“Papa mamaku dokter. Mereka ingin aku jadi dokter juga. Tapi aku nggak mau!”
“Aku suka jadi EO, tapi orangtuaku pingin aku sekolah D3 teknik. Gimana?”
“Awalnya aku kulian di institute agama. Lama-lama orangtuaku tahu, aku berbakat di music.”
“Sepanjang hidup aku nurut orangtuaku, tapi aku sudah nggak tahan lagi. Aku sebetulnya suka gambar dan ingin masuk desain grafis!”
Tidak semua orangtua paham, bahwa Allah Swt menitipkan bakat yang luarbiasa ke dalam diri anak-anak. Kalau Leah dulu tidak bersabar mendampingi anaknya menonton televise, mungkin kita tak pernah tahu ada sutradara seperti Steven Spielberg –terlepas pro kontra tentang dirinya. Kalau Paul Jobs tidak rajin mengajari anaknya jadi tukang kecil, dunia mungkin tak menikmati perangkat teknologi seperti yang diciptakan Steve Jobs. Sebetulnya, bagaimana cara orangtua melihat minat bakat anak-anaknya?
3 Minat Bakat Utama
Bila seorang anak usia SMP atau SMA menjalani tes bakat minat, mungkin akan muncul 3 minat bakatnya yang tertinggi. Bisa jadi medical – science – social service ; bisa jadi aesthetic-literacy-music. Bisa jadi computational-clerical-practical dan sebagainya. Bahkan kadang-kadang tercipta kombinasi unik : medical – literacy – personal contact.
Kombinasi ini benar-benar anugerah Allah Swt. Dan sebagian bisa jadi karena stimulus lingkungan. Baca deh buku Outlier karya Malcolm Gladwell.
Bagaimana kalau bakat minat sudah ditemukan?
Nah, banyak orangtua nggak siap!
Ada yang kedua orangtuanya dokter (sudah pasti keduanya pintar dan ber IQ tinggi) , anaknya harus kuliah kedokteran. Padahal tak muncul sama sekali bakat minat sains, apalagi medisnya. Yang muncul justru social service – personal contact –literacy. Dapat dibayangkan kalau anak pintar ini jadi pengacara atau politikus ; ia akan sangat cemerlang di bidangnya. Kita juga ingin orang-orang jenius di bidang hukum dan sosial, bukan?
Di era medieval age; para alim ulama menguasa banyak ilmu pengetahuan. Umar Khayyam misalnya, bukan hanya ahli Quran dan Hadits, tetapi jusa ilmuwan, matematikawan, astronom, sastrawan. Seringkali alim ulama menguasai banyak bidang karena Allah Swt memang sudah menitipkan setidaknya 2 atau 3 bakat minat dalam diri setiap manusia. Kalau para orangtua juga masih mencari-cari apa potensinya, silakan dicari agar hidupnya bahagia.
Begitupun, jangan abaikan, jangan menolak apa yang menjadi bakat minat anak-anak. Peluang keberhasilan di atas muka bumi bukan hanya dimiliki orang-orang sains; tetapi orang sosial pun dapat hidup makmur dan sukses – kalau harapan orangtua adalah agar anaknya bisa hidup mapan.
Para orangtua yang luarbiasa mendampingi ananda di acara AMT SMPIT Al USwah Tuban
Orangtua Bijak
Ada seorang anak yang bercerita.
“Aku dulu kuliah di IAIN (UIN sekarang). Lalu ibuku tahu aku nggak terlalu suka bidang agama. Aku pindah kuliah ke universitas yang ada musiknya. Alhamdulillah, aku udah bisa cari uang sendiri sejak kuliah.”
Si anak sering diminta nge-lesin anak SD, bahkan membantu terapi anak ABK yang butuh stimulus music.
Ada lagi anak yang bercerita.
“Aku dulu kuliah di salah satu UN terus nggak nyaman. Untung orangtuaku paham. Aku terus ambil tata rias sekaligus tata busana.”
Ketika aku bertemu ayahnya, luarbiasa tanggapannya, “Alhamdulillah Bu, anak saya tetap berjilbab ketika mendandani artis sebelum tampil di layar kaca. Dan dia sekarang merancang hijab syari buat para artis.”
Nah, luarbiasa bukan? Si anak berdakwah kepada artis dengan caranya sendiri! Coba dia dipaksa kuliah di bidang yang bukan kesukaan dan keahliannya.
Tetapi bagaimana jika orangtua memang memiliki harapan tertentu?
“Aku berharap anakku segera kerja,” keluh sepasang ayah dan ibu. “Kami hanya pedagang. Kami memang paksa dia sekolah sejak SD dan kuliah seperti sekarang.”
Ada orangtua yang memang butuh agar anak-anaknya segera mandiri lantaran ekonomi keluarga butuh support segera dari si anak. Tentu saja, ‘memaksa’ anak seperti ini bukan perkara yang salah 100%. Kuncinya :
- Komunikasi terus menerus
- Bersabar ketika anak ngambek
- Dampingi ketika anak menghadapi masa-masa sulit (aku benci sains! Tapi aku harus kuliah di sini. Mana kakak kelasnya jahat, dosennya gak ada yang pengertian!)
- Ketika anak mengeluh terus menerus, dengarkan. Jangan emosi, menyalahkan.
- Doakan
- Ucapkan kata-kata positif dan terimakasih atas pengorbanannya :”makasih ya, Kakak mau kuliah kedinasan. Bosan ya? Semoga kalau Kakak udah punya uang sendiri, Kakak bisa beli apapun dan pergi kemanapun sesuai keinginan.”
Rap Monster BTS ( Kim Nam Joon) bersama ibunda tercinta. Klik sumber (Kiri & kanan.)
Anak Bijak
Eh, selain orangtua bijak adapula anak-anak bijak yang mampu mengalah demi keinginan orangtua. Mereka ini juga akhirnya sukses di bidangnya.
Penyuka KPop pastilah kenal dengan BTS yang diasuh Big Hit Entertaintment. Sudah diketahui secara luas, Korea termasuk salah satu negara dunia timur yang sangat menjunjung nilai filosofi Konfusianisme selama 2000 tahun, khususnya ajaran berbakti pada orangtua dan hormat pada yang lebih senior. RM atau Rap Monster (Kim Nam Joon) memiliki IQ yang hanya dimiliki 10% manusia di atas muka bumi. Pantaslah ayah ibunya yang seorang professor dan doktor berharap, si anak mengambil gelar akademis.
Rap Mon tidak membangkang pada ayah ibunya. Kepada sang mama, ia melakukan pendekatan manis.
“Ma, kalau aku ranking 5000 dengan ranking 1, Mama lebih suka mana?”
Orangtua pasti akan bilang : Mama suka kamu ranking 1.
“Kalau aku di bidang akademis, meski aku pinter, aku paling ada di ranking 5000. Tapi kalau aku menggeluti dunia yang aku sukai, aku bisa ranking 1.”
Sang mama pun luluh.
Akhirnya RM terbukti bisa membawa BTS mendunia, bahkan jadi spokeperson PBB. Wah, keren ya cara menaklukan hati sang ibu?
Ada lagi kisah seorang muslimah.
“Aku dulu kuliah S1 dan S2 di bidang medis. Ibuku berharap aku segera kerja dan kembali ke kampung, maklum aku berasal dari desa. Padahal ternyata bakatku di literasi.”
Sekarang, muslimah itu terus mengembangkan bakat literasinya. Bahkan ada juga muslimah yang punya kisah serupa, ia S1 S2 medis karena ingin menuruti hati ibunda, lalu kuliah lagi bahasa Inggris sesuai bakat minatnya. Sekarang, ia mengelola blog kesehatan, in English pula! Wah, keren banget ya.
Bagi anak-anak muda, berbakti pada orangtua tidak pernah ada ruginya. Akan kita temukan kebahagiaan di sana. Berbakti apda orangtua juga bukan berarti mengubur cita-cita. Bagi yang memiliki kepribadian kuat dan kemampuan otak kuat, turuti dulu keinginan orangtua sembari kita mengejar cita-cita. Nggak perlu stress, segera tekuni hobby untuk mencari keseimbangan.
Tetapi, kalau di tengah jalan mulai tak kuat, mungkin karena kemampuan otak yang pas-pasan dan tipe kepribadian kita yang peragu, pencemas, mudah goyah; segera komunikasikan dengan orangtua. Hayooo, lihat lagi film 3 Idiots, bagaimana Farhan berkata lemah lembut pada ayahnya. Jangan sampai, kita sekolah dan kuliah di tengah-tengah, sudah hampir skripsi, orangtua sudah habis banyak biaya lalu tiba-tiba….”aku nggak kuat!”. Kasihan sekali orangtua kalau begini.
Datangi Konselor
Di setiap sekolah dan kampus sekarang biasanya dibuka unit layanan psikologi. Manfaatkan biro ini sebaik-baiknya, kalau memang orangtua dan anak masih bingung mau kemana merancang karir. Mau ke mana sekolah. Mau kemana arah tujuan akademis. Insyaallah bertanya pada ahlinya akan memberikan satu sudut pandang baru.
Yuk!
Bagi para orangtua yagn sudah senior, kalau belum menemukan bakat minatnya, boleh kok digali lagi dan dioptimalkan. Tak usah ragu! Saat saya residensi penulis di Seoul, banyak bertemu orangtua Korea yang berusia 50, 60 tahun bahkan sudah nenek-nenek menemukan bakat mereka yang terpendam karena kewajiban : menulis novel.
Bagi anak-anakku yang masih mencari dunia baru, teruslah berkembang. Kalau kalian memang harus berbakti pada orang tua dan menuruti keinginan orangtua, bersabarlah. Jangan khawatir, masih tersisa kesempatan untuk mencapai apa keinginan kalian. Tetapi, kalau kalian bisa menjalin komunikasi baik dengan orangtua, pahamkan mereka bahwa insyaallah kalian punya cita-cita hebat dan cara hebat tersendiri untuk menjadi sukses.
Kiri : siswa SMPIT Al Uswah Tuba. Kanan : para ustadz ustadzah, guru yang luarbiasa
(Catatan usai mengisi acara Achievement Motivation Training di SMPIT Tuban, 24 Maret 2019)
bagaimana jika kita mempunya minat, namun kata orang lain minat kita itu buruk atau tidak sesuai, bagaimana menyikapinya?
Bisa diceritakan, minat apakah itu? Sebab, ada beberapa perbedaan pandangan tentang minat. Misal, anak yang senang game dianggap nakal. Padahal dia punya kecerdasan teknologi.