Sepekan yang lalu, Musyawarah Nasional ke-4 Forum Lingkar Pena usai diselenggarakan.
Acara empat tahunan yang merupakan salah satu hajat meriah FLP ini menyatukan teman-teman pengurus dan anggota FLP dari penjuru Indonesia hingga perwakilan manca negara. Haru tak terkira melihat adik-adik FLP bersusah payah menempuh perjalanan dari tempat tinggalnya hingga menapaki Wisma PU, Bandung.
Acara yang rasanya teramat singkat itu tak cukup merangkum betapa heroiknya perjalanan teman-teman semua. Hehehe, kadang terhadap anggota FLP, saya panggil teman. Kadang adik. Campur aduk. Seorang teman dari Sukamara harus menempuh perjalanan ke Pangkalan Bun 2 jam, lalu menuju Jakarta. Dari Jakarta naik kereta api atau travel supaya sampai Bandung. Kalau naik kereta api, berarti dari stasiun masih lanjut naik taksi online ke Wisma PU jalan Riau/RE. Martadinata, Bandung.
Seorang teman FLP, Daeng Gegge Mappangewa harus bersiap jam 15.00 dari Bandung sebelum bertolak menuju Soetta dan naik pesawat pukul 22.00. Terbayagn lelahnya, kan? 3 hari acara Munas FLP bukan berisi acara senang-senang tapi juga rapat sampai larut malam, bahkan pagi!
Seorang teman FLP, mas Ibnu HS, menyempatkan diri mampir ke rumah saya di Surabaya. Pesawatnya bertolak jam 13.00 menuju Pangkalan Bun dan sekitar jam 17.00 baru menuju Sukamara. Dari Bandung-Surabaya sendiri sudah perjalanan yang melelahkan.
Ada lagi?
Emak-emak rempong yang luarbiasa!
Yang ini, mengalahkan kegagahan Daeng Gegge dan mas Ibnu HS, juga seluruh peserta cowok yang gagah perkasa.
Kalau laki-laki melenggang hanya menenteng tas ransel dan jinijngan oleh-oleh; emak-emak ini luarbiasa! Ampun deh kekuataannya. Yang bisa saya sebutkan hanya sedikit : mbak Sri Widiyastuti dari Bogor, mbak Milda Ini dari Bengkulu, mbak Naqiyyah Syam dari Lampung, mbak Utin Winda dari Sukamara. Mereka bawa tas double, menggandeng anak, menggendong anak, menyusui anak. Dan jangan bayangkan anaknya tenang-tenang aja ikut rapat ya. Si anak ikutan rempong dengan main kesana kemari, rapat dengan sesama teman seumurannya, nangis kalau mamanya ngerumpi dan tahu aja kalau mamanya sedang konsentrasi ke hal lain maka ia akan minta perhatian.
Naqiyyah Syam, Milda ini, Sri Widiyastuti
Apakah para emak ini mengeluh?
Sama sekali tidak!
Mereka tetap tersenyum cerah melayani anaknya, berbincang dengan teman-teman yang lain, ikut rapat dan bertukar pikiran, bahu membahu mengerjakan banyak hal.
Apa yang menyebabkan para emak ini begitu perkasa namun juga tampak bahagia?
Analisa saya, FLP merupakan rumah kedua mereka sesudah rumah mereka sendiri yang sementara waktu ditinggalkan di kampung halaman. Di FLP, para emak dan bapak menemukan teman-teman sevisi semisi yang cinta dunia baca, dunia menulis dan sama-sama rela mengorbankan waktu-tenaga-pikiran untuk memikirkan bagaimana organisasi bernama FLP ini punya kontribusi makin luas di tengah khalayak.
Yang perkasa, bukan hanya emak-emak yang bawa anak saja lho.
Ketua umum terpilih, Yeni Mulati a.k.a Afifah Afra juga seorang emak tangguh. Di belakangnya ada 4 anak menunggu. Dan detik-detik sebelum ia terpilih sebagai ketua umum, putra beliau yang bernama Rama mengingatkan dengan nasehat luarbiasa : Ummi jangan berambisi menjadi ketua. Padahal kita tahu sendiri, Afifah Afra sama sekali tak punya ambisi apa-apa sebagai ketua umum FLP. Mengingat, menjadi ketua umum FLP bukan pekerjaan mudah tetapi masyarakat FLP mayoritas memilih perempuan berkacamata ini sebagai pemegang kemudi kapal FLP.
Bapak-bapak gagah dan keren
Bukan emak saja yang gagah perkasa, bapak-bapak di FLP pun luarbiasa.
Mereka bukan sekelompok orang iseng, gak punya kerjaan, luntang lantung kesana kemari cari kesibukan. Beberapa di antaranya berprofesi sebagai dosen seperti Irfan Hidayatullah, Ganjar Widhiyoga, Yanuardi Syukur, Topik Mulyana, Fitrawan Umar dll. Yang lainnya berprofesi sebagai guru dan juga kepala sekolah seperti Gegge Mappangewa, Alimin Samawa, Khairani , Sudiyanto, Danang Kawantoro, Mashdar Zainal dll. Yang pegawai negeri seperti Ibnu HS, Anugerah Roby Syahputra dkk rela mengajukan cuti agar bisa turut memikirkan bagaimana FLP ke depannya. Yang masih mahaiswa dan karyawan; banyak sekali jumlahnya.
Para bapak ini bergabung bersama deretan para emak, para cowok dan cewek heroik yang punya segudang cerita bersama FLP di wilayah masing-masing.
Cowok keren di FLP
Di FLP bertebaran para pemuda dan pemudi penuh talenta yang sangat oke baik kiprah dan kecerdasannya. Bagi yang mendamba pasangan dan ingin punya menantu keren; cari saja di FLP. Cowok dan cewek di FLP nyaris tak ada yang cengeng. Hampir tak dijumpai tukang mengeluh dan complainer sana sini. Semuanya berkualitas, dengan kapasitas masing-masing dan keahlian masing-masing. Dengan prestasi, pencapaian dan kreativitas masing-masing.
Apa yang dicari di FLP?
Banyak motivasi bergabung di FLP.
Ada yang ingin pintar menulis, berkarya dan buku-bukunya laris manis terpajang di etalase toko buku. Ada yang ingin cari pengalaman dan punya portofolio bergabung di sebuah organisasi tertentu. Ada yang ingin belajar keislaman tapi dengan cara yang ‘lain’. Bila umumnya mendalami keislaman lewat jalur rohis atau organisasi dakwah di kampus; maka di FLP kita belajar Islam bersama-sama lewat jalur seni sastra. Di FLP kita langsung mempraktikkan adab Islam dan bukan sekedar membahas teori.
Di FLP kita mencoba mengkritik karya orang lain dengan santun, dan kita pun terbuka terhadap kritik.
Di FLP kita mencoba bersikap itqon atau bekerja secara excellent; sebab sebuah buku tak dapat terbit bila penulisnya tidak disiplin dan bekerja keras. Bukan hanya pekerja keras; penulis juga harus menguasai beragam ilmu agar buku yang dihasilkannya berkualitas.
Di FLP kita bermedsos ria, tapi bukan sembarang media sosial yang memposting status-status alay lalu menghujat pihak sana sini. Kita terbiasa mengunggah status yang mencerahkan, memberikan like atau komentar terhadap postingan positif orang lain. Para penulis FLP rata-rata memiliki akun medsos dan blog yang digunakan untuk kepentingan promosi, resensi dan review produk. Dakwah bil qolam bukan hanya mewarnai buku-buku tapi juga mewarnai ‘tinta’ kita di media sosial.
Beberapa orang yang meninggalkan FLP, entah karena studi, pekerjaan atau memang kesibukan di organisasi lain; rata-rata merindukan kembali FLP. Merindukan situasi membahas buku dan dunia seni. Merindukan situasi saling mengkritik dengan santun namun berbasis ilmu. Merindukan kehangatan antar anggotanya yang tulus dalam menjalin persahabatan, bukan kepura-puraan karena menutupi maksud tersembunyi.
Pengurus BPP FLP, perempuan. Yang laki-laki sedang Jumatan 🙂
Sesungguhnya, banyak sekali hal didapatkan dari FLP.
- Teman sesungguhnya. Teman dunia maya kita ribuan. Tapi teman nyata? Di FLP, ketika copy darat dan rapat organisasi, kita memiliki teman yang betul-betul berwujud teman. Bukan makhluk ghaib yang hanay berseliweran di dunia maya.
- Inilah kekayaan seorang penulis. Dengan jaringan ia banyak dapat info lomba, info review produk, info residensi penulis, info penerbit, info buku-buku yang harus dilahap dan masih banyak lagi keuntungan yang didapat dengan jaringan. Termasuk ketika punya buku, jaringan ini berfungsi untuk membeli buku kita dan juga memasarkan buku kita.
- Ketrampilan. Menulis itu butuh ketrampilan yang harus diasah dari waktu ke waktu. Bergabung bersama FLP membuat saya yang pemahamannya 0 tentang menulis menjadi semakin luwes dalam menghasilkan karya.
- Ilmu. Di FLP kita mendapat ilmu gratis yang mahal harganya dari para pakar. Ilmu majemen dan pemasaran saya dapat dari mbak Afifah Afra. Ilmu sastra saya dapat dari kang Irfan Hidayatullah dan kang Topik Mulyana. Ilmu promosi buku saya dapat banyak sekali dari adik-adik FLP yang masih muda-muda, gen millenium zaman now. Ilmu organisasi dari Ganjar Widhiyoga, Nur Baiti, Koko Nata dan Wiwiek Sulistyowati. Ilmu perbukuan saya dapat dari Rahmadiyanti Rusdi dan Ali Muakhir. Wah, itu belum ilmu-ilmu yang lain ya. Masih banyak sekali ilmu yang saya serap dari FLP yang semakin lama membuat saya menjadi penulis penuh semangat. Ilmu per blog-an saya dapat dari Sri Widiyastuti, Naqiyyah, Milda, Zaki Faturrahman, Hendra Veejay dan banyak teman-teman FLP yang sepertinya; tiap bertemu mereka ilmu saya makin nambah dan nambah dan nambah.
Dari 4 hal di atas ada lagi yang bisa didapatkan dari FLP.
Kalau ide buntu dan stag di satu titik, bergabung bersama FLP membuat pikiran kita terbuka. Entah karena kreativitas atau karena guling-guling tertawa. Maklum, anggota FLP adalah pecinta buku yang suka baca sehingga ada saja bahan untuk dibicarakan. Untuk di anekdot-kan. Untuk dikritik. Untuk dijadikan bahan lelucon cerdas.
Aaboy, HD Gumilang, teman-teman FLP yang kocak!
Kreatifitas anak-anak FLP terlihat dari kemampuan mereka mengolah diksi, membuat buku indie, mempromosikan buku sampai menggelar acara-acara. Setiap kali pikiran saya buntu terkait masalah tulis menulis, bertemu anak FLP membuat simpul ruwet terbuka lagi. Mereka akan menyarankan buku ini itu, mendorong mengerjakan sesuatu, memancing kecemburuan saya ketika mereka memamerkan buku-buku terbaru yang terbit . Yang pasti, kritik anak FLP bukan sekedar bilang : karya kamu jelek.
Mereka tahu betul ketika bilang karya saya pantas dikoreksi, maka mereka memberi masukan tentang koreksi tersebut. Di bagian mana. Harus diapakan. Plus saran-saran perbaikan.
Selain hal-hal di atas, masih ada lagi lho yang bisa didapatkan dari FLP.
Mencari menantu idaman? Mencari pasangan idaman?
Mau cari orang kreatif, tangguh dan pantang menyerah?
Cobalah cari di FLP, salah satu gudang kreator masa depan Indonesia.
alhamdulillah, barakallah Bunda <3
Ada yang belum dibahas. Ada jodoh di FLP, hahahaha
Sahabat yang baik adalah harta karun.. semoga kita bisa bersahabat ya mba.. sukses untuk FLP..
Suka lihatnya.. Gimana ya cara gabung FLP
Mbak Auni tinggal dimana?