiin suara & video.

  2. pengalaman yang menarik mbak. awal2 juga bingung….

    Waktu ikut belajar mengenai belajar BOT Whatsapp, kadang2 juga nulis di chat jika nggak nanya lewat mic, syukurlah sama2 ada yang jawab teman-teman pesertanya.

    mbak OOT boleh nggak, di tengah pandemi yang cukup berat ini.
    gimana cara ngatasi stress apalagi kebanyakan WFH. may lalu saya sempat sakit dan asam lambung naik. setelah itu beberapa kali kontrol kata dokter pskisnya mas juga harus dijaga. haduh saya baru kali ini seperti ini. jadi kontrol terakhir dikasih obat sampai dosisnya double.

    Terima kasih mbak….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *