Jangan Usir Keluarga Pasien Covid 19!

Artikel/Opini Hikmah Oase PSIKOLOGI. PSYCHOLOGY Renungan Hidup dan Kematian WRITING. SHARING.

Sebuah pesan dari teman nun jauh di sana (bukan Surabaya) , menyampaikan di grup. Sebagai tenaga kesehatan, ia mencari orang dengan nama XXX beralamat YYY yang tengah hamil dan terindikasi reaktif saat rapid test. Pasien hamil tersebut diharapkan dapat melahirkan di RS rujukan covid. Entah bagaimana ceritanya, pasien itu menghilang begitu saja.

Kenapa orang tiba-tiba menghilang atau lari , ketika terindikasi Covid 19? Mari kita bayangkan. Sebelumnya ucapkan dulu, naudzubillahimindzalik. Semoga Allah Swt lindungi kita dan keluarga dari wabah ini.

Sebuah mobil ambulance, berisi 3 atau lebih petugas dengan APD lengkap. Seluruh tubuhnya tertutup baju hazmat warna putih, lengkap dengan sepatu boots dan sarung tangan handscoon. Tak ketinggalan masker N95 dan dan faceshield.

Mereka menjemput seseorang yang terindikasi positif Covid 19.

Instruksinya jelas, very clear : ambil 1 orang, isolasi, karantina, jangan sampai ada satu orangpun yang kena percikan dropletnya. Banyak penderita Covid 19 mendapat stigma dari masyarakat yang sepanjang awal tahun 2020 sudah dihantui berbagai macam ketakutan : kapan virus ini lenyap hingga kembali normal hidup kita sebagai manusia? Mengapa penyakit ini bagai banjir bah melanda setiap negara, tanpa kecuali? Karenanya, ada yang diam membisu, sekalipun dirinya sudah mengalami gejala Covid 19. Bahkan yang ekstrim, sampai melarikan diri.

Pasien Covid 19

Ketika salah seorang sakit dan dirawat di RS, berita di whatsapp beredar, bahkan di facebook. Meminta bantuan doa. Orang ramai-ramai mendoakan. Orang ramai-ramai bersimpati baik dengan uang atau buah tangan.

Pasien Covid? Beranikah ia memberitakan diri di facebook atau grup whatsapp?

“Halo, saya baru saja rapid test. Reaktif. Lalu swab. Hasilnya positif. Doakan saya baik-baik saja, ya.”

Begitukah?

Kecil kemungkinan.

Seringkali, justru pasien akan berkata pada keluarganya,  “jangan bilang siapa-siapa. Biar nanti sendirian saja ke RS , naik kendaraan sendiri.”

Duh, nelangsa banget jadi pasien macam ini. Ia tak ingin menulari keluaga tercinta, tetangga yang ia hormati, teman-teman yang ia sayangi. Sebagai seorang pasien yang tengah sakit lahir batin, pasien Covid justru seringkali berpikir : gimana ya, biar aku nggak menyusahkan orang lain. Siapa aja yang sudah terkontak denganku?

Saya punya teman-teman pahlawan covid 19.

Yang menolak bantuan dari siapapun.

“Cukup saya dan suami yang kena. Saya gak mau orang lain kena.”

Suaminya dirawat. Ia juga sudah mulai meriang. Dan ia mencoba prosedur untuk isolasi mandiri.

Luarbiasa.

Siapa yang mau kena Covid? Nggak ada.

Walau dapat santunan, dapat ganti rugi, ditanggung 100% oleh asuransi bonafid : tetap TIDAK usah kena Covid. Walau pasca kematian, dapat uang ganti rugi yang sangat besar dari perusahaan, tetap TIDAk mau kena covid.

Penyakitnya mematikan.

Saat sakitnya menyengsarakan.

Bahkan ketika baru rapid test pun, sudah sangat menegangkan.

Orang sehat, yang harus bekerja di RS dan pasar, atau tempat umum seperti perbankan dan layanan public, setiap hari harus bertarung dengan kecemasan, dengan ketakutan. Tetapi tugas memanggil dan demi kepentingan banyak pihak, terus berada di medan perang terbuka melawan virus yang tak dapat ditentukan kapan akhirnya. Sampai takdir Tuhan berbicara : bahwa virus Covid 19 menjadi teman bagi sepenggal sejarah hidupnya.

Lalu?

Kita merasa bahwa orang-orang yang terpapar ini adalah orang-orang yang pantas dikucilkan. Warga pendosa yang menulari. Orang seperti itu nggak pantas tinggal di lingkungan sekitar. Ungsikan saja. Pindahkan dia entah ke mana. Suruh ke hotel (peduli amat biayanya!) kalau nggak mau pindah, diusir saja.

Ya Allah.
Begitukah kita?

Padahal, sabda Rasulullah berkata kurang lebih : orang yang dalam kondisi sakit dan teraniaya, bisa naik doanya ke langit tanpa hijab. Teganya kita membiarkan orang-orang macam ini melangitkan doa dalam kepedihan.

Memang, ada orang-orang yang menyembunyikan sakit Covidnya sehingga menulari banyak orang. Tapi yakinlah, orang seperti ini bukan orang jahat yang sengaja berpikiran : aku mau mati, kalian juga harus mati! Tidak. Orang-orang tipe ini adalah ,

Pertama, mereka cemas dengan kelangsungan hidup mereka pribadi. Nanti pekerjaanku gimana? Kalau bosku memPHK gimana? Kalau tetanggaku justru marah gimana? Kalau anak istriku gak bisa makan, bagaimana?

Kedua, mereka tidak memiliki pemahaman utuh bahwa penyakit ini bisa ditanggulangi ketika masih dalam stadium awal. Ketika belum sesak nafas parah, demam tinggi dan tidak perlu ventilator; masih banyak kesempatan sembuh 100%

Ketiga, orang macam ini adalah orang yang mungkin resah dengan pemberitaan bermacam-macam warta yang berseliweran di media koran dan media sosial. Memang kita diminta untuk menyaring. Tapi bahkan kita sesekali bisa termakan hoax, bukan?

Kita juga bukan orang sakti yang bisa menepuk dada : AKU KEBAL TERHADAP COVID 19!!

Kita tidak berharap virus ini menerjang masuk dinding rumah kita.

Tetapi siapa tahu.

Siapa tahu.

Bayangkan ketika sakit itu tiba, entah covid atau apapun.

Lalu seluruh warga mengamuk, mengusir, enggan menyentuh tubuh kita dan ketika matipun enggan memandikan apalagi menyolati. Naudzubillahi mindzalik…

Karenanya, mari bantu dan peduli dengan saudara kita yang terpapar Covid 19!

Cara Mendukung Pasien Covid 19

Ketika salah satu tetangga atau saudara atau teman kita diberitakan terpapar Covid 19 :

  1. Hiburlah ia dan keluarganya. Katakan bahwa ia insyaallah akan sehat dan sembuh, apapun takdir akhirnya
  2. Sampaikan kepada RT dan RW agar berita itu segera dikoordinasikan dan dikonsolidasikan dengan warga
  3. Beri dukungan materi jika bisa. Galang dukungan bersama teman-teman
  4. Kirim makanan ke rumahnya, karena biasanya keluarganya juga terisolasi. Bisa juga mengirim nutrisi seperti madu, probiotik, vitamin C dsb. Bukan kemewahan makanan yang ia harapkan, tapi perhatian dan bantuan, akan sangat melegakan
  5. Kirimkan doa agar ia dan keluarga bisa selamat dari ujian ini dan berkumpul bersama
  6. Tunjukan empati dengan mengirim whatsapp atau menelponnya
  7. Percayalah dengan kata sakti : karma, semesta mendukung (mestakung) , law of attraction, payback, atau apapun itu. Siapa menanam, dia mengetam. Setiap kebaikan yang kita tanam, kita sendiri yang nanti akan memetiknya. Kita membantu orang lain, next time bila terjebak dalam kesulitan, ada aja yang bersedia membantu. Begitupun sebaliknya.

Hentikan perundungan terhadap pasien Covid 19 dan keluarganya!

4 thoughts on “Jangan Usir Keluarga Pasien Covid 19!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *